Perempuan di Usia Senja; Tetap Bahagia dan Berjasa!

Ilustrasi: freepik.com

Menua adalah kodrat
Tetap bahagia dan berjasa harusnya bukan sekedar cita cita.

Bagi sebagian masyarakat, menjadi warga lansia sering dipandang sebagai beban. Hal ini membuat para lansia biasanya mengalami tekanan baik secara fisik, psikis, ekonomi maupun sosial. Data Susenas 2013 menyebutkan 8,05% penduduk Indonesia adalah lansia. Ditambahkan lagi dari data yang dikeluarkan oleh BPS tahun 2017, terdapat 8,97% atau 23,4 juta lansia yang ada di Indonesia. Bahkan sinyal penuaan penduduk Indonesia sudah terdeksi sejak tahun 2000 dan menunjukkan angka lebih dari tujuh persen. Mirisnya angka kesakitan lansia tahun 2017 sebesar 26,72 % atau dari 100 lansia terdapat sekitar 27 lansia yang sakit.

Jika dilihat dari sisi ekonomis, warga lanjut usia digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu golongan mantap, kurang mantap dan rawan (Trimarjono, 1997).

Golongan mantap adalah para lanjut usia yang berpendidikan tinggi, sempat menikmati kedudukan/jabatan baik. Mapan pada usia produktif sehingga pada usia lanjut dapat mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. Pada golongan kurang mantap lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi tetapi sempat mengadakan investasi pada anak anaknya ke jenjang pendidikan tinggi sehingga kelak akan dibantu oleh anak anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia yang tidak mampu memberikan bekal yang cukup kepada anak anaknya sehingga tiba masa lanjut usia mengalami kecemasan karena terancam kesejahteraannya.

Tahun 2035 adalah tahun yang akan diprediksi sebagai tahun bonus demografi bagi Indonesia. Bonus demografi merupakan saat di mana jumlah angkatan kerja usia produktif lebih banyak daripada lansia dan anak-anak. Jika dimanfaatkan dengan baik, bonus demografi akan memberikan dampak positif bagi kemajuan negara. Dengan catatan, kelompok lansia harus mendapatkan pelatihan untuk tetap produktif. Inilah kenapa setiap kabupaten/kota melakukan upaya dengan membuat grand desain kependudukan yang digunakan untuk melakukan intervensi terbaikmya untuk pengendalian penduduk melalui KB, penanganan usia produktif melalui life skill dan mensukseskan pendidikan 12 tahun, dan terakhir adalah penanganan lansia produktif melalui lansia sehat, bugar, berkiprah dan bermanfaat bagi sesama.

Di Negara maju, warga lansia baik laki-laki maupun perempuan dijamin kesejahteraannya. Mereka pun terbentuk untuk tidak tergantung kepada orang lain. Bisa jadi warga lansia di negara maju ini mayoritas masuk golongan mantap seperti yang disebutkan Trimarjono di atas. Namun di negara berkembang seperti Indonesia, warga lansia masih belum mendapat perhatian bahkan sering dianggap menjadi beban. Padahal angka harapan hidup Indonesia saat ini mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Angka harapan hidup yang tinggi tidak akan bermanfaat jika lansia hanya di rumah dan menganggur. Jika saja ada intervensi kebijakan pemerintah misalnya dibuatkan pesantren lansia atau pengajian rutin bagi lansia, atau aktivitas lain untuk para lansia sesuai dengan kemampuannya dan kesehatannya maka bisa jadi kehidupan lansia Indonesia dapat lebih bermanfaat.

Perempuan Lansia

Berdasarkan data sensus pada 2015, jumlah penduduk lansia di Indonesia mencapai ± 28 juta jiwa atau sekitar 8% dari total penduduk, dengan jumlah lansia perempuan 8,99 % lebih banyak daripada lansia laki-laki. Hal ini menyatakan bahwa lansia di Indonesia cenderung didominasi oleh perempuan.  Mirisnya, fakta di lapangan kebanyakan perempuan lansia di Indonesia dihabiskan untuk menjaga cucu-cucunya dan habis dengan berkutat di kegiatan domestik. Padahal mereka harusnya menikmati masa-masa kebahagiaan mereka dan bukan berarti berhenti produktif. Di banyak negara maju, perempuan lansia sangat diperhatikan dan boleh dibilang lebih produktif dari laki laki lansia. Pergilah ke pasar misalnya ada banyak penjaga toko adalah lansia perempuan. Atau pergilah ke organisasi-organisasi sosial maka para perempuan lansialah yang menjadi motor bagi kegiatan kegiatan sosial, mengumpulkan barang bekas untuk didonasi dan lain sebagainya. Bahkan ketika pergi ke Health centre, lansia perempuan pun menjadi pioneer untuk aktif sebagai peserta senam rutin.

Di Indonesia lansia perempuan merupakan kelompok yang berpotensi tinggi mangalami diskriminasi ganda karena statusnya sebagai perempuan dan sebagai kelompok lanjut usia. Sebutlah misalnya tadi alih-alih menjaga produktifitas lansia perempuan, kegiatan mereka hanya dihabiskan di rumah dengan segala kegiatan domestik hingga mengasuh cucu.

Sayangnya, belum ada model kegiatan lanjut usia yang responsif gender di Indonesia. Padahal jumlah lansia diperkirakan akan terus meningkat dua kali lipat pada 2035 menjadi 15,77% atau 48 juta jiwa (data dari kementrian Pemberdayaan perempuan). Sangat diperlukan perlindungan dan pemberdayaan untuk melindungi lansia dari segala bentuk eksploitasi, kekerasan, dan perlakuan buruk, baik di dalam maupun di luar rumah, dengan memberi perhatian khusus kepada perempuan lansia.

Agar tetap bahagia dan berjasa

Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan sesunguhnya bagi para lansia perempuan agar bisa tetap produktif, bahagia dan berjasa dengan tidak melulu dikaitkan dengan kegiatan momong cucu dan kegiatan domestik misalnya:

1.Jalan pagi

Bagi orang lanjut usia, berusaha untuk tetap mobile adalah hal yang penting, ternyata kegiatan jalan pagi apakah itu pergi ke pasar pagi atau hanya sekedar berjalan akan membuat dia lebih bugar dan sehat. Kegiatan selanjutnya akan dirasakan lebih bersemangat. Kegiatan inipun bisa diagendakan oleh anggota keluarga lain untuk keakraban.

2. Berkebun atau bertani

Kegiatan berkebun atau bertani bagi masyarakat perempuan lansia di pedesaan adalah hal yang mudah dan murah. Bagi masyarakat perkotaan kebun kecil atau pekarangan akan menjadi hiburan murah dam mudah di masa senja mereka.

3. Bermain dengan cucu

Bermain dengan anak kecil sebenarnya sangat menyenangkan bagi para lansia, meski mereka tidak bisa berlari-lari namun jika hal ini dilakukan maka ia tanpa sadar mereka akan bergerak karena berusaha mengikuti ritme bermain sang anak.

4. Mengerjakan apa yang disukai (hobi)

Hobi orang berbeda beda, maka di usi senja ajaklah para lansia mengingat kembali hobi mereka dan lakukan sebagai aktivitasnya.

5. Sosialita

Lanjut usia pun butuh sosialita. Ajak para lansia perempuan untuk bergaul dengan kelompok sosial yang mereka temui atau kenal. Bisa yang mereka kenal di rumah ibadah, atau di sekitar komplek dan sering-seringlah berinteraksi agar mereka tidak kesepian. Smartphone  pun bisa diperkenalkan kepada para lansia jika mereka masih mampu dan mau menggunakannya agar mereka bisa terus berkomunikasi dengan teman-temannya. Beruntung juga bagi para lansia yang hidup di pesantren karena pesantren tidak pernah sepi dan selalu penuh dengan ruang ruang silaturahim sebagai arena sosialita.

6. Aktif di kegiatan masyarakat

Kini posyandu ternyata bukan hanya   untuk balita tetapi posyandu lansia juga sudah ada dan ini menjadi peluang buat lansia perempuan untuk aktif di dalamnya, baik sebagai peserta ataupun menjadi relawannya.

Akhirnya, menjadi lansia bagi perempuan sesungguhnya hanya putaran waktu saja dengan bisa terus tetap bahagia. []

Daan Dini
Latest posts by Daan Dini (see all)
0 0 votes
Article Rating
Visited 1 times, 1 visit(s) today

Daan Dini

Mantan redaktur pelaksana Swara Rahima, founder Aminhayati Educares dan dosen di STAI Haji Agus Salim.

dini khairunida
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x