Sayap-Sayap Doa di Langit Arafah (Bagian-6) – Praktik Manasik Haji, Umrah
HARI INI, Minggu 8 Maret 2020, saya dan jama’ah haji Kramat Jati lainnya mengikuti praktik manasik haji di halaman masjid al-Mabrur komplek asrama haji Pondok Gede Jakarta Timur. Sekitar 41 jama’ah haji sudah menyemut di serambi masjid al-Mabrur sejak pukul 6.30 pagi. Mereka kebanyakan berpakain putih-putih. Bagi laki-laki, ada juga yang memakai peci.
Ketika saya tiba di asrama haji sekitar jam 7 lebih, para jama’ah lain sudah banyak yang telah sampai di lokasi. Mereka berkumpul di serambi masjid.
Ketika sudah di lokasi, saya menebar pandangan ke sekitar lapangan masjid yang dijadikan area praktik haji, terlihat rombongan jama’ah haji dari Kecamatan lain dan anak-anak sekolah sudah lebih dulu menempati lapangan.
Kembali lagi ke serambi masjid, Ustadz Nasrullah, pembimbing haji dari KUA Kramatjati, mulai membuka acara.
Kemudian Ustadz menjelaskan tentang rencana menjahit baju batik yang akan dipakai rombongan haji Indonesia. Ustadz Nasrullah kemudian memperkenalkan penjahit dan mempersilakan menjelaskan tawaran pekerjaannya.
“Untuk Bapak-Bapak 140ribu tanpa puring. Kalo pake puring 175. Bahannya 125”.
“Untuk perempuan sama?” tanya seorang jama’ah.
“Beda Pak. Untuk perempuan bahannya tiga meterrrr…ongkosnya 200. Bahannya 365 pake puring. Kalo gak pake puring beda lagi.”
Begitulah kehebohan penjelasan tentang biaya menjahit baju batik untuk seragam haji.
Ada juga jama’ah yang meminta diskon.
“Pak kalo banyak tuh biasanya ada diskon”.
Tapi si penjahit tidak mau kalah. Menurutnya meskipun jahitnya banyak tapi tetap komplainnya sendiri-sendiri.
Lebih lanjut si penjahit berkilah bahwa ia harus memakai orang untuk mengukur. Itu perlu honor juga.
“Penjahit memang kerjaannya, salah satunya adalah ngukur.” Kata saya dalam hati.
Akhirnya sesi penjelasan harga dan kain yang akan dipakai, kalau memakai kain dari penjahit, selesai.
Karena matahari semakin siang semakin menggigit panasnya. Akhirnya, satu persatu jama’ah antri untuk diukur.
“Nama? Bahan? Puring atau non-puring?”
Sinar matahari semakin menggigit.
Setelah pengukuran baju. Para jama’ah bersiap melakukan praktik umrah. Para jama’ah akan mempraktikan cara haji tamattu yaitu haji yang diawali dengan umrah terlebih dahulu.
Pembimbing memberitahu cara memakai kain ihram yang benar yaitu yang tidak terbuka bagian bawahnya ketika jama’ah jongkok.
Caranya kain ihram dibentangkan seperti memakai sarung, dipegang ujungnya.
Kemudian satu bagian sebelah kiri dililitkan ke belakang menyisakan kuncir. Bagian lainnya dililitkan kemudian digulung seperti memakai sarung biasa.
“kuncir itu buat pegangan istri” kata pembimbing.
Memang ketika dicoba jongkok tidak terbuka bagian tengahnya.
Pak Masna, salah seorang jama’ah, punya cara lain memakai kain ihram. Sama-sama tidak terbuka ketika dipakai jongkok. Sepertinya lebih simpel. Hanya saja cara Pak Masna tidak menyisakan kuncir di belakangnya.
Setelah belajar memakai kain ihram selesai, jama’ah yang membawa kain ihram sama-sama memakai pakaian ihram.
Pura-puranya jama’ah sudah ada di Bir Ali untuk miqat. Disunahkan melakukan shalat sunah ihram, jika memungkinkan.
Dipandu pembimbing, jama’ah mengucapkan niat
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ عُمْرَةً
_Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah._
Kemudian jama’ah menuju Masjidil Haram untuk melaksanakan thawaf.
Ketika untuk pertama kalinya melihat ka’bah, jama’ah berdo’a (dipandu pembimbing)
اللَّهُمَّ زِدْ هَذَا البَيْتَ تَشْرِيفاً وَتَعْظِيماً وَتَكْرِيماً وَمَهَابَةً، وَزِدْ مِنْ شَرَّفَهُ وَعَظَمَهُ وَكَََرَّمَهُ مِمَّنْ حَجَّهُ أَوِاعْتَمَرَهُ تَشْرِيفاً وَتَعْظِيْماً وَتَكْرِيْماً وَبِرًّا.
_”Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan, keangungan, kehormatan dan wibawa pada Bait (Ka’bah) ini. Dan tambahklan pula pada orang-orang yang memuliakan, mengagungkan dan menghormatinya di antara mereka yang berhaji atau yang berumrah dengan kemuliaan, keagunggan, kehormatan, dan kebaikan.”_
Kemudian jama’ah mulai thawaf. Mulai dari sudut Hajar Aswad atau segaris dengannya. Berputar mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali putaran. Posisi ka’bah sebelah kiri badan.
*Putaran 1* membaca do’a di bawah ini.
سُبْحَانَ اللَّهِ، والحَمْدُ لِلَّهِ، وَلا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ باللَّهِ العَلِيِّ العَظِيمِ
وَالصَّلاَةُ وَِِالسَلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اللَّهُمَّ إيمَاناً بِكَ وَتَصدِيقاً بِكِتابِكَ، وَوَفاءً بِعَهْدِكَ وَاتِّباعاً لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اللَّهُمَّ إنِّي أَسألُكَ العَفْوَ وَالعَافِيَةَ، وَالمُعَافَاةَ الدَّائِمَةَ فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَالْفَوْزَ بِالْجَنَّةِ، وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ
“Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, sagala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar Tiada daya (untuk memperoleh manfaat) dan tiada kemampuan (untuk menolak bahaya) kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung.
Shalawat dan salam bagi Rasulullah Saw.
Ya Allah, aku thawaf ini karena beriman kepada-Mu membenarkan kitab-Mu dan memenuhi janji-Mu dan mengikuti sunnah Nabi-Mu, Muhammad Saw.
Ya Allah sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ampunan, kesehatan, dan perlindungan yang kekal dalam menjalankan agama, di dunia dan akhirat dan beruntung memperoleh surga dan terhindar dari siksa neraka.”
Pada setiap kali sampai di rukun Yamani mengusap atau bila tidak mungkin mengangkat tangan tanpa dikecup sambil mengucapkan:
بِسْمِ اللَّهِ واللَّهُ أكْبَرُ
Dengan nama Allah, Allah Maha Besar.
Di antara Rukun Yamani Hajar Aswad membaca do’a:
رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْأخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan hidarkanlah kami dari siksa neraka.
Demikian thawaf dilakukan sampai tujuh putaran dengan do’a yg berbeda setiap putarannya.
Di antara Rukun Yamani Hajar Aswad membaca do’a yg sama:
رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْأخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Selama thawaf jangan menyentuh dinding Ka’bah.” Kata pembimbing.
Usai thawaf kemudian jama’ah menuju tempat air zam-zam. Sebelum minum berdo’a dulu. Ini do’anya.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسألُكَ عِلْماً نافِعاً، وَرِزْقاً وَاسِعًا، وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ وَسَقَمٍ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Ya Allah, aku mohon pada-Mu ilmu pengetahuan yang bermanfaat, rizqi yang luas dan kesembuhan dari segala penyakit dan kepedihan dengan rahmat-Mu ya Allah Tuhan Yang Maha Pengasih dari segenap yang pengasih.
Minum air zam-zam tiga kali tegukan. Bismillah glek…glek…glek…alhamdulillah.
Setelah praktik thawaf dan minum air zam-zam (pura-puranya) jama’ah berkumpul. Pembimbing memberikan waktu kepada jama’ah untuk bertanya.
Seorang jama’ah bertanya, bagaimana kalau dalam proses thawaf ingin buang air?
Pembimbing menjawab silahkan keluar dulu untuk buang air kemudian bersuci lagi. Untuk berwudhu bisa dengan air zam-zam.
Jama’ah lain bertanya, bagaimana kalau dalam proses thawaf bersentuhan dengan lawan jenis?
Pembimbing menjawab, sebaiknya jama’ah menerapkan wudhu madzab Hanafi yaitu membasuh rambutnya secara keseluruhan maka ketika bersentuhan dengan lawan jenis tidak batal wudhunya.
Setelah tanya jawab, jama’ah melanjutkan praktik umrah berikutnya yaitu Sa’i.
Bersambung….