Studi: Cuti Ayah Saat Istri Melahirkan Memperkuat Hubungan Keluarga
Berbahagialah para suami. Mereka diperbolehkan untuk menemani dan membantu proses melahirkan istri tercinta tanpa takut dipotong gajinya.
Para suami mendapat dua hari tidak masuk kerja namun tetap gajinya dibayar untuk keperluan tersebut. Kebijakan itu diatur dalam Pasal 93 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Bagi para suami yang bekerja sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) juga boleh mengambil cuti penting untk menemani istri melahirkan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 24 Tahun 2017.
Menariknya, ketika suami mengambil cuti dari pekerjaannya untuk fokus menemani istri dalam proses melahirkan dan membantu mengurus anak, hal ini dapat memperkuat hubungan suami-istri dalam keluarga.
Sebuah survei terhadap 4.700 pasangan dari Early Childhood Longitudinal Study, Birth Cohort, dengan judul “Paternity Leave and Parental Relationships: Variations by Gender and Mothers’ Work Statuses,” menemukan bahwa ketika ayah beristirahat dari pekerjaan mereka untuk membantu bayi yang baru lahir, hubungan keluarga mereka semakin menguat.
Menurut Richard Petts, seorang sosiologi Ball State, profesor yang ikut menulis penelitian dengan Chris Knoester di Ohio State University “Studi ini memberikan kontribusi penting untuk pemahaman kita tentang manfaat potensial dari kebijakan cuti orang tua dengan menyoroti hubungan antara cuti ayah dan laporan orang tua tentang kepuasan hubungan dan konflik hubungan setelah kelahiran anak di AS”. Hal ini seperti dilaporkan phys.org dan Journal of Marriage and Family Volume 81.
Lebih lanjut Petts menjelaskan bahwa hasil studi ini menunjukkan “pria yang menggunakan cuti ayah dan mengambil cuti lebih lama berkorelasi dengan laporan ibu tentang kepuasan hubungan yang lebih besar dan laporan ibu pekerja sebelum melahirkan tentang konflik hubungan yang lebih rendah.”
Petts melanjutkan, “penelitian ini menawarkan bukti bahwa cuti ayah dapat membantu mengurangi ketidaksetaraan gender dan memperkuat hubungan keluarga.”
Lebih lanjut Petts menjelaskan bahwa “mengingat beban pekerjaan rumah tangga dan perawatan anak sering kali secara tidak proporsional dibebankan pada ibu, mengambil cuti ayah—dan cuti yang lebih lama—dapat membantu mempromosikan pembagian kerja yang lebih adil dalam keluarga dan membantu ibu merasa itu adil.”
Dari pemaparan hasil penelitian ini terlihat jelas bahwa cuti ayah memiliki implikasi terhadap hubungan orang tua, terutama pandangan ibu tentang hubungan mereka dengan ayah.
Dengan penelitian ini makin memperkuat pentingnya keterlibatan suami dalam mendampingi istri saat melahirkan dan mengasuh anak. Karena disitulah keadilan akan benar-benar terasa oleh seorang istri.
Kehadiran suami saat istri melahirkan dan mengurus anak pada masa-masa awal akan semakin memperkuat ikatan keluarga.***