Ketentuan Hukum Bagi Perempuan yang Tidak Puasa Karena Hamil dan Menyusui
Setiap umat Islam yang baligh, berakal dan mampu wajib menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Dasar kewajiban puasa ini disebutkan dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 183:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Dan hadis Nabi Muhammad ﷺ tentang rukun Islam:
Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Islam dibangun di atas lima hal: bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, pergi haji, dan puasa di bulan Ramadan.'” (HR. Muslim).
Namun demikian, ada orang-orang yang mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa. Tetapi mereka wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan atau menggantinya dengan membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin dengan jumlah yang ditentukan.
Siapa saja yang mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa tersebut?
Orang yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa diantaranya adalah orang yang sedang bepergian, orang yang sakit, orang tua yang tidak kuat berpuasa dan perempuan hamil dan menyusui.
Khusus untuk perempuan yang sedang hamil dan menyusui, menurut fatwa MUI Nomor: 24 Tahun 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah di Bulan Ramadan dan Syawal 1442 H, ada tiga hukum.
Ibu hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Jika khawatir terhadap kondisi kesehatan dirinya, maka wajib mengqadha.
b. Jika khawatir terhadap kondisi kesehatan diri dan bayinya, maka wajib mengqadha.
c. Jika khawatir terhadap kondisi kesehatan bayinya, maka wajib mengqadha dan membayar fidyah.
Fatwa MUI tersebut diantaranya mendasarkan pada pendapat Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’.
Jika ibu hamil dan menyusui khawatir terhadap kondisi kesehatan dirinya maka wajib mengqadha’ dan tidak membayar fidyah, karena kondisi mereka seperti orang sakit. Jika mereka khawatir terhadap kondisi bayinya maka mereka boleh tidak berpuasa dan wajib mengqadha’, Adapun kewajiban membayar fidyah, ada tiga keadaan: (pertama) dalam kitab al-Um “wajib membayar fidyah satu mud untuk setiap harinya dan ini adalah pendapat yang shahih, sebagaimana firman Allah SWT “Dan atas orang yang tidak mampu, harus membayar fidyah …”
Sementara itu, untuk menambahkan dasar hukum bagi perempuan yang tidak puasa karena hamil dan menyusui ada sejumlah pendapat ulama untuk memperkuatnya sebagaimana dijelaskan nu.or.id.
Pertama, penjelasan Syekh Salim bin ‘Abdillah Bin Sumair dalam kitab Safinatun-Naja fi Ushulid-Din wal-Fiqh:
‘Macam-macam putusnya puasa dan hukumnya terdiri dari empat hal; Pertama, perkara yang mewajibkan qadha dan membayar fidyah, yaitu putusnya puasa sebab mengkhawatirkan orang lain dan tidak menqadha puasa disebabkan menunda-nunda pada waktu yang dimungkinkan, hingga datang bulan Ramadhan berikutnya. Kedua, perkara yang hanya mewajibkan qadha saja, dalam hal ini terjadi pada kebanyakan orang seperti sakit ayan dan lain-lain. Ketiga, perkara yang mewajibkan membayar fidyah tidak qadha, yaitu orang yang tua renta. Keempat, tidak wajib qadha dan tidak wjib fidyah yaitu orang gila yang tidak disengaja gilanya.” (Safinatun-Naja fi Ushulid-Din wal-Fiqh, Surabaya: al-Bayan, hal. 114).
Kedua, penjelasan Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumiddin:
“Adapun fidyah adalah wajib atas wanita hamil dan menyusui ketika keduanya membatalkan puasa karena khawatir akan keselamatan anaknya, setiap hari (yang ditinggalkan) satu mud untuk satu orang miskin, dan dibarengi dengan melakukan qadha (mengganti puasa)” (Imam al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Indonesia: Dar al-Ihya, hal. 234, Juz 1).
Ketiga, penjelasan Syekh Taqiyuddin dalam kitab Kifayatu al-Akhyar:
“Jika keduanya (wanita hamil dan menyusui) mengkhawatirkan kondisi anaknya; sebab keguguran bagi wanita hamil dan sedikit ASI bagi wanita yang menyusui, maka keduanya berbuka. Dan wajib atas keduanya mengqadha dan membayar fidyah satu mud untuk setiap hari (hari meninggalkan puasa).” (Syekh Taqiyuddin, Kifayatul-Akhyar, Indonesia: Dar al-Ihya, juz 1, hal. 213).
Demikian ketentuan hukum bagi perempuan yang tidak berpuasa karena hamil atau menyusui dengan dalil dan sumber-sumbernya. ***