RUU KIA: Ibu Melahirkan Berhak Cuti Minimal 6 Bulan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) saat ini sedang membahas Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). Salah satu pasalnya adalah mengatur hak Ibu yang melahirkan.
Hak Ibu melahirkan tersebut diatur dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 RUU KIA. RUU KIA yang dimaksud adalah RUU KIA versi hasil harmonisasi Badan Legislasi 9 Juni 2022.
Pada pasal 1 diantara haknya adalah mendapatkan pelayanan kesehatan sebelum kehamilan, masa kehamilan, saat melahirkan dan pasca melahirkan; memperoleh jaminan kesehatan sebelum kehamilan, masa kehamilan, saat melahirkan dan pasca melahirkan; mendapatkan pendampingan saat melahirkan atau keguguran dari suami dan/atau Keluarga dan ada tujuh hak lainnya.
Selain memperoleh hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak juga mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan. Jika mengalami keguguran mendapatkan waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Hak tersebut sebagaimana diatur dalam ayat 2 pasal 4.
Untuk menjamin hak cuti di atas, Rancangan Undang-Undang ini juga mengatur pada pasal berikutnya yaitu pasal 5 tentang jaminan memperoleh haknya 100% selama tiga bulan pertama. Sedangkan untuk tiga bulan berikutnya mendapat 75% haknya.
Untuk memastikan Ibu melahirkan mendapatkan hak cutinya tanpa dikurangi gajinya, Rancangan Undang-Undang ini juga mengatur agar Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memberikan pendampingan secara hukum dan memastikan pemenuhan hak Ibu melahirkan terpenuhi dengan baik.
Untuk mendukung Ibu melahirkan, selain hak cutinya, RUU ini juga memberikan hak cuti bagi suami. Suami yang istrinya melahirkan mendapatkan hak cuti untuk mendampingi istri paling lama 40 hari. Jika sang istri keguguran, suami juga mendapat hak cuti sebanyak tujuh hari. Aturan ini tercantum dalam pasal 6 RUU KIA.
RUU KIA ini semakin memperkuat hak-hak Ibu melahirkan yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 82. Dalam Undang-undang tersebut, pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
Jika RUU KIA ini benar-benar disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang, terlihat ada komitmen yang kuat dari Pemerintah untuk memberikan perlindungan, khususnya, terhadap Ibu melahirkan. Kita tunggu saja ending dan implementasinya di lapangan.***