Resensi Buku The Course of Love Karya Alain de Botton

Cinta seringkali dipahami sebagai perasaan hangat, penuh gairah, dan kebahagiaan semata. Film, novel, dan budaya populer banyak menggambarkan cinta hanya sebatas masa-masa awal jatuh cinta, tanpa menyentuh sisi gelap, rumit, dan melelahkan dari hubungan jangka panjang. Melalui novel The Course of Love, filsuf kontemporer Alain de Botton berusaha membongkar mitos tersebut.

Buku setebal 240 halaman ini bukan sekadar kisah cinta biasa, melainkan eksplorasi filosofis tentang apa yang sebenarnya terjadi setelah dua orang saling jatuh cinta dan memutuskan membangun hidup bersama. Dengan gaya narasi khasnya yang reflektif dan penuh renungan, de Botton mengajak pembaca memahami bahwa cinta sejati bukan soal perasaan yang datang begitu saja, tetapi soal usaha, pengorbanan, dan keberanian menghadapi luka masa lalu.

The Course of Love bercerita tentang Rabih Khan, seorang arsitek keturunan Lebanon yang tinggal di Edinburgh, dan Kirsten McClelland, seorang perempuan Skotlandia yang bekerja sebagai inspektur bangunan. Mereka bertemu, jatuh cinta, menikah, dan menghadapi dinamika hubungan yang perlahan mengungkapkan sisi-sisi yang tidak pernah mereka bayangkan saat awal saling jatuh cinta.

Uniknya, de Botton tidak sekadar menyajikan cerita, melainkan menyelipkan komentar filosofis di sela-sela narasi. Ia membongkar lapisan-lapisan psikologis dan sosial yang sering tersembunyi di balik relasi romantis.

De Botton menegaskan bahwa saat jatuh cinta, kita sebenarnya sedang jatuh cinta pada bayangan ideal pasangan, bukan dirinya yang sebenarnya. Begitu realitas mulai terkuak, banyak pasangan merasa kecewa karena orang yang mereka nikahi ternyata memiliki kekurangan yang tak pernah mereka duga sebelumnya.

Cinta dan Luka Masa Lalu

Salah satu kekuatan buku yang terbit pada 2016 ini adalah penggambaran hubungan manusia yang rapuh dan dibentuk oleh pengalaman masa kecil. De Botton mengingatkan bahwa setiap orang membawa luka dan pola relasi dari masa lalu ke dalam hubungan dewasa. Dalam kasus Rabih dan Kirsten, ketidakmampuan mereka untuk memahami luka masing-masing membuat konflik kecil berubah menjadi ketegangan yang membekas.

“One of the privileges of being in love is the opportunity to see ourselves as others see us.”

Lewat relasi cinta, manusia bisa menemukan bayangan dirinya sendiri — sisi baik maupun buruk. Namun, menurut de Botton, banyak orang tidak siap menghadapi pantulan itu, sehingga lebih memilih menyalahkan pasangan ketimbang bercermin.

Pernikahan Bukan Pelabuhan Akhir

Alih-alih menggambarkan pernikahan sebagai akhir bahagia, de Botton menyajikan pernikahan sebagai proses pembelajaran yang keras, menyakitkan, sekaligus mendewasakan.

“Marriage tends not to be a contract you sign with the person you know, but a contract with a person you have yet to meet.”

Ia menunjukkan bahwa dalam pernikahan, pasangan perlahan-lahan akan berubah, menghadapi tekanan hidup, kehilangan, perselingkuhan emosional, bahkan kebosanan. Justru di sanalah cinta diuji — bukan di saat segalanya manis, tapi saat ketidaksempurnaan hadir.

De Botton menggunakan gaya narasi bercampur esai. Setiap peristiwa dalam cerita Rabih dan Kirsten diselingi dengan refleksi filosofis tentang makna cinta, seks, komitmen, kecemburuan, hingga ekspektasi sosial. Alih-alih membuat cerita terasa berat, gaya ini justru memberi kedalaman, membuat pembaca merenung tentang relasi mereka sendiri.

The Course of Love adalah novel yang penuh renungan tentang realitas hubungan romantis. Alain de Botton dengan cerdas membongkar mitos-mitos cinta idealis dan menggantinya dengan pemahaman yang lebih manusiawi dan jujur. Cinta, dalam pandangannya, bukan soal menemukan orang yang tepat, melainkan soal terus belajar mencintai orang yang telah kita pilih, lengkap dengan ketidaksempurnaannya.

Buku ini sangat relevan bagi siapa pun yang ingin memahami relasi cinta dan pernikahan secara lebih matang. Dengan kutipan-kutipan yang reflektif dan gaya penulisan yang hangat, The Course of Love mengajak kita menyadari bahwa cinta bukanlah tentang bahagia terus-menerus, melainkan tentang bertumbuh bersama meski terkadang menyakitkan.(*)

Visited 1 times, 1 visit(s) today
0 0 votes
Article Rating

admin

Admin qobiltu bisa dihubungi di e-mail qobiltu.co@gmail.com

admin
Subscribe
Notify of
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x