“Kegelisahan” Ayah Jelang Anak Kembali Ke Pesantren di Era Pandemi COVID-19

Sumber: Video PP. Maslakul Huda Kajen Pati

Setelah kurang lebih 3 (tiga) bulan di rumah, bulan Juli 2020 ini saatnya anak-anak kembali ke Pondok Pesantren. Sesuai rapat koordinasi pengasuh, pengurus pesantren dengan wali santri beberapa hari lalu, Kamis, 2 Juli 2020, Pukul 19.00-22.00, diputuskan bahwa jika kecamatan dimana santri tinggal masih zona merah, maka tidak boleh berangkat ke pesantren. Padahal, sebelum rapat itu, kita semua, saya, isteri dan kedua anak kami; Obiet dan Iyas sudah siap-siap untuk berangkat keesokan harinya, pas hari libur kantor.

Seperti telah direncanakan, minggu pertama Juli 2020 memang kami akan mengantar anak-anak ke pesantren di Cebolek dan Kajen, Pati Jawa Tengah. Tidak ada sedikitpun keraguan untuk berangkat dari Ciputat ke Cebolek. Kedua anak kami, sekalipun bersekolah di tempat pendidikan yang sama, Mathali’ al-Falah (Mathole’), tetapi tinggal di Pesantren yang berbeda. Anak sulung, lelaki tinggal di pesantren Mansajul Ulum (MU), adiknya, perempuan tinggal di pesantren Maslakul Huda lil Mubtadi’at (MHM). Sang kakak, setelah bulan Syawal 1441 H. adalah tahun ke-6 di Pesantren MU.

Dalam hitungan kalender pendidikan Aliyahnya, maka tahun ini adalah tahun terakhir di pesantren dan sekolahnya. Sebagai ayah, saya dapat memaklumi keinginannya segera balik ke pesantren. Adapun, sang adik, tahun ini adalah tahun ketiga, tahun terakhir di Tsanawiyah. Sedikit berbeda responnya, adiknya begitu mendengar keputusan pesantrennya seperti itu, maka dia sepertinya lega untuk beberapa saat di rumah, tidak segera balik ke MHM. Saya juga dapat memakluminya, karena baginya bukanlah tahun terakhir di pesantren Kajen, masih ada 3 tahun lagi jika Aliyahnya dilanjutkan di Mathole’, seperti sang kakak.

Lalu, kegelisahannya dimana? Sebenarnya, selama 3 bulan di rumah, setiap kegiatan pesantren yang bersifat daring (online) dapat diikuti semuanya, baik melalui aplikasi yang mewajibkan kehadirannya masuk dalam grup ataupun sekedar melihat/mendengar sang kyai membaca kitabnya. Gelisahnya, karena zona merah di Kecamatan Pamulang yang tiada berubah menjadi hijau, minimal kuning, padahal kelurahannya sudah kuning cukup lama. Dan, khusus sang kakak tanggal keberangkatan di pesantrennya, putra dan putri, tanggalnya sudah ditentukan, misalnya, tanggal 2, 6, 11 Juli untuk putra. Pertanyaannya, jika di luar tanggal itu hijau bagaimana? Sementara kita sering menyaksikan perubahan warna zona itu tidak menentu.

Sisi lain kegelisahannya bagi kita orang tua di rumah adalah anak-anak terlalu lama tidak bergaul dengan santri dan ustadz/kyainya secara langsung, sebab dalam tatap muka itulah keteladan dari kyai/ustadz sesungguhnya yang diharapkan. Tentu berbeda dengan jika di rumah, keteladanan itu sangat terbatas. Selain keteladanan, pembelajaran di pesantren dan sekolah tentu saja berbeda dengan jika daring, seperti pengalaman adiknya di madrasah ibtida’iyah. Ohya, selama bulan Ramadlan sekolah kedua anak kami memang libur, karena memang begitu regulasi yang selama ini berjalan. Jadi, pendidikan itu diawali dari bulan Syawal atau kalender Hijriyah. Pendidikan sekolah anak kami di Mathole’ kategori mu’adalah (persamaan) dengan pendidikan sekolah negeri/swasta.

Dibalik kegelisahan, sebenarnya, kita dapat memetik manfaat lainnya, antara lain, kebersamaan selama di rumah, antara lain, kita dapat mengetahui kecenderungan dan potensi anak-anak, baik dalam pilihan keilmuannya ataupun lainnya. Semoga era pandemi COVID-19 ini seperti disampaikan pengasuh pesantrenya, KH. Abdul Ghaffar Rozin (Gus Rozin), yang juga ketua umum asosiasi pondok pesantren (RMI) PBNU, kita semua dapat bekerja sama untuk menjaga kesehatan semua, hanya dengan itu kita semua dapat melangsungkan pendidikan di pesantren dan sekolahnya.

Bahkan, disampaikan, kebiasaan baru (new normal) jika sudah di pesantren, santri juga nanti harus menyesuaikan peraturan protokol kesehatan yang ketat. Jika berangkat dan pulang sekolah, tidak boleh mampir-mampir ke tempat yang tidak penting, harus langsung balik ke pesantrennya. Selama pendidikan dan sekolah berlangsung harus membawa masker, dll. Pun, saat kembali ke pesantren harus membawa peralatan baru dari rumah, mulai dari piring, bantal, dst. Tetap dilakukan social distancing, karantina jika baru datang dst. Intinya menjaga kesehatan. Mari kita berdo’a semoga semuanya sehat, lancar, dan hasil maksud. [ ]

Mahrus eL-Mawa
5 1 vote
Article Rating
Visited 1 times, 1 visit(s) today

Mahrus eL-Mawa

Mahrus eL-Mawa, pegiat ilmu sosial keagamaan, filolog, dosen pascasarjana UNUSIA Jakarta dan ASN Kementerian Agama RI.

Mahrus eL-Mawa
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x