Kiat Meraih Surga Bersama Keluarga (Bagian 1)
Tulisan ini akan coba menengok tipe keluarga ideal yang digambarkan dalam al-Qur’an yaitu keluarga kholilullah Ibrahim AS. Untuk kiat- kiat yang lainnya insyaa Allah pada tulisan berikutnya.
Kisah Kholilullah Ibrahim AS merupakan kisah keluarga yang mendiskripsikan adanya ketulusan, ketabahan, perjuangan dan ketaatan yang luar biasa dari orang-orang yang juga luar biasa yang akhirnya menjadi contoh dan panutan bagi para pemeluk agama Samawi, terutama ummat Islam.
Salah satu ibrah atau pelajaran dari kisah keluarga khalilullah Ibrahim AS ini adalah kesungguhan dalam berdo’a, salah satunya adalah berdo’a agar diberikan keturunan:
رب هبلي من الصالحين
“Tuhanku berikanlah padaku keturunan yang solih.” (Q.S Ash-Shaffat: 100)
وهذا مسألة إبراهيم ربه أن يرزقه ولدا صالحا; يقول: قال: يا رب هب لي منك ولدا يكون من الصالحين الذين يطيعونك، ولا يعصونك، ويصلحون في الأرض، ولا يفسدون
Dalam Tafsir ath-Thabariy dijelaskan, bahwa do’a di ayat tersebut adalah do’anya nabi Ibrahim kepada tuhan-Nya agar diberikan anak yang solih, dimana beliau berkata: ya Tuhanku berikan padaku anak yang solih yang taat kepada-Mu, tidak bermaksiat pada-Mu, dan melakukan kebaikan di muka bumi ini bukan melakukan kerusakan.”
Nabi Ibrahim memperoleh keturunan dari Hajar istri keduanya setelah dianjurkan untuk menikah kembali oleh Sarah, istri pertama. Tidak lama setelah Hajar melahirkan anak, yang kemudian diberi nama Ismail, atas pesan wahyu Ibrahim AS membawa Hajar dan bayinya Ismail keluar dari Palestina menuju satu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Mekah yang saat itu tidak berpenghuni dan tidak ada sumber kehidupan.
Setelah sampai Mekah, tidak lama Ibrahim AS memperoleh wahyu agar kembali ke Palestina untuk melanjutkan risalahnya di sana. Disinilah tampak betapa hebatnya ketabahan dan daya juang Hajar yang hidup hanya dengan anaknya, Ismail di lokasi yang benar-benar sulit karena nyaris tidak ada sumber kehidupan di sana. Singkat cerita apa yang dialami dan dilakukan oleh Hajar kemudian ditapaktilasi oleh umat Islam dan menjadi rangkaian ibadah haji dan umroh.
Setelah sekian lama terpisah, akhirnya Ibrahim AS yang sudah demikian kangen dengan putra dan istrinya tersebut berangkat menuju Mekah, tempat Hajar dan Ismail beliau tinggalkan. Ketika beliau sampai di satu tempat, yaitu Arafah beliau melihat istri dan putranya sedang menggembala. Dan Arafah menjadi saksi pertemuan keluarga yang sama-sama dilanda kerinduan yang mendalam.
Setelah melepas kerinduan, mereka bertiga berangkat kembali ke Mekah dan sebelumnya bermalam di Muzdalifah. Di sinilah kemudian Ibrahim AS memperoleh perintah Allah SWT agar mengurbankan putranya, Ismail AS yang baru saja beliau temui. Yang kemudian dalam proses pengurbanan tersebut, dengan kuasa dan kehendak Allah, digantikan dengan seekor kibasy (domba).
Lahirnya Ismail sebagai anak yang memiliki keimanan yang kuat, ketulusan hati dan ketaatan serta keikhlasannya dalam menjalankan perintah Allah SWT, bukanlah sesuatu yang tiba-tiba. Tapi ada proses di situ, ada tarbiyah luar biasa yang dilakukan orang tuanya sehingga memiliki seorang anak remaja yang benar-benar memahami makna iman dengan kedalamannya. Dengan kedalaman imannya itulah Ismail sadar dan paham benar bahwa dirinya bahkan nyawa yang ada pada dirinya pada hakikatnya adalah milik Allah (Inna Lillah) oleh karenanya sudah sepatutnya digunakan untuk taat kepada Sang pemberi hidup yaitu dengan menjalankan perintah-Nya tentu dengan penuh keridhoan dan keikhlasan karena Allah.
Untuk mendidik anak-anak kita supaya punya keimanan yang kuat, ketulusan hati dan keikhlasan dalam menjalankan perintah Allah, kita bisa belajar dari kholilullah AS dan istrinya agar anak-anak kita bisa menjadi qurrata a’yun. Salah satunya adalah Kesungguhan dalam berdo’a.
Kehamilan Hajar merupakan salah satu dari hasil kesungguhan berdo’anya nabiyallah Ibrahim AS. Selain do’a yang sudah tertulis di atas, terkait dengan permohonan minta keturunan, Ibrahim AS juga berdoa:
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Ya Tuhan kami jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada-Mu dan (jadikanlah) anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada-Mu juga dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah: 128)
Do’a di atas bukti kesungguhan Ibrahim AS dalam berdo’a dan bahkan diabadikan dalam al-Qur’an. Ikhtiar semacam ini merupakan ikhtiar yang dilakukan Ibrahim AS sebelum anaknya dilahirkan. Merujuk dari kisah Ibrahim dan juga firman-firman Allah yang lain yang terdapat dalam al-Qur-an—seperti kisah keluarga Imran— para pakar pendidikan Islam mengangkat teori “Pranatal Education” (Pendidikan itu dimulai sebelum anak dilahirkan) Diantara pakarnya antara lain: a) Prof. Dr. Zakiah Darajat dengan bukunya “Ilmu Jiwa Agama”; b) Dr. H. Ali Akbar dengan bukunya “Merawat Cinta Kasih” ; c) Prof. Dr. H. Baihaqi A.K dengan bukunya “Mendidik Anak Dalam Kandungan”.
Selain kesunggguhan dalam berdoa, apa lagi yang hendaknya dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya sebelum dilahirkan atau masih dalam kandungan sehingga menjadi anak yang qurrata a’yun?
Insyaa Allah tulisan berikutnya akan menjawabnya.
Wallahu a’lam
Semoga bermanfaat.
*Salam Bahagia dari Ahmad Rusdi*