Belajar Romantis dan Harmonis Kepada Pasangan Haji Sdr dan Hajjah SM
Suatu hari saya mengirim pesan singkat melalui WA kepada Haji Sdr. Saya menanyakan kabar Pak Haji dan keluarganya. Beliau pun menjawb dalam keadaan sehat dan menanyakan balik kabar kami.
Yang mengejutkan saya, Pak Haji Sdr meminta alamat saya.
“Kalau ada kesempatan mau numpang ngopi.” Katanya dengan gambar emosi malu dan dua tangan disatukan seperti orang meminta ma’af.
Saya kemudian membalasnya.
“Alhamdulillah. Kita sehati. Saya juga pengen silaturahim dengan keluarga Pak Haji.” Jawab saya sambil memberi alamat lengkap rumah kami.
“Sudah sepantasnya kami yang lebih muda sowan sama yang sepuh.” Kata saya disertai dengan gambar kedua tangan yang disatukan dan muka merah disertai tangan menutup mulut tanda malu.
Hari Jum’at, saya mengirim pesan lagi ke Pak Haji meminta alamat lengkap rumahnya. Beliau pun mengirim alamat lengkap rumahnya yaitu di komplek Paspampres Kampung Tengah.
“Insyaallah Pak Haji. Sekalian mau nulis profil Pak Haji dan Bu Hajjah yang selalu romatis, apa ya rahasianya? pengen belajar.” Balas saya.
Pak Haji Sdr membalas lagi. “Biasa aja Pak Haji, ga ada rahasia.” Katanya dengan gambar emosi muka merah dan tersenyum tanda malu.
Hari Sabtunya (30/7/’23) saya mengirim pesan kembali ke Pak Haji.
“Assalamualaikum Pak Haji. Saya meluncur ke rumah Pak Haji.” Kata saya.
Pak Haji Sdr membalas mempersilakan dan menunggunya. Beliau pun menshare map lokasi rumahnya. Tidak membutuhkan waktu lama, sekitar jam 10 pagi saya sudah sampai di komplek rumahnya. Saya sempat bertanya kepada seorang Ibu yang berada di Gang.
“Ma’af Bu, Rumah Pak Haji Sdr sebelah mana ya?” Tanya saya setelah saya mematikan mesin motor, membuka helm dan turun dari motor. Ibu itu menunjukkan rumah Pak Haji Sdr.
“Itu Pak, Gang sebelumnya. Masuk aja. Nanti ada rumah berwarna putih.” Katanya, ramah.
Soal tatakrama bertanya di jalan ini mengingatkan saya pada suatu peristiwa beberapa tahun yang lalu. Waktu itu saya menaiki motor di daerah Pasar Minggu mau bertemu teman-teman sekolah. Mereka tinggal di sekitar Volvo. Setelah mutar-mutar, saya belum berhasil menemukan tempatnya.
Di jalan, saya bertanya kepada beberapa orang Bapak-Bapak yang sedang ngobrol di pinggir jalan. Saya tidak mematikan motor, tidak melepas helm dan tidak turun dari motor. Seorang bapak menyemprot saya. Menurutnya kalau bertanya di jalan itu harus sopan. Matikan motor, turun dari motor dan buka helm, baru bertanya. Sejak itu, kalau saya mau bertanya di jalan selalu ingat kejadian itu.
Lanjut lagi. Saya pun sampai di rumah Pak Haji Sdr dan Bu Hajjah SM. Saya berpelukan dengan Pak Haji Sdr melepas kangen. Seakan telah sekian tahun tak bertemu. Padahal baru beberapa hari saja kami berpisah.
Pak Haji Sdr ini berperawakan gempal dengan tubuh yang terlihat kekar. Lehernya kokoh mengingatkan saya pada sosok Maha Patih Gajah Mada. Pantas saja beliau seorang anggota Paspampres.
Setelah duduk, saya pun bertanya tentang perjalanan hidup Pak Haji sampai bertemu pujaan haji, Ibu Hajjah SM. Kami juga saling bercerita tentang kenangan selama menjalankan Ibadah haji. Saya duduk dikursi panjang bersama Pak Haji Sdr. Sementara Ibu Hajjah SM duduk di kursi di depan kami. Sambil menikmati teh panas dan makanan yang ada di meja. Ibu Hajjah SM juga memberi kami segelas kopi, tapi saya memilih meminum secangkir teh panas yang juga terhidang.
“Dicobain peyek khas Purwokertonya, Pak Haji.” Kata Pak Haji Sdr mempersilakan. Saya pun menyantapnya makanan gurih tersebut sambil ngobrol ringan tentang kota dan tahun kelahiran Pak Haji Sdr dan Ibu Hajjah SM.
Pak Haji Sdr kelahiran 1958. Jadi saat ini sudah berusia 65 tahun. Meskipun sudah kepala enam tapi fisiknya masih terlihat fit. Sedangkan Ibu hajjah SM dua tahun lebih muda. Pensiunan guru SMP di daerah Salemba ini lahir tahun 1960 di Kuningan Jawa Barat. Alumni IKIP Jakarta (Sekarang UNJ) ini masih terlihat segar dan bersemangat.
Ibu Hajjah yang murah senyum itu bercerita tentang murid-muridnya dulu banyak yang dari kalangan artis. Ibu dua anak yang sudah pada selesai kuliah itu menyebutkan deretan artis terkenal. Saya hanyut dalam kekaguman.
“SMP itu dulu muridnya banyak anak jenderal.” Tambah Pak Haji Sdr.
Setelah saya tahu Ibu Hajjah SM adalah alumni IKIP, itu mengingatkan saya dengan Pak Ustadz Haji Masna dan Pak Haji Akhidin yang keduanya juga alumni IKIP. Ibu Hajjah SM guru Bahasa Indonesia. Pak Haji Akhidin guru Olah Raga dan Pak Ustadz Haji Masna adalah guru Bahasa Arab.
Ketika saya bertanya kapan dan dimana Pak Haji Sdr dan Ibu Hajjah SM bertemu meraka bisa saja untuk mengelak dari pertanyaan itu.
Pak Haji Sdr bercerita ia dikasih dua kandang burung oleh Pak Haji Suhartono. Niatnya ia akan memelihara burung tekukur. “Itu lho burung yang totol-totol yang ada lingkaran hitam di lehernya.” Jelasnya. Dulu ia pernah beli di Pasar Jatinegara. Tapi burung itu terbang. “Pernah punya lagi, eh terbang lagi.” Cerita Pak Haji Sdr.
Ia juga bercerita pernah punya ayam pelung. Tapi ia sembelih karena obesitas. Ayam itu tidak bisa jalan. “Ia kegemukan. Gak bisa jalan. Saya potong aja.” Katanya. Sekarang ia telah menyiapkan kembali kandag ayam itu. Mungkin ia akan membeli ayam pelung lagi.
Kemudian Pak Haji Sdr bercerita tentang pengalaman waktu beribadah haji. Saya pun bertanya, pengalaman apa yang paling berkesan waktu menjalankan ibadah haji. Pak Haji Sdr bercerita tentang pengalamannya berhasil shalat di depan Multazam.
“Kami bisa shalat di Multazam beberapa kali. Anehnya tidak ada asykar atau orang melewati kami.” Katanya sambil air matanya berebes mili, berkaca-kaca. Kemudain satu hal yang Pak Haji Sdr sesalkan sampai kebawa pulang adalah ia tidak bisa memenuhi permintaan orang yang meminta-minta kepadanya waktu di Makkah.
Satu hal lagi yang disesalkan oleh kedua pasangan ini adalah belum terlaksananya shalat dzuhur di masjidl Haram. Kita tahu, waktu di Makkah Pak Haji Sdr terserang sakit mata sehingga beberapa aktifitas ibadah bersama dan ziarah sempat tidak ikut.
Meskipun demikian banyak momen-momen romantis dari kedua pasangan ini yang sayang kalau terlewatkan.
“Saya dua kali ditinggalin suami.”
Kata Hajjah SM dengan muka cemberut.
Pertama waktu di Masjidil Haram. “Setelah Thawaf ia menghilang.” Katanya terlihat kesal. Tidak lama kemudian ada pesan WA masuk dari dia. Katanya menunggu di satu tempat.
“Padahal jauh itu.” Kata Ibu Hajjah SM.
“Saya sudah kesel banget.” Kata ibu Hajjah SM dengan muka dan tangan yang seakan siap menggetok.
Ketika bertemu di tempat yang dijanjikan, Pak Haji Sdr sudah menyambut dengan senyuman dan kekehannya yang khas membuat hati Ibu Hajjah SM yang tadinya mau marah menjadi luluh seketika.
Kedua waktu menuju lokasi lempar jumrah.
“Dia berjalan cepet ninggalin saya.” Cerita Ibu Hajjah SM kelihatan kesal.
Dia sempat menunggu barangkali dia ada di belakang. “Tapi ditungguin kok gak ada terus.” Katanya makin kesal. Ketika ketemu Pak Haji Sdr sudah pasang senyum dan kekehannya yang membuat Ibu Hajjah SM tidak jadi marah dan kesalnya menghilang.
Begitulah pengalaman romantis Haji Sdr dan Ibu Hajjah SM yang menginpirasi. Di usia senjanya mereka tetap bisa menjaga keharmonisan dan keromantisannya. Semoga hajinya mabrur yang salahsatu tandanya adalah keharmonisan dalam berumah tangganya terjaga.
Satu hal lagi yang saya tanyakan adalah bagaimana menjaga agar keluarga tetap harmonis. Ia pun memberikan tipsnya.
“Ingat kebaikannya saja. Jangan diingat kejelekannya.” Katanya serius. “Maaf saya bukan menggurui.” Katanya merendah.
Ketika kami mendekati akhir ngobrolnya, Pak Haji Sdr berpesan “Nanti kalau ditulis pakai nama inisial aja.” Katanya.
“Iya Pak. Tapi Fotonya asli ya?”. Timpal saya.
Kemudian Pak Haji Sdr meminta anak perempuannya untuk memfoto kami.
“Cepret… cepret.”
“Bapak kurang senyum.” Katanya sambil memperlihatkan fotonya.
Kami pun foto ulang.
“Cepret…” Hasilnya kami tersenyum semua.
Adzan Dzuhur pun berkumandang. Saya dan Pak Haji Sdr bergegas ke masjid terdekat. Setelah itu saya pamit pulang. Keromantisan dan keharmonisan kedua pasangan haji ini terus mengikuti saya.***