3 Cara Praktis Mengajarkan Tauhid dan Akhlak pada Anak di Rumah

Sore itu, di teras rumah yang teduh, Faiz yang baru berusia empat tahun menunjuk seekor kupu-kupu yang hinggap di kelopak bunga kamboja. “Bunda, bagus sekali! Siapa yang bikin kupu-kupu?” tanyanya dengan mata berbinar penuh rasa ingin tahu.
Bunda Rina tersenyum, berjongkok menyamai tinggi putranya. Alih-alih langsung menjawab, ia balas bertanya, “Menurut Faiz, siapa yang bisa membuat sesuatu seindah ini?” Faiz berpikir sejenak, lalu menggeleng. Dengan lembut, Rina berbisik, “Yang menciptakan kupu-kupu, bunga, langit, dan semua yang indah ini adalah Allah, Nak. Allah Maha Pencipta.” Seketika, wajah Faiz cerah. Sebuah konsep besar baru saja ditanamkan dalam sebuah percakapan sederhana.
Momen seperti inilah inti dari mengajarkan Tauhid dan Akhlak kepada anak. Bukan melalui ceramah yang rumit atau hafalan yang memberatkan, melainkan lewat sentuhan, cerita, dan koneksi dengan dunia di sekitar mereka. Ini adalah tugas terpenting orang tua: membangun fondasi iman dan karakter yang akan menopang anak sepanjang hidupnya.
Mengapa Harus Dimulai Sejak Usia Dini?
Periode usia dini (0-6 tahun) sering disebut sebagai “golden age” atau usia emas. Pada masa ini, otak anak berkembang dengan sangat pesat dan mampu menyerap informasi seperti spons. Apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan akan membentuk dasar keyakinan dan kepribadian mereka di masa depan.
Sebuah studi dalam bidang psikologi perkembangan anak menunjukkan bahwa pembentukan karakter dan sistem kepercayaan fundamental terjadi paling efektif pada masa prasekolah. Menunda pengenalan konsep spiritual hingga remaja sama seperti mencoba membangun lantai dua sebuah rumah tanpa pernah membuat fondasinya terlebih dahulu. Fondasi itu harus kokoh, dan fondasi terkokoh bagi seorang Muslim adalah Tauhid.
Menanamkan Tauhid dengan Cara yang Menyenangkan
Tauhid, keyakinan akan keesaan Allah, adalah konsep yang terdengar berat. Namun, kita bisa memperkenalkannya dengan cara yang sesuai dengan dunia anak-anak.
Pertama, Mulai dari Ciptaan-Nya: Gunakan alam sebagai media belajar. Saat melihat hujan, katakan, “Alhamdulillah, Allah turunkan hujan supaya tanaman bisa minum.” Saat melihat matahari, jelaskan bahwa Allah yang membuatnya terbit setiap pagi untuk menerangi kita. Ini menghubungkan kebesaran Allah dengan pengalaman nyata mereka.
Kedua, Gunakan Kalimat Thayyibah: Biasakan lisan anak dengan kalimat-kalimat baik. Ucapkan “Masya Allah” saat melihat sesuatu yang indah, “Alhamdulillah” saat menerima nikmat, dan “Bismillah” sebelum memulai sesuatu. Kalimat-kalimat ini secara tidak sadar menanamkan kesadaran bahwa Allah selalu hadir dalam setiap aktivitas.
Ketiga, Lewat Cerita dan Kisah Nabi: Anak-anak menyukai cerita. Kisahkan tentang Nabi Ibrahim yang mencari Tuhannya, atau mukjizat para nabi yang menunjukkan kekuasaan Allah. Cerita membuat konsep abstrak menjadi lebih konkret dan mudah dicerna.
Dari Tauhid Turun ke Akhlak
Setelah anak mulai mengenal Allah, langkah selanjutnya adalah menghubungkan keyakinan itu dengan perilaku sehari-hari (akhlak). Inilah jembatan antara iman di hati dan perbuatan dalam tindakan.
“Mengajarkan Tauhid tanpa Akhlak akan menghasilkan individu yang ‘merasa’ saleh tapi kering dalam interaksi sosial. Sebaliknya, mengajarkan Akhlak tanpa Tauhid hanya akan menghasilkan kebaikan yang rapuh tanpa dasar spiritual. Keduanya harus berjalan beriringan,” jelas Elly Risman, Psi., seorang psikolog anak dan keluarga ternama.
Bagaimana cara menyambungkannya?
Pertama, Ketika Mengajarkan Kejujuran: Katakan, “Anak hebat selalu berkata jujur, karena Allah Maha Melihat. Allah sayang anak yang jujur.”
Kedua, Ketika Mengajarkan Berbagi: Jelaskan, “Mainan ini rezeki dari Allah. Kalau kita berbagi dengan teman, Allah akan tambah sayang sama kita dan kasih rezeki lebih banyak lagi.”
Ketiga, Ketika Mengajarkan Kasih Sayang: Ajak anak untuk menyayangi binatang atau merawat tanaman. Sampaikan, “Allah itu Maha Penyayang, jadi kita juga harus menyayangi semua ciptaan-Nya.”
Dengan pendekatan ini, anak memahami bahwa berakhlak mulia bukanlah sekadar aturan sosial, melainkan bentuk cintanya kepada Sang Pencipta.
Anda Adalah Kurikulum Terbaik
Pada akhirnya, metode terbaik dalam mengajarkan Tauhid dan Akhlak kepada anak adalah melalui keteladanan. Anak-anak adalah peniru ulung. Mereka tidak hanya mendengarkan apa yang kita katakan, tetapi lebih memperhatikan apa yang kita lakukan.
Bagaimana kita berbicara kepada orang lain, bagaimana kita merespons kesulitan, dan bagaimana kita menunjukkan rasa syukur, semua itu adalah kurikulum berjalan yang mereka serap setiap hari. Dengan menjadi cerminan dari iman dan akhlak yang ingin kita tanamkan, kita telah memberikan pelajaran paling berharga yang akan membentuk mereka menjadi pribadi yang tidak hanya cerdas secara akal, tetapi juga mulia dalam jiwa dan perbuatan.(*)
·