Orang-Orang Yang Boleh Meninggalkan Puasa Ramadan
Puasa Ramadan adalah puasa wajib bagi umat Islam yang telah memenuhi syarat. Meskipun demikian, ada sejumlah orang yang boleh meninggalkan puasa Ramadan.
Menurut Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu ada sejumlah kondisi uzur atau halangan sehingga orang boleh untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan.
1. Musafir atau orang dalam perjalanan
Orang yang sedang dalam perjalanan boleh meninggalkan puasa dengan sejumlah syarat. Pertama, jarak perjalanannya sejauh yang dibolehkannya mengqashar shalat empat rakaat yakni jarak sekitar 89 km.
Kedua, menurut jumhur ulama, mulai perjalannya selum terbit fajar. Madzhab Syafi’i menetapkan syarat ketiga, yaitu orang yang bersangkutan bukan orang yang selalu bepergian. Jika dia selalu bepergian (misalnya sopir kendaraan), haram baginya tidak berpuasa, kecuali jika puasa mendatangkan kesukaran berat baginya.
Ada dua syarat lain menurut jumhur [selain madzhab Hanafi), yaitu: perjalanan yang dilakukan mubah, dan dia tidak berniat mukim selama empat hari dalam perjalanannya. Madzhab Maliki menambahkan syarat lain, yaitu meniatkan untuk tidak berpuasa pada malam hari-sebelum terbit fajar-dalam perjalanan.
Orang yang tidak berpuasa karena dalam perjalanan atau musafir wajib mengqada di lain waktu sejumlah hari yang ia tidak puasa.
2. Orang sakit
Orang kedua yang boleh tidak berpuasa pada bulan Ramadan adalah orang yang sakit. Para fuqaha berbeda pendapat tentang hukum tidak berpuasa bagi orang sakit. Menurut madzhab Hanafi dan Syafi’i, sakit membolehkan untuk tidak berpuasa. Sedangkan menurut madzhab Hambali, disunahkan tidak berpuasa makruh berpuasa) pada waktu sakit.
Orang sakit yang tidak berpuasa wajib mengqada puasanya di hari lain sejumlah hari puasa yang tidak puasa. Namun bagi orang sakit dan tidak ada harapan akan sembuh maka ia tidak wajib qada tapi wajib membayar fidyah.
3. Hamil dan Menyusui
Perempuan yang hamil dan perempuan yang menyusui boleh tidak berpuasa, apabila mereka khawatir dirinya atau anaknya mendapat mudharat-baik anak itu anaknya si perempuan penyusu sendiri maupun anak orang lain, baik perempuan itu ibu kandung maupun perempuan yang menyusui karena dibayar dan kekhawatiran itu berupa lemahnya kecerdasan, mati, atau sakit.
Menurut madzhab Syafi’i dan Hambali, keduanya harus pula membayar fidyah jika mereka khawatir atas anaknya saja.
4. Usia Lanjut
Para ulama ber-ijma’ bahwa orang tua renta, yang tidak mampu berpuasa sepaniang tahun, boleh tidak berpuasa, dan dia tidak wajib mengqada karena dia sudah tidak punya kemampuan. Dia hanya wajib membayar fidyah: memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap harinya.
5. Rasa lapar dan haus yang luar biasa
Boleh tidak berpuasa bagi orang yang mengalami rasa lapar atau haus yang luar biasa, sehingga dia khawatir akan mati, atau kecerdasannya menurun, atau salah satu indranya akan tidak berfungsi, sehingga dalam kondisi tersebut dia tidak mampu berpuasa.
Orang yang tidak puasa karena hal ini wajib mengqada di waktu lain sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkannya.
6. Pemaksaan
Selanjutya boleh tidak berpuasa bagi orang yang dipaksa orang lain untuk berbuka atau tidak puasa. Menurut jumhur dia harus mengqada. Sedangkan menurut madzhab Syafi’i, puasa orang yang dipaksa tidak batal.
Demikian sejumlah halangan yang membolehkan orang untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan. ***