Puisi-Puisi Neng Ida Nurhalida, Jeritan Perempuan Pesantren di Hari Perempuan Internasional
NOKTAH
Memandang di kejauhan
Gadis kecil mematung sendiri
Tak tahu jalan kembali
Ketakutan menggulung hati
Mahkota jiwa dinista kebejatan yang menjijikkan
Gadis kecil itu mematung sendiri
Tak paham mengapa dunia begitu keji
Harapannya mengerdil
Memorakporandakan mimpi indah masa kecil
Habis tak bersisa
Sirna
Duhai gadis kecil
Duduklah Bersama di sini
Biarkan angin membelai rambut di hatimu
menghempaskan masa lalu yang menghantu
Wahai gadis kecilku,
Lihatlah betapa berharganya dirimu
Noktah hitam yang dilempar padamu
Takkan gelapkan putih sukmamu
Takkan mampu rampas peran muliamu
Menjadi ibu kehidupan
Kelembutan adalah kekuatanmu
Kesabaran adalah harta mahal milikmu
Jaga dan berpedomanlah dengannya
Ia akan jadi mercusuar perjalananmu
Menghidmat bumi menghormat langit
2020
HILDA
Lihatlah,
Wajahku begitu cerah
Seperti langit sore sehabis hujan
Meranum segar meriangkan
Perjuangan hampir selesai
Duka nestapaku nyaris usai
Kau tak lagi bisa memperdaya
Atas nama kepatuhan dan kesalihan
Atau mengekang dengan dalih perlindungan
Sayapku kini kekar
Bisa terbang ke mana suka
Bercengkerama dengan bunga bunga
Dan kumbang kumbang yang memberiku harga
Sebagai manusia!
2020
UNTUK GADIS BERKERUDUNG JINGGA
Adik manis berkerudung jingga
Hidup memang penuh warna
Tak perlu ditakuti, cukup waspadai
Berpeganglah pada nurani
Jalan berkelak kelok
tak perlu dikhawatirkan
Jalani dengan keyakinan
Kau akan sampai tujuan
Label negatif yang menelikung
Kerangkeng tabu yang mengekang
bukan untuk diratapi
Jawab dengan realita
bahwa jiwamu mengalirkan kasih sayang
hadirmu merawat kehidupan
Bukankah Zamzam dan Makkah yang berkah, adalah perempuan yang jadi wasilah?
Bunda Hajar imannya tak mengerdil
Dengan Ismail kecil di tempat terpencil
Berjuang dalam terik yang meradang
Atas nama Tuhan dan kasih sayang
2020
ELEGI SUNYI
Mata indah itu menatap nanar
Bercerita dalam diam
Dalam hening dan detak nadi yang ketakutan
Asa tak ada, luka menganga
Mengucurkan nanah ketidakberdayaan
Ditoreh pisau ketidak adilan
Entah harus bagaimana mengakhiri
Dari mana harus memulai
Meretas kebersamaan wujudkan kesetaraan
Terlalu banyak korban dinistakan
Terkapar di ranjang kesewenang wenangan
Mengapa begitu tega
Entah keman perginya rasa
Bukankah ia mata air kehidupan dan telaga kesabaran?
Pantas nabi kita menitipkan
Atas ummatnya yang bernama perempuan
Mereka sering dinafikan dan disalahartikan
Mata indah itu tak nanar lagi
Tak bercerita dan tak takut lagi
Maut menghentikan semuanya
Di kedamaian suatu malam yang sunyi
2020
Neng Ida Nurhalida, lahir dan besar di Tasikmalaya, Menimba ilmu sejak sekolah dasar sampai SMA di kampung sendiri, Pesantren Cipasung Singaparna Tasikmalaya. Kegiatan sehari hari saat ini menjadi Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Tasikmalaya. Belajar menulis puisi sejak di sekolah menengah pertama, pernah dimuat dalam koran Pikiran Rakyat dan Koran Pelita. Sekarang ini menjadi penggerak literasi di madrasah yang dipimpinnya. Aktif juga dalam kegiatan pemberdayaan perempuan terutama jaringan Perhimpunan Rahima Jakarta.
Banyak buku telah ditulis, baik berupa antologi puisi maupun buku solo, diantaranya: Antologi Puisi “ Literasi Cinta untuk Madrasah” yang diterbitkan oleh MCM Publishing tahun 2019, kumpulan puisi solo berjudul NOKTAH yang diterbitkan oleh SITUSENI tahun 2020, antologi puisi “Untaian Cinta untuk Teladan Jiwa”, KPPJB 2020, antologi opini pendidikan “ Dunia Pendidikan dalam Perspektif Guru”, KPPJB 2020 dan Mosaik Rasa 100 Guru Nusantara, KPPJB 2020.