Happily Ever After
Dalam kisah dongeng seperti cinderalla atau sleeping beauty, selalu ada statement terakhir “dan merekapun hidup bersama selamanya”. Statement ini lah sesungguhnya yang menyihir pembaca dan seolah ingin sekali memiliki kisah yang sama karena cita cita bahagia selamanya.
Dalam Islam, kebahagiaan yang hakiki sesungguhnya penerimaan, terutama dalam sebuah keluarga. Keinginan menuntut orang lain menjadi sempurna dan sesuai seperti yang kita inginkan adalah sungguh sumber penderitaan, makanya bersikap cukup dan bersyukur menjadi kunci bahagia bagi siapapun juga baik secara individu maupun dalam sebuah keluarga.
Bagi seorang ayah tak cukup baginya menuntut anak anaknya seperti yang diinginkannya sebelum dia menerima dulu lebih kurang anaknya. Kelebihan anak adalah anugrah dari Allah dan kekurangan menjadi sebuah pengikat antara ia sebagai ayah untuk terus menerus mampu melakukan instrospeksi, evaluasi hingga media untuk terus melejitkan potensi anak.
Bagi ibu, juga demikian tak melulu meminta anak melakukan dan menuruti yang diinginkannya namun memahami kebutuhan anak sesuai kebutuhan zaman dan terpenting sesuai dengan ajaran Islam.
Bagi anak-anak, menerima dan mensyukuri keberadaan orang tua dan segala fasilitas yang ada di rumah adalah bekal kebahagiaan. Bagaimana ikhlas mematuhi perintah orang tua seperti juga mentaati perintah Allah. Bagaimana bersabar ketika mendapatkan ujian atau jika ternyata orang tua berkekurangan. Semua penerimaanlah yang menjadi sumber kebahagiaan.
Bagi para orang tua, memelihara kebahagiaan untuk tetap hidup bersama tentunya menbutuhkan waktu dan pengertian satu sama lain. Orang tua yang bahagia akan menjadi cermin bagi anak anaknya. Maka pasangan yang bahagia adalah asset terbesar untuk keluarga bahagia.
Beberapa hal yang penting dicatat adalah bahwa pasangan yang bahagia akan bisa terus hidup bahagia jika :
1. Sebagai pasangan selalu berupaya menghidupkan suasana satu sama lain, tidak membiarkan keheningan membungkam kehidupan mereka satu sama lain, karena mereka tahu hening akan dapat membunuh hubungan secara perlahan-lahan.
2. Sebagai pasangan (suami-istri/ayah-ibu) selalu berupaya menumbuhkan minat yang sama dan ingin melihat perkembangan yang sama satu sama lain. Artinya bahwa jika memang berbeda minat maka masing masing bisa saling mensupport hingga mampu berkembang bersama meski berbeda bidang. Jika memang satu bidang maka akan menjadi partner yang baik.
3. Sebagai pasangan (suami-istri/ayah-ibu) mereka memiliki selera humor yang sama dan mampu menikmatinya hingga membuat satu sama lain tertawa dan terhibur.
4. Sebagai pasangan (suami-istri/ayah-ibu) mereka mungkin berdebat tentang hal-hal yang sepele tetapi mereka tahu cara untuk meningkatkan saling pengertian satu sama lain, hal ini juga akan menjadi model bagi anak bagaimana komunikasi saling pengertian dari sebuah perdebatan atau perselisihan.
5. Sebagai pasangan (suami-istri/ayah-ibu) seharusnya tidak pernah lelah mengekspresikan rasa cinta mereka satu sama lain. Hal inipun akan dapat terpancar kepada anak anak bagaimana ayah ibu nya terlihat sangat saling mencintai dan saling membutuhkan.
6. Sebagai pasangan (suami-istri/ayah-ibu) selalu membuat keputusan bersama baik untuk masalah besar maupun masalah yang kecil dan sepele.
7. Sebagai pasangan (suami-istri/ayah-ibu) dapat saling memberi privacy masing masing untuk melakukan apa yang mereka sukai. Ini yang sering juga disebut kadang ayah atau ibu atau bahkan anak memerlukan ‘me time’ sendiri sendiri.
8. Sebagai pasangan (suami-istri/ayah-ibu) sebaiknya tidak hanya mengobrol yang mungkin kadang terkesan basa basi tetapi sering melakukan pembicaraan mendalam untuk saling memahami satu sama lain.
Pada kesimpulannya, untuk bahagia selamanya ternyata bukan hal yang ‘given’ atau terberi begitu saja namun ia harus selalu dipelihara, dipupuk dan dijaga sehingga ia akan terus tumbut awet hingga tak pernah lapuk dimakan usia.[]
- Namaku Safiye - 13/03/2021
- No Excuse! - 14/04/2020
- Aisyah - 07/04/2020