8 Hal yang Membatalkan Puasa Menurut Madzhab Syafi’i
Puasa atau “shaum” menurut syara’ adalah menahan diri pada siang hari dari hal-hal yang membatalkan puasa, disertai niat oleh pelakunya, sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
Syaikh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya “al-Fiqh Islami Wa Adillatuhu” menjelaskan pengertian puasa tersebut. Menurutnya yang dimaksud menahan diri itu adalah menahan diri dari syahwat perut dan syahwat kemaluan, serta dari segala benda konkret yang memasuki rongga dalam tubuh [seperti obat dan sejenisnya).
Selanjutnya Syaikh Wahbah Zuhaili menjelaskan sejumlah hal yang membatalkan puasa menurut Madzhab Syafi’i.
1. Masuknya suatu benda ke dalam rongga dalam tubuh meskipun benda itu kecil (misalnya sebiji wijen) atau biasanya tidak dimakan (misalnya sebutir kerikil atau tanah), melalui lubang yang terbuka seperti mulut, hidung, telinga, uretra, anus, dan Iuka di otak) apabila hal itu disengaja. Alasannya, karena puasa artinya menahan diri dari segala sesuatu yang masuk ke dalam rongga dalam tubuh, dan hal-hal di atas itulah yang ditahan.
2. Menelan dahak yaitu lendir yang turun dari kepala atau rongga dalam tubuh. Adapun jika dahak itu mengalir sendiri dan orang itu tidak dapat memuntahkannya, puasanya tidak batal. Jika dia dapat memuntahkannya tapi dia membiarkannya sehingga mencapai rongga dalam tubuh, puasanya batal (menurut pendapat yang paling shahih) karena dia lalai.
3. Masuknya air berkumur atau air yang dihirup melalui hidung ke rongga dalam tubuh jika dia berkumur atau menghirup air itu secara mendalam. Sebab, orang yang sedang puasa dilarang melakukannya secara mendalam. Jika dia tidak melakukannya secara mendalam, puasanya tidak batal. Sebab, hal itu diakibatkan oleh perbuatan yang diperintahkan oleh syariat dan terjadi tanpa dasar keinginannya sendiri.
4. Muntah yang disengaja, bahkan meskipun dia yakin (menurut pendapat yang shahih) bahwa tidak ada sedikit pun muntahan itu yang masuk lagi ke dalam perutnya, sebab yang membatalkan adalah muntahan itu sendiri.
5. Onani, yaitu mengeluarkan mani dengan cara selain sanggama, baik yang hukumnya haram (misalnya dia mengeluarkannya dengan tangannya sendiri) maupun yang tidak haram (misalnya mengeluarkannya dengan tangan istrinya). Demikian juga keluarnya mani akibat meraba, mencium, dan berpelukan tanpa kain penghalang, sebab itu terhitung ejakulasi akibat persentuhan kulit.
6. Mengetahui bahwa dirinya keliru dengan makan pada siang hari karena fajar telah terbit, atau karena matahari belum terbenam. Sebab, dugaan yang telah jelas salahnya tidak masuk hitungan.
7. Puasa menjadi batal gara-gara terjadi kondisi gila, murtad, haid, dan nifas. Sebab, hal itu bertentangan dengan syarat-syarat sahnya puasa yaitu berakal, beragama Islam, dan suci dari darah kotor).
8. Jimak yaitu berhubungan badan pada siang hari di bulan Ramadan. Orang yang melakukan jimak pada bulan Ramadan ia wajib qadha, kafarat, dan ta’zir.
Menurut Madzhab Syafi’I tidak ada kafarat atas jimak yang merusak puasa selain puasa Ramadan (misalnya puasa sunnah, nadzar, qada, atau kafarat).
Demikian delapan hal yang membatalkan puasa Ramadan. Wallahu a’lam Bishawab.***