Stop Bertengkar Karena Urusan Rumah: Panduan Pembagian Tugas yang Adil

“Piring kotor itu lagi? Serius, kamu tidak melihatnya?” Suara Amara melengking, memecah keheningan malam yang seharusnya menenangkan. Di sofa, Arya hanya mendengus. “Aku baru pulang, Amara. Bisakah kita tidak membahas ini sekarang?”
Adegan seperti ini mungkin tidak asing bagi banyak pasangan. Urusan rumah tangga yang tampaknya sepele seringkali menjadi pemicu pertengkaran hebat, mengikis kebahagiaan dan keharmonisan. Sebuah studi dari Pew Research Center menunjukkan bahwa pembagian tugas rumah tangga yang tidak adil adalah salah satu sumber konflik utama dalam hubungan modern. Ini bukan hanya tentang pekerjaan fisik, tetapi juga tentang beban mental yang kerap kali tidak terlihat.
Mengapa Pembagian Tugas Seringkali Tidak Adil?
Banyak faktor yang berkontribusi pada ketidakadilan ini. Pertama, peran gender tradisional masih sangat memengaruhi persepsi kita. Amara, misalnya, secara tidak sadar merasa bahwa sebagai perempuan, dia bertanggung jawab penuh atas kebersihan rumah, meskipun dia juga bekerja penuh waktu. Arya, di sisi lain, tumbuh dengan pemikiran bahwa tugas rumah adalah ‘urusan perempuan’, dan bantuannya adalah ‘bonus’ semata.
Kedua, kurangnya komunikasi yang efektif. Amara merasa Arya seharusnya ‘tahu’ apa yang harus dilakukan, sementara Arya merasa tidak ada yang pernah ‘memintanya’ secara eksplisit. Tanpa dialog terbuka, asumsi-asumsi ini menumpuk menjadi gunung es kekesalan.
Ketiga, beban mental yang tidak terlihat. Selain tugas fisik seperti mencuci, memasak, atau membersihkan, ada juga tugas ‘manajemen’ rumah tangga: membuat daftar belanja, merencanakan menu makan malam, mengatur janji temu dokter anak, atau membayar tagihan. Ini adalah beban kognitif yang seringkali tidak diakui, namun sangat menguras energi. Penelitian dari University of Melbourne menyoroti bagaimana beban mental ini lebih sering ditanggung oleh perempuan, menciptakan ketidakseimbangan yang signifikan.
Membangun Fondasi Keadilan: Sebuah Pendekatan Komunikatif
Kabar baiknya, Anda bisa menghentikan siklus pertengkaran ini. Intinya adalah komunikasi terbuka, empati, dan komitmen bersama.
- Sesi “Diskusi Jujur” Tanpa Penghakiman: Duduklah berdua di saat yang tenang. Mulailah dengan mengatakan, “Aku merasa kita perlu membahas bagaimana kita bisa bekerja sama lebih baik dalam mengelola rumah kita, agar kita berdua merasa lebih bahagia.” Hindari menyalahkan atau mengkritik. Fokus pada perasaan Anda dan tujuan bersama.
Tips Pro: Buat daftar semua tugas rumah tangga yang terlintas di benak Anda, sekecil apapun itu. Mulai dari “membuang sampah” hingga “mengganti bohlam” atau “merencanakan liburan.”
- Petakan Beban Kerja Saat Ini: Setelah daftar lengkap dibuat, bicarakan siapa yang biasanya melakukan apa. Ini akan membantu Anda berdua melihat secara konkret di mana ketidakseimbangan mungkin terjadi. Mungkin Anda akan terkejut menemukan bahwa satu orang menanggung lebih banyak dari yang Anda kira.
- Negosiasi Berbasis Kekuatan dan Preferensi: Bukan hanya tentang ‘adil’ secara matematis, tetapi juga tentang ‘adil’ secara kualitas hidup.
- Kekuatan: Siapa yang lebih baik dalam membersihkan kamar mandi? Siapa yang menikmati memasak? Maksimalkan kekuatan masing-masing.
- Preferensi: Apakah ada tugas yang sangat Anda benci dan pasangan Anda tidak terlalu keberatan? Contohnya, Amara mungkin benci mencuci piring tetapi tidak masalah melipat pakaian. Arya mungkin membenci melipat pakaian tetapi tidak keberatan mencuci piring.
- Fleksibilitas: Ingat, hidup tidak statis. Akan ada minggu di mana satu pasangan memiliki lebih banyak tekanan pekerjaan, dan yang lain bisa mengambil alih lebih banyak.
- Jadwalkan dan Tuliskan: Setelah kesepakatan tercapai, tulislah! Sebuah bagan sederhana di kulkas atau aplikasi berbagi tugas bisa sangat membantu. Ini bukan untuk mengontrol, melainkan untuk memberikan kejelasan dan mengurangi asumsi. “Dengan menuliskan, kami tidak perlu lagi saling bertanya ‘Apakah kamu sudah melakukan ini?'” kata seorang ahli hubungan dari Psychology Today.
- Reviu Rutin dan Berikan Apresiasi: Setiap beberapa minggu atau bulan, luangkan waktu untuk mereviu kesepakatan Anda. Apakah ada yang perlu disesuaikan? Yang paling penting, berikan apresiasi. “Terima kasih sudah membersihkan dapur, aku sangat menghargainya.” Kata-kata sederhana ini memiliki kekuatan besar untuk memupuk kerja sama dan membangun rumah tangga yang harmonis.
Melalui komunikasi yang tulus dan keinginan untuk berbagi beban secara adil, konflik tentang urusan rumah tangga bisa diminimalkan. Anda tidak hanya menciptakan rumah yang lebih bersih dan teratur, tetapi juga hubungan yang lebih kuat, lebih saling menghormati, dan lebih bahagia. Stop bertengkar, mulailah berkolaborasi. Kebahagiaan rumah tangga Anda pantas diperjuangkan.***