Hukum Perempuan Hamil dan Menyusui Tidak Puasa Ramadan, Qada atau Fidyah?
Puasa Ramadan adalah salahsatu puasa yang wajib dilakukan oleh umat Islam yang telah memenuhi syaratnya. Dalilnya adalah QS. Al-Baqarah ayat 183.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Meskipun demikian, orang dalam kondisi-kondisi tertentu seperti dalam perjalanan atau musafir, orang sakit, orang yang sudah sangat sepuh, perempuan hamil dan menyusui diperbolehkan untuk tidak puasa Ramadan.
Bagi meraka yang diberikan keringanan tidak puasa karena ada halangan tertentu itu diwajibkan untuk mengganti puasa yang ditinggalkannya pada hari lain. Ada juga yang harus membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin.
Terkait dengan hukum bagi perempuan hamil dan menyusui tidak berpuasa Ramadan ulama berbeda pendapat tentang qada (mengganti puasa di hari lain) atau membayar fidyah (memberi makan orang miskin).
Pertama, menurut madzhab Hanafi kalau perempuan hamil dan perempuan menyusui tidak berpuasa, maka wajib bagi mereka mengqada saja tanpa membayar fidyah.
Kedua, menurut madzhab Syafi’i dan Hambali, selain harus mengqada, keduanya harus pula membayar fidyah jika mereka khawatir atas anaknya saja.
Ketiga, menurut madzhab Maliki, perempuan hamil harus mengqada tetapi tidak harus membayar fidyah. Sedangkan perempuan yang menyusui, selain mengqada harus juga membayar fidyah.
Kekhawatiran itu, menurut Syaikh Wabhah Az-Zuhaili dalam kitabnya “al-Fiqhul Islami Waadilatuhu” berupa lemahnya kecerdasan, mati, atau sakit. Lebih lanjut Syaikh Az-Zuhaili menjelaskan bahwa kekhawatiran tersebut didasarkan atas praduga kuat dengan dasar pengalaman sebelumnya atau dengan dasar informasi seorang dokter Muslim yang mahir dan berperangai baik.
Dalil atau argumen kebolehan perempuan hamil dan menyusui untuk tidak puasa Ramadan tersebut adalah qiyas kepada orang sakit dan musafir. Selain itu, hadis nabi SAW.
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menggugurkan kewaiiban puasa dan separuh shalat dari pundak musafir, dan menggugurkan puasa dari pundak perempuan yang hamil dan perempuan yang menyusui.”
Bahkan menurutSyaikh Az-Zuhaili, haram berpuasa jika perempuan yang hamil atau yang menyusui itu khawatir dirinya atau anaknya akan binasa.
Menurut Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, jumhur ulama, selain madzhab Hanafi, perempuan hamil dan perempuan menyusui wajib membayar fidyah dan juga mengqada puasa yang ditinggalkannya apabila mereka khawatir atas anak mereka. Adapun jika mereka tidak berpuasa karena khawatir atas diri mereka sendiri maka mereka hanya wajib qada saja.
Ada dua alasan yang dikemukakan.
Pertama mengacu pada QS. Al-Baqarah ayat 184.
“…Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayor fidyah….“
Menurut Ibnu Abbas, perempuan hamil dan perempuan menyusui, mereka tergolong dalam cakupan ayat ini.
“Rukhshah lelaki dan perempuan yang tua renta, yang berat sekali untuk menjalani puasa, adalah mereka boleh tak berpuasa, tetapi mereka harus memberi makan seorang miskin untuk setiap harinya. Demikian pula perempuan yang hamil dan yang menyusui, apabila mereka khawatir atas anak mereka, boleh tidak berpuasa dan harus memberi makan orang miskin.”
Demikian penjelasan Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya “al-Fiqhul Islami Waadilatuhu” yang merujuk pada kitab “Nailul Authaar”.
Alasan kedua, perempuan hamil dan perempuan menyusui keduanya ketika mereka tidak puasa Ramadan karena kondisi fisik mereka tidak mampu berpuasa, maka mereka diwajibkan untuk membayar fidyah seperti orang tua yang renta.
Adapun menurut madzhab Hanafi, perempuan hamil dan perempuan menyusui tidak wajib membayar fidyah, apa pun alasan tidak berpuasanya mereka.
Dalilnya adalah hadis Anas bin Malik al-Ka’bi,
“Sesungguhnya Allah telah menggugurkan kewajiban separuh shalat dari tanggungan musafir, dan menggugurkan kewajiban puasa dari tanggungan perempuan yang hamil dan menyusui. Demi Allah, sungguh Rasulullah saw. mengatakan sabda ini, entah salah satunya atau kedua-duanya.”
Alasan kedua, madzhab Hanafi tidak mewajibkan perempuan hamil dan perempuan menyusui membayar fidyah adalah mereka tidak berpuasa karena ada uzur dan itu diperbolehkan, seperti halnya diperbolehkannya orang yang sakit untuk tidak puasa di bulan Ramadan. Dan orang sakit yang ada kemungkinan sehat ketika meninggalkan puasa kewajibannya adalah mengqada puasa yang ditinggalkannya.
Setelah melihat sejumlah pendapat tersebut, Syaikh Wahbah Az-Zuhaili berpendapat bahwa pendapat jumhur lebih kuat dan lebih shahih. Karena menurutnya, dalil yang mereka gunakan adalah nash yang khusus membicarakan masalah ini. Sedangkan hadis Anas yang digunakan oleh madzhab Hanafi di atas bersifat mutlak, tidak menyinggung kafarat.
Demikian pandangan sejumlah ulama terkait dengan hukum perempuan hamil dan perempuan menyusui yang tidak berpuasa Ramadan. Wallahu a’lam Bishawab.***