Apa yang Salah? Ketika Orang Tua Berkata Kepada Anaknya “Bekerja Keraslah Nak”
“Dibutuhkan lebih dari ketabahan untuk berhasil di dunia yang penuh dengan ketidakadilan sistemik.” Begitu kata Michael Blanding dalam sebuah artikelnya.
Karenanya seringkali kita mendengar nasihat orang tua kepada anak-anaknya “Bekerja keraslah” jika ingin sukses. Seakan kerja keras dan kesuksesan merupakan pasangan sejoli. Nasihat itu mungkin tampak seperti inspirasi yang mengagumkan untuk mendorong anak-anak bekerja keras saat mereka mengejar tujuan mereka.
Namun, penelitian baru dalam Journal of Experimental Social Psychology menunjukkan bahwa pesan tersebut mungkin memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan, membuat orang percaya bahwa seseorang yang tidak berhasil tidak mau mencoba. Dan persepsi tersebut dapat melanggengkan ketimpangan dalam masyarakat.
Penelitian online ini melibatkan 200 orang Amerika. Kepada mereka diberikan cerita fiksi tentang planet dengan dua spesies asing, blarks dan Orps, yang berbeda dalam jumlah kekayaan, pencapaian pendidikan dan status pekerjaan.
Kemudian, kepada orang tua diminta untuk membayangkan bagaimana mereka dapat menjelaskan perbedaan pencapaian antara kedua spesies tersebut kepada anak-anak mereka, menghubungkannya dengan keberuntungan, kemampuan, atau usaha.
Hasil penelitian menunjukkan bahwalebih banyak responden, sekitar 41 persen, memilih untuk menjelaskan spesies dengan tingkat pencapaian yang lebih rendah sebagai kurang berusaha, dibandingkan dengan 34 persen mengatakan karena keberuntungan, dan 25 persen menyebutkan kemampuan.
Dalam studi kedua, para peneliti meminta orang tua dan anak-anak di museum sains di Boston dan Vancouver, Kanada, untuk menyelesaikan survei secara terpisah tentang cerita yang sama. Mereka menemukan bahwa 60 persen anak menghubungkan status alien yang tidak setara dengan kurangnya usaha, dibandingkan dengan 21 persen mengatakan itu adalah keberuntungan dan 20 persen memilih kemampuan.
Dalam studi terakhir, para peneliti meminta anak-anak untuk memainkan permainan di mana mereka diberi tahu bahwa satu alien memiliki koin dan yang lainnya tidak. Anak itu diberi penjelasan berbeda mengapa alien tertentu memiliki koin, lagi-lagi dikaitkan dengan keberuntungan, kemampuan, atau usaha, dan kemudian diminta untuk memberikan koin tambahan kepada alien pilihan mereka. Mereka bisa mengabadikan ketidaksetaraan dengan memberikannya kepada alien yang sudah memilikinya atau memperbaiki ketidaksetaraan dengan memberikannya kepada alien tanpa apa-apa.
Saat diberi tahu bahwa alien memiliki koin karena usaha atau kemampuan, sekitar sepertiga anak memperbaiki ketidaksetaraan tersebut. Tetapi ketika diberi tahu perbedaan itu karena keberuntungan, anak-anak memperbaiki ketidaksetaraan itu dengan memberikan koin kepada alien yang tidak punya sebanyak 75 persen.
Dalam penjelasannya Gonzalez, tim peneliti, mengatakan “Dengan keberuntungan, anak-anak menyadari bahwa mungkin orang tersebut tidak mengendalikan keadaan mereka, dan oleh karena itu, mereka dapat melakukan sesuatu untuk mengatasi ketidaksetaraan ini.”
Michael Blanding dalam artikelnya yang berjudul “When Parents Tell Kids to ‘Work Hard,’ Do They Send the Wrong Message?” mengatakan bahwa studi ini menunjukkan sebuah pola: Orang tua lebih cenderung mengaitkan kesuksesan dengan usaha, dan anak-anak dari orang tua tersebut lebih cenderung mengikutinya. Anak-anak yang percaya bahwa ketidaksetaraan disebabkan oleh kurangnya usaha cenderung tidak dapat memperbaiki ketidaksetaraan tersebut.
Penilaian terhadap kesuksesan seseorang karena usaha atau keberuntungan berpengaruh terhadap seorang anak untuk melakukan perubahan dengan memberi bantuan atau tidak. Dan pandangan seorang anak terhadap orang lain tersebut sangat dipengaruhi oleh pandangan orang tuanya.***