Mengenal 5 Komponen dan Indikator Ketahanan Keluarga
Beberapa tahun belakangan ini kita sering mendengar dan membaca di berbagai media istilah “ketahanan keluarga”. Apa yang dimaksud dengan ketahanan keluarga?
Saya mencoba menelusuri istilah ini. Saya temukan istilah ini pada Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga. Dalam Peraturan Menteri (Permen) PPPA Pasal 1 Ayat 3 disebutkan sebagai berikut:
Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga adalah kondisi Keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin.
Dalam Pasal 3 Permen ini disebutkan lebih detail lagi apa saja yang harus terpenuhi di dalam ketahanan keluarga. Ada lima hal yang harus ada dalam keluarga yang bisa dikatakan sebagai keluarga yang mempunyai ketahanan keluarga yang baik, yaitu: 1. Landasan legalitas dan struktur 2. Ketahanan fisik 3. Ketahanan ekonomi 4. Ketahanan sosial psikologi dan 5. Ketahanan sosial budaya.
Keluarga yang mempunyai ketahahan yang baik mempunyai komponen landasan legalitas dan struktur. Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si Guru Besar IPB Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga Departemen IKK – FEMA IPB dalam Analisis Perumusan Rintisan-Indikator Ketahanan Keluarga menyebutkan tiga indikator pada komponen ini. Pertama, keluarga tersebut mempunyai surat nikah yang dikeluarkan oleh KUA atau Catatan Sipil. Kedua, anak-anak dalam keluarga tersebut mempunyai akte kelahiran. Ketiga, keluarga ini tinggal dalam satu rumah dan tidak ada perpisahan.
Komponen kedua adalah Ketahanan fisik. Di antara indikatornya adalah anggota keluarga tersebut sehat tidak menderita masalah gizi, kurus sekali atau gemuk sekali atau kerdil/kuntet. Selain itu, anggota keluarga tersebut mampu makan lengkap dua kali per hari.
Komponen ketiga adalah Ketahanan ekonomi. Diantara indikatornya adalah suami dan/atau Istri mempunyai penghasilan tetap per bulan sebesar Rp 250.000 per orang per bulan. Selain itu, indikator lainnya adalah suami dan/atau Istri mempunyai tabungan dalam bentuk uang minimal sebesar Rp 500. 000. Indikator lainnya adalah keluarga tidak pernah menunggak membayar iuran atau keperluan pendidikan anak.
Komponen ketahanan keluarga keempat adalah ketahanan sosial psikologi. Di antara indikatornya adalah di dalam keluarga tidak terjadi kekerasan antar suami dan istri. Selain itu, indikator lainnya adalah anggota keluarga tidak terlibat masalah. Seperti mencuri, tawuran, berkelahi, memalak, narkoba, ditilang SIM, melanggar lalu lintas, memukul dan lainnya.
Komponen ketahanan keluarga kelima adalah ketahanan social budaya. Di antara indikatornya adalah anggota keluarga berpartisipasi dalam kegiatan sosial seperti pengajian, posyandu, kerjabakti, kematian, kelahiran. ronda, kesenian, penyuluhan, pelatihan. Indikator lainnya adalah anggota keluarga memberi perhatian dan merawat orangtua lanjut usia di atas 60 tahun.
Selain lima komponen di atas, sesungguhnya ada satu komponen lagi yaitu kemitraan gender. Komponen ini digabung dengan komponen pertama yaitu legalitas dan struktur. Di antara indikatornya adalah suami dan Istri bersama-sama mengelola secara terbuka keuangan keluarga. Selain itu, indikator lainnya adalah suami dan istri merencanakan bersama jumlah anak yang diinginkan atau alat kontrasepsi yang dipakai. Satu indikator lainnya adalah Ayah-Ibu menyisihkan waktu khusus bersama anak.
Demikian lima komponen dan sejumlah indikator ketahanan keluarga yang perlu diketahui oleh Ayah-Bunda. ***