Pentingnya Adversity Quotient dalam Pengasuhan Anak
Suatu hari, seorang anggota group WA sekolah anakku menshare tulisan tentang Adversity Quotient (AQ) di group kelas. Tulisan yang ditulis oleh Elly Risman itu berisi tentang pentingnya memberikan keleluasaan kepada anak dalam menyelesaikan segala hal masalah yang dihadapinya. Baik masalah hidupnya sehari-hari maupun yang berhubungan dengan sekolahnya.
Tulisan itu juga mewanti-wanti untuk tidak cepat memberikan bantuan kepada anak dengan kesulitan yang dihadapainya. Alasannya, biarkan anak belajar untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri. Agar anak mampu dan terbiasa dalam menghadapi persoalannya sendiri. Karena orang tua tidak akan selalu mendapinginya setiap saat. Suatu waktu, orang tua akan pergi dan meninggalkannya untuk selama-lamanya. Kalau tidak dibiasakan untuk menyelesaikan persoalannya sendiri, anak akan tidak terbiasa menghadapi persoalannya.
Dalam tulisan tersebut, penulis mengenalkan istilah Adversity Quotient (AQ). Istilah ini menurut Paul G. Stoltz AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.
Sebagai orang tua, kita seringkali sangat mudah memberikan bantuan dan pertolongan kepada anak dengan dalih “sayang anak”.
Sedikit-sedikit “sini Nak biar sama Ayah saja” atau “sudah biar sama Bunda saja” dan banyak bantuan lainnya.
Dengan banyak bantuan dari Ayah-Bundanya, si Anak jadi tidak belajar bagaimana menyelesaikan masalahnya sendiri. Anak tidak belajar mandiri.
Menurut Stoltz ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan adversitas yaitu antara lain: kemauan dan pendidikan.
Jika kemauannya terus dipupuk dan didik untuk mampu menyelesaikan persoalan-persoalan sesulit apa pun yang dihadapinya, kelak ia akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang akan datang. Ia tidak akan cepat mudah putus asa dan menyerah dengan persoalan yang dihadapinya.
Salahsatu caranya yaitu dengan memberikan kepercayaan sejak dini kepada anak untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupannya. Tidak apa ia tergores sedikit, atau terluka sediki. Tapi ia telah belajar bagaimana menyelesaikan masalah dalam hidupnya. Pengalamannya itu akan menjadi bekal yang sangat berharga bagi ia kelak di kemudian hari.
Kita sering mendegar, betapa banyak orang besar lahir dari anak-anak yang masa kecilnya mengalami masa yang sangat sulit, pahit dan bahkan keras. Tapi kemudian ia bangkit dan mampu menjadi orang besar di masa dewasanya.
Keterampilan menyelesaikan masalah kehidupan sudah sepatutnya menjadi skill yang harus dimiliki dan dipraktikan anak-anak sejak dini. Sehingga ketika kelak ia dewasa sanggup menghadapai berbagai badai permasalahan yang bermacam-macam.
Selain mengembangkan IQ, EQ dan SQ anak-anak, kita juga sudah sepatutnya memberikan porsi yang sama untuk mengembangkan AQ anak agar mereka mampunyai keterampilan untuk menyelesaikan berbagai persoalan.
Bentuk kasih sayang orang tua yaitu dengan memberikan kepercayaan kepada anak untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya. Tanpa harus cepat-cepat memberikan bantuan.**