Apa Yang Harus Dilakukan Kalau Rumah Tangga Di Ujung Tanduk?

Ilustrasi: freepik.com

Entah sudah berapa orang yang datang dan silaturahim ke rumah saya. Umumnya orang yang datang ke saya memang bukan hanya untuk silaturahim. Melainkan ada hal lain. Apalagi kalau bukan sharing dan konseling berkaitan dengan persoalan hidup dan rumah tangga.

Dua hari kemarin misalnya, ada dua orang yang datang, dua-duanya laki-laki yang sudah menjadi suami, menemui saya, kita sharing dan meminta solusi karena sedang dihimpit kebutuhan ekonomi. Saya pasti dengan senang menyambut siapapun orang yang silaturahim. Saya harus bisa menolong, sebab saya juga butuh pertolongan Allah.

Lain hari lagi, ada yang tiba-tiba menelepon saya, mengaku istri yang terbilang masih muda, tetapi ia telah menikah untuk yang kedua kalinya. Pernikahan pertama kandas di tengah jalan dalam kondisi sudah dikaruniai seorang putra. Di saat jalinan rumah tangganya berangsur membaik dengan pernikahannya yang ke dua, ujian datang justru dari kedua orang tuanya. Mendadak seperti bermusuhan. Di sebrang telepon sana, ia menangis sendu. Kondisi sedang berpuasa tetapi hidupnya malah tidak tenang. Di waktu yang berbeda, juga saya terlibat menelpon dengan seorang sahabat yang juga sedang menghadapi problem yang berat. Rumah tangganya keburu hancur.

Kasus yang saya sebut di atas hanya beberapa contoh saja, dari sekian banyak kasus yang ada. Maka saya biasanya mendengarkan dulu apa keluh-kesahnya, untuk kemudian sesekali juga menimpalinya. Setelah itu, saya selalu mengatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi, tidak perlu disesali. Semuanya sudah tercatat lengkap dalam skenario Allah. Ibarat film, kita ini pemainnya, yang harus siap menjadi pemeran apapun sesuai dengan perintah sutradara. Maka kita yang harus ikut Allah, jangan Allah yang dipaksa mengikuti keinginan kita. 

Boleh menangis, kecewa dan kesal, tapi jangan berlebihan. Tetap husnuzhan kepada Allah. Mengeluh saja tak akan membuat masalah menjauh. Saya selalu yakin bahwa segala ujian dan derita yang kita rasakan, adalah akibat dari perbuatan kita sendiri. Sehingga tidak akan ada gunanya kita menyesali dan apalagi sampai menyalahkan orang lain. Allah tidak mungkin keliru memberikan takdir untuk kita. Sebab Allah pasti lebih tahu daripada kita. Apa yang menurut kita baik, belum tentu menurut Allah. Saya juga harus menceritakan ini, ada seorang teman perempuan, yang hampir tiap hari seperti pamer kemewahan, eh ternyata beberapa hari kemarin tersungkur di kamar mandi sampai tak sadarkan diri.

Bahkan menurut ulama sufi, sandal yang putus saja, ini ada kaitannya dengan dosa dan kesalahan yang telah kita perbuat. Bahkan saya juga pernah “belajar merunduk” kepada ustadz-ustadz hijrah, di mana memang segala apa yang menurut kita tidak enak, entah itu dalam bentuk sakit, rezeki, nasib dan lainnya, kalau ditelusuri pasti akan ketemu ujungnya. Dengan cara introspeksi. Sehingga alih-alih menyalahkan keadaan dan orang lain, kita malah akan semakin hati-hati dan memahami.

Bicaralah dari hati ke hati. Musyawarah. Upayakan saja dulu. Kalau salah satu pasangan sudah sulit diajak bicara, libatkan orang yang kita percaya. Untuk menjadi penengah atau mediator. Putar otak, berpikirlah kreatif, fokus pada solusi bukan pada masalahnya. Sebelum Ramadan, saya misalnya didatangi oleh seorang laki-laki muda, yang usia pernikahannya belum genap satu tahun. Istrinya orang Subang, sementara ia orang Cirebon. Ternyata takdir menentukan bahwa suami harus tinggal bersama istrinya karena banyak pertimbangan. Tak ada masalah awalnya. Tetapi akhirnya masalah demi masalah muncul juga.

Yang jelas, kalau ada siapapun yang tengah dirundung masalah rumah tangga atau masalah apapun, dan kemudian sudah mentok, tetap yakin, bisa hubungi saya. Beri saya kesempatan sekali lagi saja, untuk berusaha sekuat tenaga mempersatukan kembali pasangan yang mulai tidak nyaman, rentan konflik dan salah paham. Selebihnya berdoa dan bersedekahlah. Karena doa dan sedekah mengundang pertolongan Allah dalam bentuk keselamatan. Sekalian doa dan sedekahnya pol-polan.

Kalau ada masalah, pesan saya: jangan dipendam. Bicarakan baik-baik. Sebab semua masalah pasti ada solusinya. Jangan pernah merasa tidak enak, yang menyebabkan masalah demi masalah disembunyikan dan ditutup-tutupi. Ingat, pasangan yang telah menikah itu telah menjadi satu jiwa. Ingat kembali makna hakikat pernikahan. Terutama dulu saat akad sakral pernikahan, di mana kita sekalian berjanji untuk setia dan amanah satu sama lain, baik dalam suka maupun duka. Jika misalnya perpisahan kadung terjadi, kita tidak perlu minder dan gengsi. Perpisahan di dunia bukan akhir dari segalanya. Terlalu banyak pasangan yang berpisah tetapi kemudian bisa bangkit dan bahagia dengan kehidupannya yang baru.***

Wallaahu a’lam

Mamang M Haerudin (Aa)
5 1 vote
Article Rating
Visited 1 times, 1 visit(s) today

Mamang M Haerudin (Aa)

Penulis berasal dari Kabupaten Cirebon, Pengurus Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kabupaten Cirebon, Founder Al-Insaaniyah Center.

Mamang M Haerudin (Aa)
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x