RUU KUHP Disahkan: Pelaku Hubungan Seks Di Luar Nikah Bisa Dipenjara
RUU KUHP (Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana) baru saja disahkan oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Republik Indonesia. Pengesahan RUU KUHP ini diiringi dengan penolakan sejumlah kalangan terkait dengan pasal-pasal di dalamnya.
Salah satu pasal yang mendapat sorotan dari masyarakat adalah pasal tentang kesusilaan yaitu diantaranya terkait dengan pidana bagi pelaku hubungan seks di luar pernikahan. Ketentuan ini tercantum draft final RUU KUHP (Versi 6 Desember 2022) pada Pasal 411 ayat (1) yang berbunyi:
Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Denda kategori II yang dimaksud pada pasal ini adalah Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sesuai dengan pasal 79 RUU KUHP ini.
Pasal ini menjerat setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya. Baik orang itu sudah menikah maupun belum. Hal ini diuraikan dalam penjelasan pasal ini.
Yang dimaksud dengan “bukan suami atau istrinya” pada ayat (1) pasal ini adalah:
a. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
b. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
c. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.
Hubungan seks di luar nikah yang dimaksud pada pasal 411 ayat 1 tersebut tidak serta merta dipidana tanpa adanya pengaduan dari suami, istri, Orang Tua, atau anaknya. Hal ini dijelaskan pada ayat 2 pasal tersebut.
Tanpa adanya pengaduan dari empat pihak tersebut yaitu suami, istri, Orang Tua, atau anaknya, pelaku hubungan seks di luar nikah tersebut tidak bisa dijerat secara pidana.
Ada perbedaan yang signifikan antara KUHP lama dengan KUHP yang baru ini. Pada KUHP yang lama pasal perzinaan hanya menjerat kepada orang yang telah menikah, baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan pada KUHP yang baru, orang yang belum menikah pun terjerat pasal hubungan seks di luar nikah ini.
Perbedaan lainnya adalah pada pihak yang memberikan pengaduan. Pada KUHP lama, pihak yang berhak mengajukan pengaduan adalah suami atau istri yang tercemar. Sedangkan pada KUHP yang baru tidak hanya suami atau istri yang berhak mengajukan pengaduan tetapi juga Orang Tua dan anaknya.
Pasal ini saya kira menimbulkan masalah. Pertama pada pihak yang terkena pidana yaitu orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan yang tidak atau belum menikah. Ketika mereka melakukan hubungan seks dengan pasangannya yang juga tidak atau belum menikah secara suka sama suka, apakah mereka dihukum? Pertanyaannya adalah dimana letak pidana atau kriminalitasnya?
Secara norma agama, seperti Islam misalnya, jelas itu perbuatan yang dilarang dan dosa. Tapi dalam konteks hukum formal penuntutan hukumnya berdasarkan dengan adanya pihak-pihak yang dirugikan. Lalu siapa yang dirugikan pada kasus hubungan seks di luar nikah yang sama-sama suka itu?
Pada pasal 411 RUU KUHP yang sudah disahkan tersebut, pihak yang berhak untuk mengajukan gugatan terhadap orang belum menikah yang melakukan hubungan seks adalah orang tuanya. Baik orang tua laki-laki maupun orang tua si perempuannya atau anaknya. Padahal kedua orang tersebut melakukan hubungan seks secara sadar dan sama-sama suka. Selain itu, orang dewasa bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.
Demikian pasal tentang pidana hubungan seks di luar nikah yang mendapat respons dari masyarakat. Kini RUU KUHP ini telah resmi disahkan oleh DPR, kita tinggal menunggu bagaimana implementasi undang-undang di lapangan. ***