Resensi Buku Men Are from Mars, Women Are from Venus Karya John Gray

Bayangkan adegan ini: Seorang suami dengan bangga pulang membawa rak buku baru yang belum dirakit. Ia membuka instruksi, menyebar semua sekrup, dan dengan fokus penuh mulai bekerja. Istrinya, melihatnya sedikit kesulitan, mendekat dan berkata, “Sayang, sepertinya bagian C harusnya masuk sebelum bagian D, deh.” Sang suami mendengus, merasa kemampuannya diragukan, dan menjawab ketus, “Aku bisa sendiri.”

Adegan ini adalah lambang sempurna dari dunia yang dilulis oleh John Gray dalam mahakaryanya, Men Are from Mars, Women Are from Venus. Buku yang terjual lebih dari 50 juta kopi ini menjadi fenomena global karena memberikan penjelasan sederhana atas konflik abadi antara laki-laki dan perempuan. Namun, tiga dekade setelah pendaratan pertamanya, kita perlu membaca secara kritis Men Are from Mars, Women Are from Venus: apakah peta bintang ini masih bisa menuntun kita, atau justru menyesatkan di galaksi hubungan modern?

Pesona Mematikan dari Sebuah Penyederhanaan

Tidak bisa dipungkiri, kesuksesan buku yang diterbitkan HarperCollins pada 1992 ini terletak pada metaforanya yang brilian. Gray berpendapat bahwa pria (“Martian”) dan perempuan (“Venusian”) secara fundamental berbeda. Laki-laki menghargai kompetensi dan menarik diri ke “gua” saat stres untuk mencari solusi. Perempuan menghargai hubungan dan perlu “berbicara” untuk merasa lebih baik.

“Memberi seorang laki-laki nasihat yang tidak diminta sama dengan mengasumsikan dia tidak tahu apa yang harus dilakukan atau tidak bisa melakukannya sendiri,” tulis Gray.

Pada masanya, ini adalah sebuah pencerahan. Buku ini memberi jutaan pasangan sebuah bahasa “tanpa menyalahkan” untuk memahami satu sama lain. Alih-alih marah, mereka bisa tersenyum dan berpikir, “Ah, dia hanya sedang menjadi seorang Martian.”

Namun, di sinilah letak masalah terbesarnya. Pesona penyederhanaan ini datang dengan harga yang mahal: pengabaian terhadap kompleksitas manusia dan penguatan stereotip gender yang kaku.

Perbandingan Kritis: Mars-Venus vs. Riset Modern

Jika kita membandingkan pendekatan Gray dengan psikologi hubungan modern, keretakan pada fondasi Mars-Venus mulai terlihat jelas.

Pertama, John Gray vs. John Gottman: Metafora vs. Data. Sementara Gray menggunakan metafora planet, Dr. John Gottman (penulis The 7 Principles for Making Marriage Work) menggunakan data dari riset puluhan tahun di “Love Lab”. Gottman menemukan bahwa prediktor perceraian bukanlah perbedaan gender, melainkan perilaku spesifik yang ia sebut “Empat Penunggang Kuda Kiamat” (The Four Horsemen): kritik, hinaan, sikap defensif, dan membangun tembok (stonewalling).

Perilaku ini bisa dilakukan oleh gender mana pun. Seorang pria bisa saja menjadi kritis dan seorang perempuan bisa saja membangun tembok. Pendekatan Gottman jauh lebih akurat karena berfokus pada perilaku yang bisa diamati dan diubah, bukan pada identitas gender yang dianggap statis.

Kedua,  Gray vs. Teori Kelekatan (Attachment Theory). Ini adalah perbandingan yang paling telak. Banyak perilaku yang dijelaskan Gray sebagai karakteristik “pria” atau “perempuan” sebenarnya lebih tepat dijelaskan oleh teori kelekatan, seperti yang dipopulerkan dalam buku Attached oleh Amir Levine dan Rachel Heller.

Ketiga, Pria yang menarik diri ke “gua” (The Martian Cave): Ini sangat mirip dengan ciri khas gaya kelekatan menghindar (avoidant attachment). Individu ini merasa tidak nyaman dengan keintiman emosional yang berlebihan dan menarik diri saat merasa tertekan atau “diserbu”. Ini bukan karena dia pria, tapi karena pola asuh masa kecilnya mungkin telah membentuknya seperti itu.

Keempat, Perempuan yang perlu “berbicara” dan mencari kepastian (The Venusian Wave): Ini sangat cocok dengan ciri khas gaya kelekatan cemas (anxious attachment). Individu ini mendambakan keintiman dan sering khawatir tentang stabilitas hubungan, sehingga mereka mencari validasi dan koneksi untuk menenangkan sistem saraf mereka.

Teori kelekatan jauh lebih unggul karena ia melampaui gender. Ada banyak perempuan dengan gaya menghindar dan pria dengan gaya cemas. Dengan memahami teori ini, kita berhenti menyalahkan “kodrat pria/perempuan” dan mulai memahami luka dan kebutuhan psikologis yang lebih dalam dari pasangan kita—dan diri kita sendiri.

Putusan Akhir: Sebuah Artefak Sejarah, Bukan Peta Modern

Membaca Men Are from Mars, Women Are from Venus secara kritis membawa kita pada satu kesimpulan: buku ini paling baik dipandang sebagai artefak sejarah yang penting dalam psikologi populer. Ia membuka pintu bagi percakapan tentang perbedaan dalam hubungan, dan untuk itu kita harus berterima kasih.

Namun, menggunakannya sebagai panduan utama di abad ke-21 adalah sebuah kesalahan. Dunia tidak lagi hitam-putih, Mars-Venus. Ia penuh dengan spektrum kepribadian, identitas gender yang beragam, dan dinamika psikologis yang jauh lebih rumit dari sekadar asal planet.

Jika Anda ingin benar-benar memahami pasangan Anda, letakkan teleskop yang diarahkan ke Mars atau Venus. Alih-alih, ambillah mikroskop untuk melihat data perilaku ala Gottman, atau ambil peta psikologis dari teori kelekatan. Di sanalah pemahaman sejati yang membebaskan dan tahan uji waktu berada, jauh melampaui stereotip antarplanet.(*)

Visited 1 times, 2 visit(s) today
0 0 votes
Article Rating

admin

Admin qobiltu bisa dihubungi di e-mail qobiltu.co@gmail.com

admin
Subscribe
Notify of
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x