Makna Hijab dan Muslimah Kekinian di Tengah Pandemi Covid 19

Ilustrasi: freepic.com

Di tengah guyuran hujan, Salma tetap bersemangat untuk bergegas ke kampus. Seperti biasa, Salma harus menaiki Trans Jakarta, menuju arah terminal Lebak Bulus dengan waktu tempuh sekitar 20 menit. Berdesakan dengan sesama penumpang adalah hal yang tak bisa ia hindari, sekalipun ia mengenakan hijab sejak 2015 lalu. Salma hingga hari ini tetap berpegang teguh dan meyakini bahwa dengan memakai hijab membuatnya merasa lebih terhormat, dihargai, tidak dilecehkan dan nyaman.

Berbeda dengan Salma, Hani adalah temanku, dan aku mengenalnya sejak di bangku kuliah sekitar tahun 2012. Hani adalah sosok perempuan yang membuatku kagum. Bagamana tidak, dia pembelajar yang tangguh, sayang pada orang tua, luwes dalam bergaul. Sopan dan ramah begitulah gambaran Hani dan ditambah dermawan, meski Hani tak mengenakan hijab yang selama ini menjadi patokan bagi penentuan nilai preseden perilaku perempuan.

Muslimah, dalam benak Hani berbeda dengan Salma. Pilihan memaknai kata muslimah juga berbeda antara Hani dan salma. Muslimah dalam konteks terminologi Islam berasal dari kata ‘salima, salama, salamun’ bermakna damai dan selamat. Ketika menjadi ‘muslimah’ itu maka dalam gramatika Arab mengikuti ‘yang menjadi, atau dijadikan’. Secara definisi maka, muslimah adalah perempuan yang memeluk agama Islam atau perempuan yang menjadi muslim karena memeluk Islam, terlepas dari apa yang dia kenakan, baik berhijab maupun tak berhijab layaknya presenter hebat Najwa Shihab ataupun perempuan lainnya. Lebih penting lagi, berbicara muslimah adalah berbicara karakter dan perilaku bagaimana yang mencerminkan sifat baik dan terukur.

Hijab dan Muslimah di Masa Pandemi

Hijab dan muslimah dari sisi kata memang melekat dan identik pada perempuan. Meski pada dasarnya hijab merupakan simbol penutup kepala yang ini dianjurkan pada istri Nabi dan istri orang-orang beriman (al-Ahzab, 51). Simbol ini begitu mengelami peningkatan dan trend diberbagai level masyarakat, mengingat stereotype akan diri perempuan sebagai muslimah dimana melekat dengan penggunaan hijab.

Pertanyaannya adalah bagaimana memaknai hijab dan muslimah sendiri di masa pandemik covid 19? Covid 19 seringkali dikaitkan dengan bagaimana Tuhan YME memberikan teguran khususnya bagi makhlukNya, padahal Covid 19 merupakan virus yang memang bisa dicegah melalui sikap taat dan patuh pada protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Penting dijelaskan dalam hal ini, Covid 19 tak ada kaitannya sama sekali dengan fisicly muslimah, mau dia menggunakan hijab atau tidak, melalinkan memastikan individu dalam kondisi sehat.

Hijab dan muslimah di masa pandemik adalah bagaimana justru memaknai keduanya sebagai simbol kemanusiaan, melambangkan jati diri muslimah, bukan dengan mengembangkan aras hijab dalam balutan fanatisme keagamaan, melainkan menunjukkan jiwa sebagai muslimah dengan sikap, etika dan perilaku yang pro terhadap pencegahan Covid 19. Misalnya, teman-teman perempuan bisa melakukan kegiatan kemanusiaan, menebarkan rahmat, dengan tujuan menjaga kemaslahatan atau hifz an-nafs (menjaga jiwa) dan mampu meng’hijab’i diri sebagai entitas manusia yang memang diutus sebagai khalifah fil ardl. Sehingga makna hijab bukan apa yang dari perempuan kenakan, tetapi lebih pada jati diri sebagai muslimah yang memang mampu mengangkat harga diri, menunjukkan prestasi ditengah trend dimana hijab hanya ditempatkan sebagai bagian dari stylish.

Konteks muslimah kekinian pada dasarnya adalah berperan aktif sebagai diri perempuan yang mampu mempengaruhi kegiatan positif baik di dalam maupun di luar rumah, seperti muslimah menjadi travelers, muslimah menjadi direktur, muslimah menjadi dosen, hingga muslimah menjadi ibu rumah tangga yang nilainya tak bisa dinominalkan. Pemaknaan hijab dan muslimah dalam skala luas saat situasi seperti sekarang menjadi penting, bagaimana menebarkan nilai-nilai jati diri, tidak dogmatis, namun applicable melalui model social market dalam penyebaran kasih sayang. Menjadi muslimah kekinian why not??

Jambi, 18 Juli 2020

Nor Qomariyah
4.3 4 votes
Article Rating
Visited 1 times, 1 visit(s) today

Nor Qomariyah

Social & Safeguard Consultant. Alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Universitas Muhammadiyah Jambi.

Nor Qomariyah
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x