Cara Mengatasi Suami yang Terpikat Perempuan Lain
Suatu ketika seorang istri kirim WA ke nomor handphone QOBILTU yang kebetulan saya pegang. QOBILTU memang membuka layanan konseling pernikahan dan keluarga melalui WA dan e-mail. Biasanya pertanyaan-pertanyaan atau konsultasi tersebut saya teruskan kepada tim konselor dan psikolog yang ada di QOBILTU.
Namun waktu itu, perempuan yang berjilbab itu, terlihat di foto profilnya, langsung bertanya dan konsultasi tentang permasalahan keluarga yang sedang dihadapinya. Ia meminta tolong dengan sangat agar saya memberikan saran dan solusi dengan permasalahan yang sedang dihadapinya. Saya, mau tidak mau, langsung menjawab pertanyaan dan permintaannya. Saya sekalian praktek ilmu konseling yang pernah saya pelajari, “pikir saya waktu itu.”
Ia bercerita suaminya sedang tergila-gila dengan perempuan lain. Perempuan tersebut mengeluhkan suaminya yang sering sekali berkomunikasi, bercanda dengan perempuan lain. Sang istri, mengaku, sudah mengingatkan si suami untuk menjauhi perempuan lain itu. Bahkan orang tuanya dan saudara-saudaranya sudah membantu mengingatkan suaminya agar menjauhi si perempuan lain itu. Tapi si suami tetap saya berhubungan dengan perempuan lain itu. Si suami seperti “gelap mata”.
Ironisnya, perempuan lain itu, sebenarnya sahabatnya si istri itu sendiri yang tinggal di tetangga Desa. Seakan sudah kehabisan akal, si istri meminta saya untuk memberikan saran dan solusi apa yang sebaiknya ia lakukan agar suaminya kembali ke pelukannya dan menjauh dari perempuan lain itu.
Saya dengan sabar membaca keluhannya dan sesekali bertanya layaknya seorang konselor yang tidak mau memberikan solusi. Biarkan si istri itu yang menemukan jawabannya atas permasalahan yang dihadapinya itu. Tapi si istri itu terus meminta saran dan solusi apa yang seharusnya ia tempuh untuk menghadapi prilaku suaminya itu. Ia seperti datang kepada seorang Kyai atau Ustadz dan minta petuah atau wejangan untuk menyelesaikan masalah keluarganya.
Waktu itu, saya teringat cerita Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA, Guru Besar Psikologi Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada satu perkuliahan. Beliau bercerita tentang seorang istri yang mengadukan permasalahan keluarganya. Suami perempuan itu berpoligami. Tragisnya, semua anaknya mendukung keputusan ayahnya untuk menikah lagi. Ini yang membuat semakin shock perempuan itu. Karena dalam banyak kasus suami poligami, si anak membela Ibunya. Cerita tersebut juga ditulis di bukunya yang berjudul “Psikologi Keluarga, Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa.”
Dalam menghadapi kasus itu, Prof. Mubarok memberikan tiga alternatif keputusan yang bisa diambil oleh istri tersebut.
Pilihan pertama, si istri bisa melabrak saja perempuan yang membuat suaminya berpaling ke perempuan itu. Pilihan pertama ini biasanya dilakukan oleh perempuan kebanyakan, bukan perempuan pilihan. Sebenarnya ini langkah yang manusiawi, dapat dimengerti tetapi hasilnya merugikan diri sendiri. Karena suami bisa saja tidak akan mengalah dan akan lebih bersimpati kepada penderitaan perempuan yang dilabrak itu. Dan marah terhadap sikap istrinya dan bisa berakhir perceraian.
Pilihan kedua, si istri bisa bersabar menunggu sampai si istri muda suaminya itu melahirkan dan kemudian menagih suami untuk menceraikan istri mudanya itu sesuai dengan janji yang ia berikan kepadanya. Menurut Prof. Mubarok, langkah ini manusiawi, dapat difahami dan rasional. Tetapi belum mengandung nuansa keindahan.
Pilihan ketiga, si istri menerima kehadiran istri muda itu sebagai bentuk kepedulian dia terhadap nasib sesama perempuan. Ini adalah pilihan yang sangat berat bagi seorang istri, karena pilihan ini hanya bisa dilakukan oleh perempuan utama. Jika pilihan ini yang dipilih, si istri harus memandang istri muda itu tidak hanya sebagai madu, tetapi juga sebagai seorang perempuan, sebagai makhluk Allah yang membutuhkan pertolongan orang lain.
Dalam kasus ini, si perempuan itu adalah seorang yang bekerja di panti pijat dan usianya masih sangat muda yaitu 17 tahun dan sedang hamil. Menurut Prof. Mubarok, untuk menjadi perempuan utama, si istri harus berpihak kepada perempuan, peduli terhadap nasib perempuan dengan mengatakan: “Sudahlah Pak, biar dia tidak usah dicerai, saya kasihan kepada masa depan dia, sebab jika dicerai hampir dapat dipastikan ia akan kembali ke panti pijat, dan selanjutnya akan ada perempuan lain yang menderita karena tergoda kepadanya.”
Pilihan ketiga ini memang bukan pilihan popular. Bahkan mungkin sebagian kita akan mencibir karena dianggap pro-poligami yaitu menyetujui suami untuk beristri lagi. Namun demikian, Menurut Prof. Mubarok, pilihan ini juga bisa untuk bargaining bagi istri. Yaitu dengan meminta suaminya untuk lebih taat menjalankan agama dan menjauhi perbuatan maksiat. Dalam kasus ini, suaminya sering sekali memelihara perempuan simpanan. Terakhir, istri meminta dido’akan agar kuat menghadapi kenyataan ini.
Si istri bebas menentukan pilihan mana yang akan dipilih dari tiga alternatif pilihan tersebut. Semua pilihan tentunya mempunyai konsekwensi masing-masing.
Kembali lagi ke porsoalan perempuan yang saya tangani, saya tentu tidak memberikan tiga alternatif seperti yang Prof. Mubarak sampaikan. Karena kasus dan tingkatan kasusnya berbeda. Meskipun seacara umum ada persamaan yaitu suami terpikat dengan perempuan lain.
Saya hanya menyampaikan spirit penting dari paparan Prof. Mubarok itu yaitu mementingkan introspeksi diri, akhlaq mulia dan melalukan pendekatan diri kepada Allah. Dengan sikap positif itu diharapkan suami sadar betapa mulia dan agungnya istrinya itu. Sehingga ia tidak perlu lagi berpikir dan mencari perempuan lain untuk hidup bersamanya. ***