Ramadan Bulan Keluarga

Ilustrasi: freepikj

Tidak lama lagi, kita umat Islam, akan segera memasuki bulan mulia penuh berkah yaitu bulan ramadan. Pada bulan ini, semua amal kebaikan mendapat imbalan yang berlipat.

Siapa yang tidak tertarik dengan tawaran ini?

Tulisan ini tidak akan membahas bulan ramadan dengan berbagai keistimewaannya. Tulisan ini hanya akan menceritakan betapa ramadan adalah momen yang istimewa dalam berelasi dengan keluarga.

Saya jadi teringat masa-masa kecil dulu di kampung, di Subang bagian Utara, sekitar 30 menit, dengan kendaraan roda empat, dari Pamanukan. Di kampung ini, saya tinggal bersama Ibu, saya menyebutnya Emih, panggilan sunda  dan dua kakak laki-laki, dua kakak perempuan serta satu adik laki-laki. 

Sebagai orang kampung dan waktu itu saya dan kakak-kakak saya masih kecil, kecuali dua kakak laki-laki saya yang sudah bekerja di luar kota. Kami nyaris setiap hari berada di rumah. Kecuali waktu saya di sekolah dan bermain.  Meski pun demikian, ramadan tetap menjadi momen kebersamaan yang berbeda dengan hari-hari biasa.

Pertama, ketika kami melakukan sahur. Bisa dipastikan kami makan sahur bersama-sama. Di luar bulan ramadan kami tidak pernah melakukan makan waktu subuh bersama-sama.  Kakak perempuan biasanya bangun lebih awal, membantu Ibu, untuk memasak. Menyiapkan makanan dan berbagai hal untuk makan sahur.

Di tempat kami, waktu sahur ini adalah momen kebersamaan keluarga yang sulit terlupakan. Bagaimana Ibu dengan segala cara membangunkan saya dan adik untuk sahur. Biasanya tidak hanya sekali tapi bisa berkali-kali untuk bisa bangun. Bahkan tidak jarang Ibu menggendong adik saya yang masih dalam keadaan mata terpejam untuk makan sahur.  Lucunya, kadang matanya masih terpejam dan sambil terkantuk-kantuk tapi Ibu tetap menyuapinya.  

Momen terkenang lainnya di waktu sahur adalah ketika kami mendengar suara “obrog”, sekelompok orang yang membangunkan sahur dengan berbagai alat musik. Dulu obrog itu bermacam-macam, ada yang memakai gendang, sound system, atau hanya sekedar alat yang bisa mengeluarkan bunyi seperti kentongan, bedug, ember dan lain sebagainya. Suara-suara itu mungkin dimaksudkan untuk membangunkan umat Islam sahur.

Suara-suara itu pula yang memancing kami ramai-ramai keluar untuk melihat obrog itu. Para seniman obrog malam itu, kalau boleh disebut begitu, di minggu akhir Ramadan, mereka akan keliling pentas lagi untuk meminta beras atau apa pun yang dikasih warga. Sebagai imbalan jasa mereka membangunkan dan sekaligus menghibur umat islam yang menjalankan makan sahur.   

Kedua, waktu berbuka puasa. Waktu berbuka adalah waktu yang sangat dinanti-nanti bagi umat Islam yang sedang berpuasa. Mereka ingin segera sampai ke rumah untuk berbuka puasa bersama Ibu, Ayah kakak, adik atau keluarga lainnya.

Begitu pun saya, waktu kecil, meskipun belum pergi jauh tapi kalau sudah waktunya berbuka puasa harus sudah ada di rumah untuk berbuka bersama. Ibu biasanya menyediakan teh manis hangat yang sudah dituang di gelas-gelas. Selain itu, ada kolak pisang atau ubi yang sudah di tempatkan di mangkok. Ada juga gorengan. Saya dan anggota keluarga yang lain tinggal menyantap saja.  Kakak-kakak perempuan biasanya membantu Ibu menyiapkan makanan untuk berbuka puasa.

Pada masyarakat kota yang super sibuk, ramadan ini sering sekali dijadikan momen untuk acara keluarga. Baik pada waktu sahur maupun waktu berbuka puasa. Karenanya tidak aneh jika orang akan berlomba-lomba cepat pulang ke rumah untuk mengejar buka puasa bersama keluarga. Terutama pada minggu awal ramadan. Bahkan ada instansi pemerintah yang memberikan waktu pulang lebih cepat dari biasanya  kepada karyawannya agar mereka bisa menyiapkan buka puasa bersama keluarga.  

Ketiga, ngabuburit. Istilah sunda untuk kegiatan jalan-jalan sore menunggu waktu maghrib di bulan ramadan. Ngabuburit, waktu saya di kampung, biasanya jalan-jalan ke sawah atau mencari ta’zil atau makanan untuk berbuka puasa.  Ini dilakukan bersama keluarga atau dengan teman-teman.

Ayah saya, almarhum, lain lagi.  Waktu masih hidup, ia mempunyai kebiasaan duduk di teras rumah sambil menunggu waktu maghrib. Saya biasanya menemaninya. Kalau ada kelelawar terbang Ayah akan bilang “Ayo berbuka, waktu maghrib sudah tiba. Itu buktinya kelelawar sudah pada keluar.” Biasanya memang sudah waktunya maghrib. Kami pun segera masuk ke rumah menyerbu meja makanan.     

Berbuka puasa bersama, seakan sudah menjadi tradisi di Indonesia. Tidak hanya bagi keluarga tapi juga bagi sahabat dan teman-teman, lembaga pemerintah, swasta, sekolah-sekolah dan sebagainya.    

Keempat, shalat tarawih bersama. Momen kebersamaan selanjutnya yaitu shalat tarawih bersama. Sejak tahun 2006 saya tinggal di Condet Jakarta Timur. Di sebuah gang kecil dengan sekitar empat sampai lima tetangga rumah yang berdekatan. Saking dekatnya, kami bisa saling mencium bau masakan yang kita masak. Bahkan beberapa tetangga, bisa saling lihat dapur masing-masing.

Salah satu kegiatan yang rutin dilakukan pada bulan ramadan adalah shalat tarawih bersama, buka bersama dan bahkan sahur bersama. Kami memang seperti keluarga besar. Setelah tarawih, biasanya kami berlanjut dengan tadarus bersama.  Kami duduk melingkar. Masing-masing memegang al-Qur’an. Kami membaca al-Quran bergantian. Jika ada yang sedang membaca yang lain menyimak dan membetulkan jika ada yang kelewat atau keliru. Terus bergiliran sampai semuanya selesai membaca.

Setelah itu, biasanya kami sekedar mengobrol, beramah tamah sambil menikmati hidangan yang tersedia. Itu pun jika ada. Kalau tidak ada ya hanya cerita ngalor-ngidul yang sekilas tidak ada manfa’atnya tapi sebenarnya semakin menambah keakraban kami.                  

Sebelas bulan, mungkin, kita disibukkan dengan berbagai aktifitas yang sangat menyita waktu sehingga kurang punya waktu bersama keluarga. Pada bulan ramadan ini ada kesempatan untuk menebus kekuarangan itu dengan dekat bersama keluarga. Berkumpul dengan mereka, berinteraksi, bercanda dan menghabiskan waktu dengan mereka dengan menjalankan kegiatan ibadah Bersama.

Dengan banyaknya waktu bersama keluarga ketika ramadan, tidak salah jika kita sebut ramadan sebagai bulan keluarga. Selain itu, ramadan juga sering disebut sebagai ampunan, bulan ibadah, bulan al-Qur’an, bulan perempuan dan masih banyak lagi sebutan lainnya.***   

Maman Abdurahman
Follow me
0 0 votes
Article Rating
Visited 1 times, 1 visit(s) today

Maman Abdurahman

Meneliti dan menulis masalah perkawinan dan keluarga. Sekali-kali menulis cerpen dan puisi.

Maman Abdurahman
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x