KUHP Baru: Pelaku Hidup Bersama Di Luar Perkawinan Bisa Dipenjara 6 Bulan

Seseorang bertanya di hukumonline.com. Begini pertanyaannya:
Dua orang yang saling mencintai dan sudah sama-sama dewasa yang keduanya masing-masing tidak terikat oleh perkawinan resmi (hidup bersama) , dapatkah dituntut secara hukum? Dan apakah tindakan warga setempat yang mencoba men-sweeping dan mengusir itu dapat dibenarkan secara hukum?
Pertanyaan tersebut dilontarkan sekitar 10 tahun yang lalu. Waktu itu, pengelola rubrik tanya jawab hukum tersebut menjawab bahwa belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut.
Pada dasarnya, tidak ada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini yang melarang pasangan pria-wanita yang sudah dewasa dan masing-masing tidak terikat perkawinan resmi, hidup bersama tanpa ikatan perkawinan.
Namun sekarang ini, sudah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut yaitu di KUHP yang baru saja disahkan oleh DPR RI. RUU KUHP (Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana) baru saja disahkan oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Republik Indonesia (6/12). Pengesahan RUU KUHP ini diiringi dengan penolakan sejumlah kalangan terkait dengan pasal-pasal di dalamnya.
Salah satu pasal yang mendapat sorotan dari masyarakat adalah pasal tentang kesusilaan yaitu diantaranya terkait dengan pidana bagi pelaku hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan. Ketentuan ini tercantum pada RUU KUHP Versi 6 Desember 2022 Pasal 412 ayat (1) yang berbunyi:
Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Denda kategori II yang dimaksud pada pasal ini adalah Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sesuai dengan pasal 79 RUU KUHP ini.
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Orang yang hidup bersama tanpa perkawinan tidak bisa begitu saja dituntut pidana tanpa ada pengaduan dari suami, istri Orang Tua atau anaknya. Begitu pun, dengan KUHP ini, selain pihak-pihak yang disebutkan di pasal ini, tidak berhak untuk mensweeping atau menggerebek orang yang hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan.
Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa ketentuan mengenai hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dikenal dengan istilah kohabitasi. Ketentuan ini sekaligus mengesampingkan peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang mengatur mengenai hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan, sepanjang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus atau istimewa.
Dengan disahkannya RUU KUHP ini, hukum tentang hidup bersama tanpa ikatan perkawinan saat ini sudah jelas sebagaimana tertulis pada pasal 412 KUHP ini.
Sebelumnya KOMNAS Perempuan dalam menyikapi pasal ini memberikan tanggapan dalam DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) yang disampaikan pada November 2022 yang lalu. KOMNAS Perempuan berpendapat agar menghapus pasal ini. Ada dua alasan yang disampaikan: untuk melindungi warga negara yang
tidak memilih institusi perkawinan dan menghindari overkriminalisasi.
Demikian penjelasan hukum tentang hidup bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tanpa ikatan perkawinan menurut KUHP yang baru. ***