Ketika Ada ‘yang Tak Dirindukan’

Ilustrasi: freepik.com

Adalah Amelia (bukan nama sebenarnya) akhirnya menitikkan airmata sambil mengangguk setelah pihak pengadilan mengabulkan permohonan pemohon (suami Amelia) untuk melakukan poligami dengan seorang perempuan (sambil menyebutkan nama Sefti ) seraya membebankan biaya perkara kepada pemohon. Ketukan palu tadi menandai babak keluarga Amelia selaku termohon dengan Gilang (bukan nama sebenarnya) sebagai pemohon dan kini Amelia harus menerima kehadiran Sefti di tengah keluarganya. Amelia, perempuan berusia 29 tahun, harus rela dimadu oleh suaminya dengan Sefti (bukan nama sebenarnya). Sefti adalah janda yang menginjak usia 37 tahun. Setelah melewati persidangan selama tiga kali, Gilang yang berpenghasilan Rp 10 juta per bulan akhirnya memiliki dua istri. (Kaltim Post, Maret 2019).

Ilustrasi tadi ingin membawa tulisan ini kepada sebuah tema tentang keluarga, pasangan suami istri yang pada perjalanannya harus melewati badai datangnya seseorang yang sesungguhnya tak dirindukan bagi sebuah keluarga utuh.

Penulis ingin memulai dengan membahas pentingnya sebuah lembaga keluarga. Keluarga sesungguhnya adalah lembaga moral terbesar dalam masyarakat karena dalam keluargalah setiap individu memperoleh pendidikan mendasar dimana ayah/ibu atau suami/istri memerankan 50% tugas mulianya di dalam keluarga. Dari cara mendidik anak-anaknya, komunikasi, tata krama, life survive semuanya terjadi dalam sebuah keluarga.

Jika seseorang tidak lagi menyadari fungsi keluarga sebagai lembaga moral terbesar, maka ia sungguh benar-benar jatuh 50% dari hakekat moral hidupnya.  Jika seseorang sukses dalam keluarganya, maka dapat dijamin ia akan sukses dalam masyarakat. Itulah mengapa Islam sangat menjunjung tinggi sebuah ikatan pernikahan dengan sebutan mitsaqan gholidzo yaitu ikatan suci. Akad nikah tidak hanya merupakan perjanjian antara dua manusia, karena ia juga merupakan perjanjian antara manusia dengan sang pencipta.

Namun tak jarang sebuah keluarga layaknya sebuah bahtera, masing-masing bahtera memiliki ujiannya masing-masing, dari gelombang besar hingga badai. Badai besar yang menimpa sebuah keluarga salah satunya adalah hadirnya orang ketiga yang meminjam bahasa Asma Nadia dalam filmya adalah sebagai pemilik ‘surga yang tak dirindukan’. Dikatakan surga karena alih alih keikhlasan istri menerima suami untuk berpoligami adalah surga, padahal tentunya ia tak pernah diinginkan dalam sebuah keluarga utuh.

Sejatinya, poligami dilegalkan dan diatur oleh hukum Islam. Secara umum, di dunia terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligini (sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki beberapa istri dalam waktu bersamaan), poliandri (sistem perkawinan yang membolehkan seorang perempuan mempunyai suami lebih dari satu dalam waktu bersamaan), dan pernikahan kelompok (group marriage), yaitu kombinasi poligini dan poliandri. Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namun poligami merupakan bentuk yang paling umum terjadi.

Di Indonesia sendiri, istilah poligami dibatasi dalam arti yang sama dengan poligini. Hal itu muncul karena lembaga perkawinan di Indonesia hanya mengizinkan poligini, tidak poliandri. Hal ini sesuai ketentuan mengenai poligami di Indonesia yang diatur dalam UU 1/1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Dalam UU ini pengadilan agama tidak akan mengeluarkan izin poligami jika syarat tidak terpenuhi misalnya salah satu syaratnya yaitu persetujuan istri pertama. Dalam hal ini hukum dan alurnya sudah jelas.

Namun faktanya banyak poligami berujung pada perceraian. Hal ini bisa jadi karena poligami yang dilaksanakan zaman now ini jauh berbeda dengan praktik dan tujuan Rasulullah SAW dahulu. Dalam struktur masyarakat muslim, praktik poligami tidak bisa dianggap sebagai sebuah kelaziman sosial karena meski praktik poligini atau poligami dilakukan Nabi Muhammad SAW, namun saat itu dilakukan secara terang-terangan, tidak sembunyi-sembunyi seperti kebanyakan sekarang. Jika ingin dikatakan secara ‘brutal’ maka praktik poligami sekarang ini mirip seperti perselingkuhan yang kemudian dilegalkan. Praktik poligami sekarang banyak terjadi tanpa persetujuan istri pertama sehingga itu menunjukkan bahwa secara hukum moral sosial, praktik poligami merupakan sesuatu yang tidak laik dipublikasikan dan mungkin akhirnya bisa disebut perselingkuhan . Pada zaman nabi, poligami yang dilakukan mempunyai kontribusi kemanusiaan dan agama yang sangat jelas yaitu untuk sebuah jaminan kesejahteraan para istri dan anak yatim bukan semata hasrat seksualitas.

Mirisnya, fakta di balik poligami adalah banyak penyebab terjadinya poligami sama dengan penyebab terjadinya perselingkuhan yang ujungnya berakhir pada perceraian. Menukil data Pengadilan Tinggi Agama Samarinda, sepanjang 2018 terdapat 7.191 kasus perceraian yang penyebabnya terjadi nikah di bawah tangan terlebih dahulu oleh suami. Adapun kasus perceraian serupa paling tinggi terjadi pada periode 2013-2018 yaitu pada tahun 2016 dengan 8.817 kasus perceraian. Atau rata-rata dalam sehari, ada 24 pasangan suami-istri yang memutuskan bercerai karena alasan suami menikah di bawah tangan dengan perempuan lain.

Akhirnya, bagi sebuah keluarga perlu terus diingatkan beberapa hal:

1. Ikhtiar membangun sebuah keluarga adalah sebuah ikhtiar menyelesaikan separuh hidup maka kesetiaan menjadi segalanya untuk hidup yang lebih mulia di mata Allah dan lebih tentram secara psikologis karena dijalani apa adanya tanpa ada yang disembunyikan.

2. Kekurangan anggota keluarga, pasangan adalah sebuah keniscayaan maka butuh keahlian untuk masing masing pihak berlatih memperbaiki dan saling menerima satu sama lain.

3. Menjalin pernikahan seperti yang disebut di atas adalah menjadi ikatan suci dan perjanjian ilahi, jika ada yang tak dirindukan hadir sesungguhnya adalah ujian kesetiaan apakah ia terjerumus pada hasrat birahi atau justru berjuang penuh pada janji suci.

Keluarga yang di dalamnya adalah suami atau istri, ada ayah atau ibu adalah partner. Keluarga akan menjadi kokoh jika partnership yang dibangun kuat dan kekuatan itu tidak hanya berdasarkan pada cinta tetapi pada iman dan kesetiaan, itulah tiang-tiang bagi fondasi surga yang dirindukan, di luar itu tak pernah diinginkan.[]

Daan Dini
Latest posts by Daan Dini (see all)
0 0 votes
Article Rating
Visited 1 times, 1 visit(s) today

Daan Dini

Mantan redaktur pelaksana Swara Rahima, founder Aminhayati Educares dan dosen di STAI Haji Agus Salim.

dini khairunida
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x