Empat Pilar Perkawinan yang Perlu Diketahui Calon Pengantin
Perkawinan adalah peristiwa yang sangat penting. Karena mempersatukan dua insan dan bahkan dua keluarga yang berbeda untuk waktu yang sangat lama dan bahkan berharap selamanya sampai maut memisahkan. Para calon pengantin mempersiapkan kebutuhan perkawinan jauh-jauh hari. Tidak hanya yang berbentuk materi seperti maskawin, tempat tinggal, alat-alat rumah tangga dan masih banyak lainnya.
Namun ada hal yang sangat penting yang harus dipersiapkan oleh calon pengantin yaitu perangkat-perangkat non materi untuk menopang langgengnya sebuah perkawinan yaitu pilar-pilar yang kokoh. Dalam modul Bimbingan Perkawinan (BIMWIN) untuk Calon Pengantin (Catin) yang dikeluarkan Kementerian Agama RI dan Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) disebutkan ada empat pilar yang perlu dimiliki oleh calon pengantin dalam mengarungi keluarga agar mencapai sakinah.
1. Zawaj yaitu berpasangan. Suami dan istri sama-sama meyakini bahwa dalam perkawinan keduanya adalah berpasangan (zawaj). Suami istri itu bagaikan sepasang tangan yang saling melengkapi. Masing-masing mempunyai peran dan tugas sendiri-sendiri. Mereka selalu kompak dan saling membantu satu sama lain. Jika ada satu tangan yang sakit, satu lainnya tidak perlu disuruh ia akan rela membantu dan menggantikan peran tangan yang sakit tanpa perhitungan. Begitu juga sepasang pengantin yang sudah mengikat janji. Mereka bahu membahu mengarungi bahtera perkawinan menuju pulau sakinah. Dalam ungkapan al-Qur’an, suami adalah pakaian bagi istri dan istri adalah pakaian bagi suami (Qs. al-Baqarah/ 2:187).
2. Mitsaqan Ghalizhan yaitu janji yang kokoh. Suami dan istri sama-sama memegang teguh perkawinan sebagai janji yang kokoh. Suami-istri sama-sama menghayati perkawinan sebagai ikatan yang kokoh (Qs. an-Nisa/ 4:21) agar bisa menyangga seluruh sendi-sendi kehidupan rumah tangga. Keduanya diwajibkan menjaga ikatan ini dengan segala upaya yang dimiliki. Tidak bisa yang satu menjaga dengan erat, sementara yang lainnya melemahkannya. KH. Imam Nakhe’i dalam sebuah training fasiltator Bimbingan Perkawinan mengatakan bahwa perkawinan itu ikatan yang sangat kuat dan kokoh maka dari itu tidak gampang untuk melepaskannya.
3. Mu’asyaroh bil-Ma’ruf. Suami dan istri saling memperlakukan pasangannya secara bermartabat. Ikatan perkawinan harus dipelihara dengan cara saling memperlakukan pasangannya secara bermartabat (Qs. an-Nisa/ 4: 19). Seorang suami harus selalu berpikir, berupaya, dan melakukan segala yang terbaik untuk istri. Begitupun istri pada suami. Kata mu’syaroh bil ma’ruf’ adalah bentuk kata kesalingan sehingga perilaku yang bermartabat harus bersifat timbal balik, yakni suami kepada istri dan istri kepada suami.
4. Musyawarah. Suami dan istri bersama-sama menyelesaikan masalah keluarga melalui musyawarah. Pengelolaan rumah tangga terutama jika menghadapi persoalan harus diselesaikan bersama (Qs. al-Baqarah/ 2:23). Musyawarah adalah cara yang sehat untuk berkomunikasi, meminta masukan, menghormati pandangan pasangan, dan mengambil keputusan yang terbaik karena keduanya bisa saling ridlo satu sama lain. KH. Nakhe’i mencontohkan musyawarah dalam berkeluarga. Misalnya dalam hal menyapih anak (melepas anak dari menyusu). Hal ini juga perlu dimusyawarahkan antara suami dan istri. Begitu pun dengan hal-hal lain yang menyangkut keduabelah pihak sudah semestinya dibicarakan dalam keluarga.
Demikian empat pilar penting perkawinan. Bagi calon pengantin (Catin) sudah semestinya mengetahui dan mempraktikannya agar keluarga yang akan dibangun memperoleh sakinah. Aamiin.