Wow Inilah Cara Menyelesaikan Masalah di Keluarga Sakinah
“Sejak saya merasa hamil saya banyak mengaji, banyak shalat, banyak ikut pengajian di luar. Nyetel kaset pengajian. Setelah lahir, anak tidur di box agar tidurnya lelap disetel juga kaset pengajian. Disamping baca doa-doa. Ajarin surat-surat pendek. Diceritain tentang Islam.” Kata Hj. Euis.
Tinggal di lingkungan yang dihuni oleh mayoritas non-muslim tidak membuat keluarga H. Samsudin dan Hj. Euis pupus semangatnya untuk melakukan kegiatan keagamaan di lingkungannya. Ia bersama istri berhasil menghidupkan kegiatan keagamaan di masjid di lingkungan rumahnya dan mendidik anak-anaknya tentang agama.
Keluarga yang tinggal di Kec. Bojongloa Kidul Bandung ini menikah pada 17 April 1972. Pada awalnya kedua orang tua mereka tidak memberi restu atas pernikahan mereka, karena kedua orang tuanya sudah mempunyai calon masing-masing. Namun demikian, H. Samsudin dan Hj. Euis tetap menjalin silaturahim dengan kedua orang tua mereka.
Pernikahan mereka dikaruniai empat anak (tiga laki-laki, satu perempuan). Selain itu, keluarga ini juga mempunyai anak asuh sebanyak tujuh anak. Keempat anak-anaknya berhasil menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat sarjana. Bahkan dua anak asuhnya juga berhasil menyelesaikan pendidikannya sampai ke jenjang sarjana.
Menurut pengakuan keluarga H. Samsudin dan Hj. Euis, yang membuat bangga mereka terhadap anak-anaknya bukan karena mereka dapat menyelesaikan pendidikannya sampai ke tingkat sarjana tetapi yang paling disyukuri adalah anak-anaknya bisa hidup tanpa menyusahkan orang lain, dapat menyenangkan orang tua, dapat hidup mandiri, hidup bermasyarakat dan dapat bermanfaat bagi sesama.
Untuk mewujudkan anak-anak yang bermanfaat bagi masyarakat dan menghormati orang tua dan orang lain, keluarga ini sejak dini memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya. Bahkan sejak bayi sudah didengarkan ayat-ayat suci al-qur’an dan dibacakan do’a-do’a.
Keluarga ini mendapat juara satu keluarga sakinah tingkat provinsi Jawa Barat. Kemudian diikutkan keluarga sakinah teladan tingkat nasional tahun 2011.
Meskipun tidak menjadi juara di tingkat nasional, pengalamannya dan keberhasilannya mengantarkan empat anaknya menjadi sarjana dapat menjadi pelajaran bagi keluarga yang lain.
Banyak hal yang dapat dipelajari dari keluarga yang tinggal di Cibaduyut ini. Dari penanaman agama dalam keluarga, pengelolaan keuangan, hubungan gender sampai pada manajemen konflik ketika keluarga mengalami masalah.
Dalam hal penanaman agama dalam keluarga misalnya, keluarga ini sejak kecil anak-anak sudah dikenalkan dengan shalat, doa-doa, sejarah Islam. Dan yang yang lebih penting dari itu adalah praktik agama yang dilakukan dalam rumah tangga, misalnya shalat berjama’ah, puasa ramadhan dan kejujuran dalam memegang amanah. Selain itu, keluarga ini juga aktif melakukan kegiatan sosial keagamaan dengan menjadi pengurus masjid, majlis taklim, membuka pendidikan agama untuk anak-anak dan lain sebagainya.
Dalam pengelolaan keuangan, keluarga ini menyerahkannya kepada Istri. Menurut H. Samsudin, istri lebih bisa mengelola keuangan ketimbang kalau dipegang dirinya, boros.
Dalam hubungan gender dalam rumah tangga, keluarga ini membiasakan kerjasama dalam menjalankan pekerjaan rumah tangga. Ada pembagian tugas dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Setiap keluarga mempunyai masalah dan mempunyai cara bagimana menyelesaikan masalahnya. Dalam keluarga H. Samsudin dan Hj. Euis, ketika ada masalah suami istri diusahakan hanya mereka saja yang tahu. Anak-anak sedapat mungkin tidak tahu. Untuk itu, pasangan ini kalau ada pertengkaran tidak dihadapan anak-anak. Biasanya Hj. Euis ketika ada masalah menuliskannya di selembar kertas dan diselipkan di buku agenda suaminya. Setelah itu suaminya berkomunikasi dan jika ada yang salah minta maaf.
Begitulah cara keluarga H. Samsudin dan Hj. Euis dalam menyelesaikan masalah dalam keluarganya.
Sumber: Maman Abdurahman “Religiusitas dan Kesetaraan Gender Keluarga Sakinah Teladan Nasional 2011-2012, PSKTTI, 2013.