Long Distance Relationship? its OK!
Menikah dalam islam adalah sebuah akad yang dibangun oleh laki dan perempuan untuk sebuah hubungan kuat “mitsaqon gholidzo”. Dalam hal ini menikah bukan saja perkara sah di mata hukum namun sebuah ikatan yang sejatinya membuat 2 insan dapat terus eksis menjalani kehidupan berdua baik secara lahir maupun batin.
Fondasi keluarga yang kuat bukan semata ada pada fondasi keuangan namun lebih dalam lagi justru hubungan yang kuat, hubungan ikatan batin antara suami istri yang semuanya bisa dibalut baik dalam suka maupun duka, dalam sedih maupun bahagia.
Hubungan jarak jauh atau Long Distance Relationship (LDR) adalah hal yang sesungguhnya normal terjadi karena sejarah manusia pertama saja, yaitu Nabi Adam dalam perjalanan hidupnya pernah mengalami LDR. Nabi Adam dan Siti Hawa pernah menjalani LDR selama bertahun-tahun hingga akhirnya dipertemukan kembali di padang arafah.
Data menurut situs Long Distance Relationship Statistics, ada 14 juta pasangan di USA mengalami LDR. Sedang bagi pasangan di Indonesia datanya bisa selaras dengan data para pasangan yang salah satunya menjadi Tenaga Kerja Wanita atau Tenaga Kerja, Juga para pasangan yang harus bekerja berbeda wilayah dengan pasangannya meski masih sama sama di tanah air.
Bisa jadi, ini juga yang menjadi inspirasi salah satu advertisement travel ketika memakai ilustrasi pasangan yang mengalami LDR yang kemudian mendapatkan solusinya dengan dengan kemudahan teknologi. Di sinilah kemudian pentingnya kemajuan teknologi yang ternyata telah membuat jarak tak berjarak. Sambungan internet dan media sosial menjadikan LDR lebih mudah dijalani. Kebersamaan suami istri dan anggota keluarga lainnya kini bisa juga tidak harus dalam satu rumah, mereka bisa berkomunikasi melalui handphone dll. Namun, jika terpaksa suami istri harus terpisah atau anak dan orang tua harus berpisah dengan alasan tertentu, maka bagaimana cara menunaikan hak dan kewajiban diantara mereka? Bagaimana suami atau istri menunaikan hak dan kewajibananya. bagaimana anak atau orang tua menunaikan hak dan kewajibannya?
Bagi pasangan suami istri kewajiban finansial tentu saja secara teknis sudah didukung oleh teknologi. Sangat mudah sami mengirimkan nafkah berupa gaji atau uang melalui transfer bank dll. Namun kewajiban batin yang sering menemukan titik konflik paling krusial. Untuk masalah seksualitas atau biologis, Syaikh Dr Su’ad Shalih mengatakan bahwa sesungguhnya batas maksimum suami diperbolehkan berada jauh dari istrinya selama empat bulan. Sedangkan menurut ulama Hanbali batasnya adalah 6 bulan. Batas ini merupakan waktu maksimum seorang wanita dapat bertahan perpisahan dari suaminya. Namun jika lebih dari itu tentunya keimanan dan kesetiaan adalah benteng yang harus dimilikinya
Untuk hal yang sifatnya komunikatif sebaiknya masing-masing mengagendakan secara khusus kapan bisa menghubungi satu sama lain. Di sini justru ada padangan psikologi yang menyatakan bahwa justru seringkali komitmen para pasangan LDR atau keluarga LDR jika memang sukses dilaksanakan akan semakin membuat hubungan semakin baik dan mesra. Jadi yang dibutuhkan adalah kualitas komunukasi bukan saja intensitas pertemuan.
Terakhir, saling mendoakan satu sama lain adalah cara yang paling utama dilakukan karena melalui doa, kepedulian dan kesetiaan akan terus menjadi pemupuk bahwa aka nada saatnya nanti kebersamaan lagi.
Jadi, tidak perlu merasa risau jika harus terpisah jarak karena alasan pekerjaan atau sekolah, yang harus menjadi perhatian adalah tujuan utama kita berkeluarga adalah untuk bisa saling mensupport, mendoakan dan memelihara kebersamaan yang berjarak melalui pemanfaatan teknologi yang tersedia. Komitmen dan kesetiaan dalam keluarga bukan semata kesetiaan batin tapi kesetiaan spiritual bahwa jarak bukan masalah untuk tetap berada pada ikatan mitsaqon gholidzo tadi.
- Namaku Safiye - 13/03/2021
- No Excuse! - 14/04/2020
- Aisyah - 07/04/2020
Saling menjaga kepercayaan & memegang komitmen. Insha Allah pst akan awet2 aja ? dibarengin doa pastinya ??