Inilah Lima Kabupaten di Jawa Barat yang Banyak Para Suaminya Mengajukan Poligami
Poligami adalah satu jenis pernikahan yang banyak menimbulkan perbincangan dan kontroversi dari zaman dulu sampai saat ini. Pada umat Islam, perbedaan pandangan tersebut diantaranya berasal dari cara menafsirkan al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 3 yang menyatakan:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Dari ayat ini, paling tidak, ada tiga pandangan para ulama tentang poligami: membolehkan, membolehkan dengan syarat yang ketat, tidak melarang tapi satu pernikahan yang syaratnya tidak mungkin terpenuhi oleh manusia.
Ulama yang membolehkan laki-laki berpoligami dengan tidak memberikan syarat-syarat yang diminta dalam al-Qur’an yaitu “berbuat adil”. Pendapat ini disampaikan oleh Ibn Qasim Al-Guzi. Menurut Syafiq Hasyim dalam bukunya “Hal-Hal yang Tak Terpikirkan tentang Isu-Isu Keperempuanan dalam Islam” (2001) pendapat seperti ini juga banyak dijumpai dalam kitab-kitab muktabarah lainnya.
Pendapat kedua membolehkan poligami dengan syarat yang sangat ketat dan poligami merupakan “pintu darurat’ atau “emergency door” bagi dia yang sangat membutuhkan. “Poligami merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh siapa yang sangat amat membutuhkan, dan dengan syarat yang tidak ringan.” Demikian Prof. Quraish Shihab menjelaskan dalam buku “Perempuan, dari Cinta sampai Seks, dari Nikah Mut’ah sampai Nikah Sunah, dari Bias Lama sampai Bias Baru.”
Pendapat yang ketiga yang membolehkan tetapi dengan syarat yang tidak mudah dan sangat kecil manusia bisa memenuhinya. Karena keadilan yang dituntut al-Qur’an adalah keadilan yang bersifat kualitatif yaitu rasa sayang dan cinta bukan keadilan kuantitatif. Pendapat ini diantaranya dilontarkan oleh Muhammad Abduh seperti yang diulas panjang lebar dalam kitab “Hikmah Al-Tasyri wa Falsafatuhu” karya Ali Ahmad Al-Jurjawi. Seperti dijelaskan oleh Syafiq Hasyim (2001).
Berkaitan dengan praktik poligami ini, di Jawa Barat, berdasarkan hasil rekapitulasi kasus di Pengadilan Agama se-Jawa Barat, ada sekitar 743 kasus suami yang meminta izin ke Pengadilan Agama untuk menjalankan pernikahan poligami dalam kurun waktu 2015-2021. Jumlah tersebut tersebar di 24 Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Lima Kabupaten yang tertinggi angka permintaan izin poligaminya adalah ada di Kabupaten Bogor dengan 78 permintaan. Kedua Cikarang dengan 72 permintaan. Ketiga Bandung dengan permohonan poligami sebanyak 65 kasus. Keempat Depok dengan permohonan sebanyak 53 kasus dan kelima adalah Cimahi dan Bekasi yang sama-sama berjumlah 52 kasus permohonan izin poligaminya.
Data ini bisa dijadikan gambaran bahwa praktik poligami masih banyak dipraktikan di masyarakat Jawa Barat. Data praktik poligami ini bisa jauh lebih besar lagi jika kita mampu mengungkap praktik nikah sirri atau nikah yang tidak dicatatkan di KUA yang masih banyak terjadi di masyarakat. Terutama terkait dengan praktik pernikahan poligami.***