Perjanjian Pranikah (Prenup): Perlukah Dibuat? Pahami Untung Ruginya

Rian dan Sarah saling menatap di sebuah kafe favorit mereka. Cincin pertunangan telah melingkar manis di jari Sarah. Namun, di antara obrolan tentang vendor pernikahan dan konsep rumah idaman, Rian menarik napas panjang. “Sayang, aku mau bicara soal prenup,” ujarnya hati-hati. Sarah terdiam. Kata yang terdengar asing dan sedikit menakutkan itu seolah menjadi awan kelabu di tengah kebahagiaan mereka. Apakah ini pertanda Rian tidak percaya padanya?
Kisah Rian dan Sarah bukanlah sebuah cerita fiksi. Di tengah meningkatnya kesadaran finansial, pembicaraan tentang perjanjian pranikah atau prenuptial agreement semakin sering terdengar. Sayangnya, ia masih diselimuti stigma negatif seolah-olah menjadi persiapan untuk bercerai.
Padahal, data menunjukkan realita yang berbeda. Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI mencatat ratusan ribu kasus perceraian setiap tahunnya. Pada tahun 2023 saja, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) mencatat ada lebih dari 460.000 perkara gugatan cerai yang diterima. Angka ini menjadi pengingat bahwa pernikahan, selain ikatan emosional, juga memiliki konsekuensi hukum dan finansial yang signifikan.
Lantas, apakah perjanjian pranikah adalah solusi sinis atau justru langkah bijak? Mari kita bedah untung ruginya.
Apa Sebenarnya Perjanjian Pranikah Itu?
Secara sederhana, perjanjian pranikah adalah kontrak tertulis yang dibuat oleh calon pasangan suami istri sebelum pernikahan dilangsungkan. Isinya mengatur tentang pemisahan harta, utang, dan kewajiban finansial lainnya selama dan sesudah pernikahan (jika terjadi perceraian atau kematian).
Di Indonesia, landasan hukumnya adalah Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang diperbarui melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015. Putusan MK ini memberikan terobosan penting: perjanjian serupa (postnuptial agreement) kini juga dapat dibuat selama ikatan perkawinan berlangsung.
Keuntungan Membuat Perjanjian Pranikah (Prenup)
Banyak pasangan menganggap dokumen ini sebagai polis asuransi untuk kesehatan finansial mereka. Berikut adalah beberapa keuntungannya:
- Melindungi Aset Bawaan: Jika Anda atau pasangan memiliki aset signifikan sebelum menikah (misalnya, warisan keluarga, properti, atau perusahaan), prenup memastikan aset tersebut tetap menjadi milik pribadi dan tidak menjadi harta bersama (gono-gini).
- Kejelasan Pembagian Harta: Perjanjian ini mendefinisikan dengan jelas mana harta bawaan, mana harta yang diperoleh bersama selama pernikahan, dan bagaimana pembagiannya jika terjadi perpisahan. Ini meminimalkan potensi konflik perebutan harta yang panjang dan menguras emosi.
- Melindungi dari Utang Pasangan: Cinta memang menyatukan, tetapi seharusnya tidak dengan utang. Jika pasangan Anda memiliki utang bawaan atau potensi utang bisnis di masa depan, prenup dapat melindungi Anda dari tanggung jawab untuk melunasinya.
- Menjaga Keamanan Bisnis: Bagi pengusaha, prenup adalah instrumen vital. Ia mencegah aset bisnis pribadi tercampur dengan harta bersama, sehingga kelangsungan bisnis tidak terancam jika terjadi perceraian.
- Mendorong Komunikasi Terbuka: Membicarakan prenup memaksa pasangan untuk berdiskusi secara jujur dan transparan tentang keuangan, ekspektasi, dan tujuan hidup. Ini adalah fondasi yang sangat kuat untuk pernikahan.
“Memandang perjanjian pranikah sebagai rencana perceraian adalah sebuah kekeliruan. Seharusnya, ia dilihat sebagai cetak biru kemitraan finansial yang sehat dan transparan antara dua individu yang saling mencintai.” – Kutipan dari seorang Perencana Keuangan.
Kerugian atau Tantangan dalam Membuat Prenup
Tentu saja, ada sisi lain yang perlu dipertimbangkan:
- Potensi Memicu Konflik: Mengajukan ide prenup bisa terasa canggung. Pasangan mungkin merasa Anda tidak memiliki kepercayaan penuh atau sudah merencanakan skenario terburuk.
- Terasa Tidak Romantis: Di tengah euforia persiapan pernikahan, membahas kontrak hukum yang mengatur perpisahan bisa mematikan suasana romantis.
- Membutuhkan Biaya: Pembuatan perjanjian pranikah yang sah dan kuat secara hukum memerlukan jasa notaris dan terkadang pengacara, yang tentunya memerlukan biaya.
- Kompleksitas Hukum: Perjanjian harus dibuat dengan cermat agar tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan adil bagi kedua belah pihak. Jika tidak, ia bisa dibatalkan di pengadilan.
Jadi, Perlukah Anda Membuatnya?
Jawaban dari pertanyaan ini sangat personal dan bergantung pada situasi unik setiap pasangan. Perjanjian pranikah menjadi sangat relevan dan bahkan dianjurkan jika salah satu atau kedua kondisi ini terpenuhi:
- Salah satu atau kedua pasangan memiliki aset yang signifikan (properti, investasi, saham).
- Ada perbedaan kekayaan yang besar di antara pasangan.
- Salah satu pasangan adalah seorang pengusaha atau memiliki bisnis keluarga.
- Ini bukan pernikahan pertama Anda dan ada anak dari pernikahan sebelumnya yang hak warisnya perlu dilindungi.
- Salah satu pasangan memiliki utang yang besar.
Pada akhirnya, seperti Rian dan Sarah, keputusan ada di tangan Anda berdua. Alih-alih melihatnya sebagai tanda ketidakpercayaan, cobalah memandangnya sebagai alat untuk membangun fondasi pernikahan yang jujur dan kokoh. Membicarakan uang sebelum menikah mungkin tidak mudah, tetapi jauh lebih baik daripada memperebutkannya saat cinta telah pudar.
Perjanjian pranikah bukanlah ramalan kegagalan. Ia adalah peta jalan finansial yang disepakati bersama, memastikan bahwa apa pun badai yang datang, Anda berdua telah mempersiapkan payung terbaik.(*)
- Menjaga Kesehatan Mental Ibu Rumah Tangga - 28/10/2025
- Inilah10 Kebiasaan Kecil yang Membuat Pernikahan Langgeng - 27/10/2025
- 10 Cara Efektif Menghadapi Tantrum Balita - 22/10/2025
