Inspirasi Feminisme dari Al Quran

Ilustrasi: freepik.com

Judul di atas sengaja saya buat,  untuk menanggapi rame-rame di medsos yang sempat menyeruak beberapa waktu lalu. Meskipun tanggapan ini terkesan sangat telat,  namun mudah-mudahan tetap bermanfaat mengingat rentang waktu dari situasi tersebut semestinya telah membuat kita bisa berpikir jernih. 


Menyandingkan istilah ‘Feminisme’ dengan ‘Islam’,  mungkin serasa kurang pas karena terkesan berhadap-hadapan. Makanya, Asma Barlas sempat mengungkapkan bahwa “being a Muslim Feminist is not easy”.Kenapa? Di kalangan muslim,  seringkali dia dipandang ide-idenya bertentangan dengan ajaran Islam. Sementara di kalangan feminis pun, seringkali dicap bahwa ia hanya memperjuangkan hak-hak perempuan dengan setengah hati. 


Kegundahan itu tampaknya diamati betul oleh Nina Von Egmond,  seorang peneliti dari Belanda yang sempat magang di Rahima sekitar tahun 2008-2009 untuk penyelesaian disertasinya di Nijmegen University,  Belanda. Dalam laporannya ia menulis, “For muslim women,  against religion is not an option. But they try to struggle for their rights,  through their own faith.”

Sebuah kesimpulan yang menurut saya sangat humble (rendah hati) dan sangat menghormati cara pandang feminisme itu sendiri, yakni menghargai pengalaman perempuan yang dalam kenyataan juga bisa sangat beragam.


Salah satu di antara keragaman itu,  adalah proses belajar dari pengalaman batin dan religiusitas perempuan sendiri yang berusaha menemukan inspirasi gagasan feminis berdasarkan sumber-sumber keyakinannya.

Di dalam Al Quran,  terlihat bahwa masyarakat mengalami evolusi cara berpikir melalui hadirnya kritik atas praktik yang terjadi di masa lalu yang mendiskriminasikan perempuan.

Misalnya,  kritik atas perilaku bangsa Arab sebelum Islam yang malu memiliki anak perempuan sehingga tak jarang bayi-bayi perempuan dikubur hidup  tak lama setelah dia dilahirkan (QS An Nahl: 58-59).

Islam hadir untuk mengubah perlakuan masyarakat yang tidak memandang perempuan sebagai manusia bahkan melihatnya sebagai benda yang diwariskan,  dengan melihat laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang setara di hadapan Allah swt.dimana hanya ketaqwaan yang jadi faktor pembeda kualitas kemanusiaan mereka (QS.Al Hujurat: 13).

Islam   menghargai amal saleh laki-laki dan perempuan serta menjanjikan kehidupan yang lebih baik atas apa yang mereka kerjakan (QS An Nahl: 97) serta menghargai kualitas ibadah, akhlak dan kiprah sosial laki-laki dan perempuan (QS.Al Ahzab: 35) serta memberikan bagian dari apa yang mereka usahakan (QS An Nisa: 32).

Selain itu mereka bisa mendapatkan waris,  memiliki dan mengelola properti, dan juga memberikan warisan.Perhatian Al Quran terhadap kaum perempuan,  banyak dihadirkan melalui judul surat yang sangat terkait dengan perempuan seperti QS An Nisa’,  QS Al Mujadilah, QS Al Mumtahanah,  bahkan ada salah satu surat dalam Al Quran yang secara eksplisit menggunakan nama perempuan sebagai judulnya : Maryam.

Beberapa kisah inspiratif tentang perempuan juga hadir di sana, misalnya tentang ibu Nabi Musa (Ummi Musa),  perempuan yang berkuasa dan memiliki kerajaan yang sangat besar (Balqis) dan beberapa nama juga menjadi sebab (asbab al-nuzul) beberapa surat atau ayat dalam Al Quran. Seperti Khaulah bint Tsa’labah,  Ummu Salamah dan Aisyah. Al Quran juga secara eksplisit menyebutkan isu-isu terkait hak-hak reproduksi perempuan yang sangat terkait dengan kebertubuhannya (haid,  hamil, pemberian ASI dll.)Kisah Khaulah bint Tsa’labah yang mengadukan dirinya atas perlakuan suaminya Aus bin Shamit yang telah melakukan zhihar (menyerupakan istri seperti punggung ibu nya) atas dirinya yang membuatnya kehilangan  hak atas nafkah batin (hak-hak seksual) bahkan perceraian sepihak dalam perkawinan,  menjadi sebab turunnya QS. Al Mujadilah.

Sementara itu,   protes Ummu Salamah r.a.atas penggunaan bahasa dalam Al Quran yang menafikan eksistensi dan peran perempuan dijawab langsung dengan redaksi QS Al Ahzab: 35)  yang secara menyebutkan secara tegas laki-laki dan perempuan dalam redaksi ayat. Sementara,  kisah tentang Aisyah yang menjadi korban atas desas-desus tentang dirinya yang dituduh telah berselingkuh dengan Shafwan bin Mu’athal saat mencari kalungnya yang terjatuh sebagai mana dikisahkan dalam hadis Ifki,  telah menjadi sebab turunnya QS An Nur: 4 tentang Qadzaf (menuduh istri berzina) yang hukumannya bisa kembali pada dirinya sendiri saat menyatakan tuduhan itu tidak bisa menghadirkan 4 orang saksi.

Spirit kisah ini justru memperlihatkan bagaimana upaya Islam untuk menghormati dan menjaga kehormatan perempuan.Tentu masih banyak kisah menarik lainnya yang bisa kita petik dari diturunkannya ayat-ayat dalam Al Quran.

Namun yang perlu kita sadari bersama adalah bahwa teks-teks tersebut tidak hadir di ruang hampa. Ada konteks yang melatar belakanginya,  dan tentunya kita tidak bisa mengabaikan pada spiritnya untuk menghadirkan tatanan kehidupan yang adil,  setara, dan menghargai martabat serta hak-hak asasi manusia. Wallahu a’lam bish-shawab.

AD. Kusumaningtyas
5 1 vote
Article Rating
Visited 1 times, 1 visit(s) today
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x