Pentingnya Tummy Time: Kisah di Balik Rengekan yang Menguatkan si Kecil

Ilustrasi: Googleaistudio

Lantai kamar itu terasa dingin saat Maya dengan hati-hati meletakkan putranya yang berusia tiga bulan, Leo, di atas matras bermain. Seperti yang sudah-sudah, tak sampai sepuluh detik, tangisan protes Leo pecah. Wajahnya memerah, tangan mungilnya mengepal di samping kepala yang masih terasa berat untuk ia angkat. Hati Maya mencelos. “Apa aku menyiksanya?” tanyanya dalam hati, seraya buru-buru mengangkat Leo ke dalam pelukannya. Dilema ini, pertarungan antara “kata ahli” dan naluri ibu, adalah medan pertempuran sunyi yang dihadapi banyak orang tua baru.

Malamnya, saat Leo tertidur pulas (dalam posisi telentang, tentu saja), Maya tak bisa berhenti berpikir. Ia membuka laptopnya dan mulai mencari jawaban. Ia menemukan fakta yang mengejutkan. Sejak kampanye “Back to Sleep” untuk mencegah Sindrom Kematian Bayi Mendadak (SIDS) sukses besar, bayi memang lebih aman saat tidur. Namun, sebuah studi terbaru dalam JAMA Pediatrics menyoroti konsekuensi yang tidak diinginkan: peningkatan signifikan kasus plagiocephaly, atau sindrom kepala peyang, karena bayi terlalu banyak berbaring telentang. Di sinilah pentingnya tummy time muncul sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Aktivitas sederhana ini ternyata bukan sekadar “latihan tengkurap,” melainkan kunci emas untuk membuka berbagai gerbang perkembangan.

Transformasi Maya: Dari Paksaan Menjadi Permainan

Dengan pemahaman baru, Maya memutuskan untuk mengubah strateginya. Ia sadar, masalahnya bukan pada tummy time itu sendiri, tetapi pada caranya menyajikannya kepada Leo. Ia tidak lagi melihatnya sebagai tugas, melainkan sebagai sebuah petualangan bersama.

1. Membangun Kekuatan dari Nol

Maya membaca bahwa rengekan Leo sebenarnya adalah suara otot-ototnya yang sedang bekerja. Tummy time adalah gym pertama bagi seorang bayi. Aktivitas ini secara langsung menempa kekuatan otot leher, bahu, punggung, dan lengan. Maya membayangkan otot-otot inilah yang kelak akan membantu Leo mengangkat kepalanya dengan penuh rasa ingin tahu, mendorong tubuhnya untuk berguling, dan memberinya kekuatan untuk duduk tegak menatap dunia. Ia tidak lagi mendengar tangisan, tapi sorakan semangat dari otot-otot yang sedang tumbuh.

2. Mengubah Lantai Menjadi Arena Petualangan

Alih-alih matras yang dingin, Maya memulai sesi tummy time di dadanya saat ia berbaring santai di sofa. Kontak kulit-ke-kulit dan detak jantungnya yang familier membuat Leo lebih tenang. Setelah beberapa hari, ia memindahkan “arena” ke lantai, namun kali ini dengan persiapan penuh. Ia meletakkan cermin anti pecah di depan Leo, membuatnya terpesona dengan “bayi lain” di hadapannya. Ia juga menggelar mainan bertekstur dan berwarna cerah yang bisa diraih. Maya ikut tengkurap di hadapannya, membuat suara-suara lucu dan bernyanyi. Sesi yang tadinya penuh air mata, kini dipenuhi tawa dan ocehan.

3. Mengikuti Irama, Bukan Jam Dinding

Maya berhenti terobsesi dengan durasi. Ia teringat panduan dari American Academy of Pediatrics (AAP) yang menyarankan untuk memulai dari yang kecil dan membangunnya secara bertahap.

  • Awal Mula: Ia hanya menargetkan sesi super singkat, 3-5 menit, tetapi melakukannya 3-4 kali sehari. Total harian mungkin hanya 15 menit, dilakukan saat Leo sedang dalam mood terbaiknya, bukan saat mengantuk atau setelah menyusu.
  • Meningkat Bertahap: Seiring Leo semakin kuat, sesi itu secara alami menjadi lebih lama. Leo mulai asyik menatap cermin atau berusaha meraih mainan, dan tanpa sadar, ia sudah bertahan selama 7-10 menit. Maya menargetkan total sekitar 30 menit per hari, yang tercapai dengan sendirinya melalui sesi-sesi bermain yang menyenangkan.

Seperti yang ditekankan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), “Stimulasi melalui tummy time saat bayi terjaga adalah esensial untuk mencegah keterlambatan motorik dan masalah bentuk kepala.” Maya kini melihat setiap menitnya sebagai investasi berharga.

Keajaiban Kecil di Suatu Sore

Sekitar dua minggu setelah mengubah pendekatannya, keajaiban kecil itu terjadi. Saat sedang asyik bermain di lantai, Leo, dengan usaha yang menggemaskan dan suara “heuh” yang keras, berhasil mendorong dadanya dengan kedua lengan dan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi. Matanya bertemu dengan mata Maya, dan untuk sesaat, ia menahan posisi itu dengan bangga sebelum kepalanya kembali mendarat di matras. Maya bersorak gembira. Itu bukan lagi rengekan protes, melainkan teriakan kemenangan.

Kisah Maya dan Leo adalah cerminan bagi jutaan orang tua. Pentingnya tummy time tidak terletak pada seberapa lama bayi bisa bertahan, tetapi pada kualitas interaksi dan konsistensi yang kita berikan. Ini adalah waktu untuk terhubung, bermain, dan membangun fondasi yang kokoh untuk setiap gerakan menakjubkan yang akan dilakukan si kecil di masa depan. Sebab di balik setiap rengekan singkat, ada kekuatan besar yang sedang Anda bangun bersama.(*)


Referensi:

  • American Academy of Pediatrics (AAP). (2022). Tummy Time is Important for Your Baby’s Development. HealthyChildren.org.
  • Deatrick, J. A., et al. (2021). Association of Supine Sleep Position with the Incidence of Positional Plagiocephaly. JAMA Pediatrics.
  • Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2019). Pentingnya Posisi Tengkurap (Tummy Time) pada Bayi. idai.or.id.


Visited 1 times, 1 visit(s) today
0 0 votes
Article Rating

admin

Admin qobiltu bisa dihubungi di e-mail qobiltu.co@gmail.com

admin
Subscribe
Notify of
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x