6 Cara Sederhana Mengenalkan Seks Kepada Balita
“Mama..ini apa? Kok dede bayi ada benjolannya, kaka mah ga ada.” Ujar Hasna menunjuk ke organ intim adik barunya saat menemani ibu memandikan adik barunya tersebut.
Pertanyaan di atas bisa jadi ditanyakan anak hampir di semua keluarga, bahkan sangat mungkin ditanyakan oleh anak kita sendiri. Beberapa orang tua cenderung merasa canggung untuk membicarakan tentang seks ini kepada anak-anak mereka, terlebih kepada anak di bawah umur, sehingga jawaban yang diberikan kadang justru membuat anak bingung. Orang tua merasa takut berbuat salah dalam mengenalkan dan mendidik anak tentang seksualitas. Banyak orang tua yang menganggap obrolan berbau seksualitas pada anak akan mengakibatkan anak penasaran dan malah terjerumus pada pergaulan bebas. (Baca juga artikel Yuk, Kenalkan Anak tentang Seksualitas Sejak Dini!)
Membahas tentang seksualitas dengan anak pada hakikatnya mengajarkan anak menjadi seseorang yang bertanggung jawab dan terhindar dari berbagai resiko seks bebas. Tentunya pengetahuan tentang seksualitas ini perlu diberikan secara bertahap dan perlahan. Karena tahap perkembangan seksualitas anak pun tumbuh seiring dengan perkembangan fisik dan usia anak.
Semenjak lahir, anak sudah memiliki perasaan seksual. Bayi sering menyentuk organ genitalnya, karena menimbulkan rasa ‘enak dan nyaman’, tapi tentu saja bayi melakukannya tidak secara sadar dan sengaja. Oleh karena itu, pengenalan tentang seksual ini penting dilakukan sepanjang usia anak, mulai dari balita, anak-anak, remaja, hingga dewasa. Berikut beberapa cara pengenalan pendidikan seksual pada usia balita.
1. Gunakan bahasa yang benar saat berbicara tentang seks dengan obrolan sederhana
Mengenalkan seksualitas kepada anak merupakan salah satu yang wajib dilakukan dalam setiap tahap tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, orang tua tidak perlu menggunakan ‘istilah-istilah’ saat mengenalkan anatomi organ tubuh atau seksualitas ini. Misalkan, tidak perlu menggunakan kata ‘burung’, ‘anu’, atau istilah lain saat mengenalkan penis atau vagina pada anak. Kenalkan anak pada organ tubuh dan organ reproduksi dengan istilah-istilah yang sebenarnya. Hal ini akan membuat anak memiliki persepsi yang baik tentang tubuhnya dan bisa mencegah resiko pelecehan seksual. Proses mengenalkannya pun dapat dilakukan dengan obrolan sederhana dan menyenangkan. Menjawab pertanyaan mereka dengan lemah lembut. Menjelaskan dengan bahasa yang tidak vulgar dan tidak terkesan menakut-nakuti.
2. Kenalkan kepada anak tentang anatomi tubuh, khususnya organ intim, beserta Fungsinya, dan ajarkan kepada mereka konsep perbedaan jenis kelamin.
Mengenalkan anatomi tubuh secara umum bisa dilakukan sejak anak mengenal kata pertamanya. Kenalkan kepada anak organ tubuh yang dimilikinya beserta fungsi-fungsinya. Pada saat anak mulai mengenal toilet, biasanya pada usia 2 – 3 tahun, saat inilah waktu yang tepat mengenalkan kepada anak organ intim mereka dan konsep perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Laki-laki seperti Ayah, dan perempuan seperti Ibu.
Moment menemani anak di kamar mandi adalah saat yang tepat mengenalkan anak tentang organ intimnya. Contoh saat menceboki anak, katakan “Kaka, keluar kotorannya dari mana? Ini namanya Dubur” “Kalau sudah pipis atau mpup, ceboknya harus bersih ya..
3. ”Kenalkan kepada anak bagian tubuh yang boleh dilihat dan disentuh orang lain dan bagian tubuh yang tidak boleh dilihat dan disentuh oleh orang lain.
Setelah anak mengenal organ tubuh dan fungsinya, kenalkan pula kepada anak bagian tubuh yang tidak boleh dilihat dan disentuh oleh orang lain, antara lain, seperti bibir, dada, organ intim, dan pantat. Misalkan saat anak menemani ibu menyusui adik bayi, ajak sang kaka mengobrol “Dada kaka masih kecil, nanti kalau sudah kaya mamah akan menjadi besar dan bisa untuk menyusui adik bayi. Dadanya harus ditutup dan ga boleh dipegang oleh orang lain.”
Bisa juga saat mengekspresikan rasa sayang,
“Mama sayang Kaka” sambil memeluk dan menciumnya. Dikenalkan kepada anak, siapa saja yang boleh memeluk, dan anggota badan mana yang tidak boleh dicium.
Atau anjuran untuk para ayah agar tidak ikut serta memandikan dan menceboki anak perempuannya, kenalkan sejak dini konsep laki-laki dan perempuan. Anak diajarkan tidak disentuh oleh laki-laki sekalipun oleh ayahnya.
4. Tanamkan budaya malu kepada anak
Menanamkan budaya malu pada anak balita bisa dilakukan dengan mengarahkan anak untuk tidak membuka dan mengganti pakaiannya di tempat terbuka. Misal saat berenang, biasakan anak membersihkan badan dan mengganti pakaian di tempat tertutup. Selain itu, penting juga mengajarkan anak batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat bermain dengan lawan jenis. Selain mengajarkan anak menghargai dirinya sendiri, juga meminimalisir penjahat-penjahat seks (Pedofil) beraksi.
5. Batasi dan awasi aktifitas menonton anak, baik melalui televisi atau pun gadget-nya
Kita tak bisa membatasi sudah berapa banyak tontonan yang kental dengan area seksualitas, mulai dari televisi, konten hp, film, game, media cetak, media online, bahkan dari kejadian sehari-hari yang tak luput dari paparan seksualitas, sehingga banyak adegan-adegan yang belum pantas dilihat anak, yang secara alami membuat anak menirunya. Oleh karena itu, membatasi waktu nonton anak dan mengawasi tontotan yang mereka lihat adalah sebuah kewajiban yang tidak bisa diabaikan.
6. Tumbuhkan rasa percaya anak kepada orang tua
Tumbuhkan rasa percaya anak kepada orang tua. Ajarkan kepada anak untuk tidak menyembunyikan apapun dari orang tua, sehingga apabila ia mendapatkan perlakuan yang tidak pantas, atau pun ia melihat seseorang melakukan hal yang tidak pantas, sekalipun ia diancam, ia akan tetap memberitahukannya.[]
- Gaidha - 06/04/2020
- Saat Buah Hati Suka Membawa Pulang Barang Orang lain - 31/03/2020
- Pentingnya Orang Tua Menjadi Teladan dalam Perilaku Jujur Anak! - 17/03/2020