7 Sifat Orang Tua yang Sukses Mendidik Anak

Ilustrasi: freepik.com

Kesuksesan dalam mendidik anak mensyaratkan adanya sifat-sifat yang wajib dimiliki oleh setiap orang tua. Orang tua sebagai pendidik harus mengetahui dengan baik bagaimana menghadapi berbagai tingkah laku anak dengan berbagai karakter. Apapun kondisinya, orang tua harus mampu bersikap penuh kasih sayang, bijaksana, tegas dan disiplin terhadap berbagai tindakan pelanggaran yang dapat membahayakan anak, baik secara fisik maupun psikis.

Anak adalah bagian dari kehidupan kita, kehadirannya hendaklah tidak disia-siakan dan tidak diterlantarkan. Mereka membutuhkan pelukan, cinta, kasih sayang, dan kehangatan dari orang tuanya. Anak adalah amanah Tuhan yang diberikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya untuk dirawat, dibesarkan, dan dipelihara sebaik mungkin. Sehingga mereka mampu menjadi anak-anak yang bertanggung jawab, berguna, dan bermanfaat bagi sesamanya, serta berbakti kepada kedua orang tuanya, menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Anak yang sholeh dan sholehah menjadi jaminan amal jariah, pahala yang tidak terputus bagi kedua orang tuanya, sekalipun orang tua mereka sudah meninggal dunia. Sebagaimana diungkap oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah bawa Rasulullah saw. bersabda “Apabila manusia mati, terputuslah amalan mereka kecuali tiga perkara; sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya.”

Lalu, sifat-sifat seperti apa yang akan mengantarkan orang tua sukses mendidik anak-anak mereka?? Sudahkan kita melakukannya selama ini? Kita cek yu satu persatu.

1. Penuh Kasih Sayang

Kasih sayang bukan berarti sebatas hanya menyayangi fisiknya saja, namun lebih utama psikis dan jiwanya. Bahkan Rasulullah saw. mengisyaratkan bahwa ‘sesungguhnya setiap pohon itu berbuah, dan buah hati adalah Anak. Allah tidak akan menyangi seseorang yang tidak sayang kepada anaknya.”

Mendidik anak dengan penuh kasih sayang akan melahirkan suasana kegembiraan. Kegembiraan memainkan peran yang sangat menakjubkan dan berpengaruh kuat dalam jiwa anak. Anak-anak akan sangat senang melihat senyuman tersungging di wajah orang tua mereka. Karenanya, memetik senar kebahagiaan pada anak dengan openuh kasih sayang akan menumbuhkan vitalitas dalam jiwanya. Hal tersebut akan menjadikan anak selalu siap untuk menerima perintah, arahan, peringatan, atau bimbingan apapun.

Banyak hal yang bisa dilakukan orang tua dengan penuh kasih sayang, seperti menyambut anak dengan hangat, mencium dan bercanda dengannya, mengusap kepala, menggendong dan memeluknya, atau hanya sekedar menemaninya makan bersama mereka. Semua itu akan mampu menghadirkan keceriaan dalam jiwa anak sehingga mereka mampu mengungkapkan dan mengaktualisasikan kemampuan mereka dengan baik.

2. Penyabar dan Tidak Pemarah

Sifat penyabar dan tidak pemarah adalah sifat dan kemampuan mengolah rasa marah dan emosional yang sangat dibutuhkan oleh orang tua dalam mendidik anak. Dalam hal ini, hendaklah orang tua menghargai perasaan anak dan menunjukkan bahwa Ayah dan Bunda pun sedang merasakan perasaan itu. Perlihatkan bahwa ayah dan bunda benar-benar menyimak apa yang dikatakan perihal apa yang dilakukannya. Kemudian bersikaplah responsif dengan memberinya nasehat dan usulan. Tidak langsung mencercanya jika Anak melakukan kesalahan. Berikan motivasi untuk terus melakukan kebaikan dan senantiasa memperingatkan bahaya keburukan, dengan tidak bertele-tele dan berlebihan.

3. Lemah Lembut dan Menghindari Kekerasan

Ketika mendidik anak, orang tua tidak boleh hanya mengandalkan ancaman, dengan memperbanyak berbicara tentang kengerian dan berlaku keras sehingga anak menjadi takut tanpa alasan. Sebaiknya adalah berlaku dengan lemah lembut dengan senantiasa menyandingkan antara rasa ridha dan marah dengan bijaksana. Memang tidak ada salahnya menyampaikan ancaman kepada anak dengan cara yang tidak langsung. Misalnya ketika anak berbuat baik, maka katakan kepadanya bahwa Allah, Ayah, Bunda dan orang-orang di sekitarnya mencintainya karena perbuatan baik tersebut, tidak seperti kepada anak-anak lain yang melakukan perbuatan buruk, Allah, Ayah, Bunda dan orang-orang akan bersedih dan tidak tenang. Begitupun ketika melihat anak melakukan sesuatu yang tidak pantas, orang tua hendaklah memulai dengan memberinya motivasi bukan dengan ancaman apalagi kekerasan. Sehingga hati anak lebih mudah terpaut dengan cinta dan harapan yang kita minta. Akhirnya Anak akan merespon dan terkesan untuk memperbaiki jiwa dan perilakunya.

4. Tegas Tetapi Tidak Kaku

Sebagai orang tua, sebaiknya memiliki sifat yang fleksibel, tegas akan tetapi tidak kaku, dan membiasakan diri untuk mengajak anak untuk berdialog. Banyak orang tua yang dengan egonya bersikukuh untuk tidak mau mendengarkan apa yang diuangkapkan anak dalam menjelaskan apa yang sedang anak-anak hadapi, sehingga orang tua cenderung untuk memaksakan penilaian dan kehendaknya sendiri.

Fleksibel di sini juga bukan berarti orang tua harus lemah dan menjadi tidak disiplin, akan tetapi sikap untuk mau memahami perbuatan yang dilakukan anak yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang tepat dan selagi masih dalam koridor yang benar. Bahkan, sikap ini dapat membantu orang tua memahami  kepribadian anak dan karakternya, mampu menggali potensi anak, bakatnya, dan kreatifitas yang dia miliki. Anak pun akan cenderung menjadi terbuka dan tidak merasa canggung atau takut ketika akan mengemukakan apa yang ingin disampaikannya.

5. Bijaksana

Orang tua yang bijaksana, tidak akan membiarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi berlalu begitu saja dengan sia-sia tanpa diambil hikmah dan pelajarannya. Kemampuan memanfaatkan momentum peristiwa tertentu ketika memberikan arahan dan menanamkan nilai-nilai pendidikan ke dalam jiwa anak-anak ini akan menjadikan anak lebih mudah terpengaruh, bahkan cenderung lebih efektif, lebih meresap dan bertahan lama.

Selain itu, orang tua yang bijak juga mampu mengetahui kapan dan bagaimana menyampaikan dan memberikan sebuah tugas kepada sang buah hati. Memberikan tugas haruslah sesuai dengan usia dan kadar intelektualitasnya, tidak menugaskan sesuatu pada waktu yang tidak tepat, bahkan tetap terus memantau apa yang dilakukan anak terkait apa yang kita tugaskan tersebut, misalnya, dengan mengucapkan ‘Bagus, Terimakasih, Semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu’ ketika ia telah menyelesaikan tugasnya.

6. Moderat

Orang tua tidak bisa memaksakan kehendaknya hanya karena menurut penilaiannya baik dan apa yang dilakukan anak tidak pantas. Akan tetapi, orang tua sebaiknya mengajak anak berdialog terlebih dahulu. Mengajak anak berbicara secara intensif sehingga dapat menggali apa yang menjadi keinginan anak. Sikap moderat ini bukan berarti mengalah pasrah mengikuti apa saja yang diinginkan anak, akan tetapi dapat menjadi pembuka jalan untuk anak memahami emosi dan perasaannya dalam menghadapi situasi yang akan dihadapinya.

Oleh karena itu, dalam hal ini, sikap tegas dari orang tua tetap diperlukan untuk mengarahkan anak dalam melihat resiko-resiko yang kelak akan dihadapi anak. Sikap tegas ini juga senantiasa dibarengi dengan sikap moderat dan terbuka dengan memberikan peluang kepada anak untuk mengemukakan sikap dan keinginannya.

7. Bertahap dalam memberi Nasihat

Ketika hendak meluruskan sikap dan perilaku seorang anak, hendaklah orang tua memberikan nasihat kepada anak melalui tindakan, tidak hanya sekedar dengan ucapan yang panjang lebar kali tinggi (upss…), sehingga anak akan lebih mudah menangkap dan memahami maksud dari nasihat yang diberikan orang tuanya. Karena seorang anak akan lebih mudah mengikuti apa yang dicontohkan oleh orang tuanya dibanding dengan dengan hanya sekedar diucapkan semata, bahkan seorang anak bisa saja membantah apa yang dinasihatkan orang tua mereka ketika orang tua tidak melakukannya.

Dalam memberikan nasehat, orang tua memerlukan strategi yang tepat dan cermat serta membutuhkan kesabaran ekstra, bahkan harus memperhatikan waktu, situasi dan kondisi yang tengah dialami anak (baca artikel memilih waktu yang tepat untuk menasehati).  Misalnya ketika mendidik anak shalat. Dalam Islam diajarkan melaui tiga tahap. Pertama, Anak menyaksikan orang tuanya melaksanakan shalat lalu ia segera mengikutinya (sejak kecil hingga usia 7 tahun). Kedua, anak mulai diminta untuk melaksanakan shalat (usia 7 tahun hingga 10 tahun). Dan Ketiga, pada tahap ini anak boleh diberi peringatan ketika tidak mau melaksanakan shalat.

Oleh karena itu, nasihat tersebut sebaiknya diberikan dengan menggunakan cara-cara yang arif dan bijak, santun, serta penuh kasih sayang, tidak bertubi-tubi, tidak menyerahkan berbagai masalah kepadanya sekaligus, dan bertahap, sehingga akan sangat mudah mempengaruhi jiwa anak, dan membuat anak mudah merespon segala nasehat yang diberikan dan cenderung tidak mengabaikannya.

Nah.. ayah dan bunda,, ternyata untuk sukses mendidik anak gampang-gampang susah ya.. Namun, intinya untuk mencapai tujuan apapun, betapapun ingin dicapai dengan cepat, haruslah melewati beberapa langkah yang dirancang oleh kedua orang tua dan bekerjasama dalam pelaksanaannya. Wallahu a’lam. 

Silvia Rahmah
0 0 votes
Article Rating
Visited 1 times, 1 visit(s) today

Silvia Rahmah

Magister Pendidikan Quran Hadis. Berpengalaman di dalam dunia jurnalistik dan editor di sejumlah penerbit nasional. Ia juga menyukai pengasuhan anak-anak atau parenting.

Silvia Rahmah
Subscribe
Notify of
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x