Sayap-Sayap Doa di Langit Arafah (Bagian-7) – Praktik Manasik Haji, Umrah

DI tulisan sebelumnya saya dan jama’ah lainnya telah menyelesaikan thawaf dan minum air zam-zam. Tulisan berikut ini akan menceritakan praktik sa’i yang kami lakukan. Kami, para jama’ah, bergerak dari tempat air zam-zam ke bukit Shafa untuk melaksanakan sa’i.
Sebelum melaksanakan sa’i, saya akan menceritakan sedikit area praktik manasik di halaman masjid al-Mabrur komplek Asrama Haji Pondok Gede ini. Area praktik manasik haji di masjid ini sudah didesain sedemikian rupa agar lokasi manasik ini mendekati seperti aslinya di Makkah.
Bangunan ka’bahnya yang cukup besar lengkap dengan hajar aswad, hijr Ismail dan maqom Ibrahimnya. Sampai bekas telapak kaki Nabi Ibrahim ada pada maqom Ibrahim tiruan tersebut. Tempatnya cukup terawat.
Untuk menggunakan fasilitas ini rombongan jama’ah kami dikenakan uang kebersihan Rp. 50rb dan biaya tempat per orang 10rb rupiah.
Karena rombongan dari Kramat Jati 43 orang maka kami membayar Rp. 430.000 plus uang kebersihan. Kami pun menerima tanda terima Infaq. Sayangnya tanda terima itu tidak ada stempel dan kop DKM-nya.
Lanjut ke praktik sa’i.
Begitu pun ketika kami menuju bukit Shafa. Tempat ini dibuat sedemikian rupa seperti bukit, ada gundukan tanah menyerupai bukit.
Di bukit shafa ini kami berkumpul. Pembimbing menawarkan akan berapa kali perjalanan untuk praktik sa’i. “Yang penting harus berakhir di bukit Marwah.” Kata pembimbing.
Akhirnya disepakati praktik sa’i dilakukan sekali perjalanan. Dalam kenyataannya sa’i aslinya dilakukan tujuh kali perjalanan.
Perjalanan dari bukit Shafa ke Marwah dihitung satu kali perjalanan, demikian juga dari bukit Marwah ke bukit Shafa dihitung satu kali perjalanan, sehingga hitungan ketujuh berakhir di Marwah.
“Setiap melintasi antara dua pilar hijau (lampu hijau), khusus bagi laki-laki disunnahkan berlari-lari kecil, dan bagi perempuan cukup berjalan biasa sambil berdo’a.”
Demikian penjelasan pembimbing.
Kemudian kami berdo’a sebelum mulai perjalanan pertama di bukit shafa.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ وَرَسُوْلُهُ. إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aku mulai dengan apa yang telah dimulai oleh Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Shafa dan Marwah sebagian dari syiar-syiar (tanda kebesaran) Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah ataupun berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan rela hati, maka sesungguhnya Allah Maha Penerima Kebaikan lagi Maha Mengetahui.
Kemudian kami berjalan. Sesampai di batas pilar warna hijau pembimbing meminta jama’ah laki-laki berlari kecil sambil berdo’a.
رَبّ اغْفِرْ وَارْحَمْ، وَاعْفُ وَتَكَرَّمْ، وَتَجَاوَزْ عَمَّا تَعْلَمُ، إنَّكَ تَعْلَمُ مَالاَ نَعْلَمْ، إنَّكَ أَنْتَ اللهُ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ
Ya Allah ampunilah, sayangilah, ma’afkanlah, bermurah hatilah dan hapuskanlah apa-apa yang Engkau ketahui. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui apa-apa yang kami sendiri tidak tahu. Sesungguhnya Engkau Ya Allah Maha Mulia dan Maha Pemurah.
Ketika kami sampai pilar hijau lagi, pembimbing mengingatkan lagi Jemaah laki-laki berjalan biasa lagi.
Kemudian ketika akan sampai ke bukit Marwah membaca do’a ini.
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهَ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Sesungguhnya Shafa dan Marwah sebagian dari syiar-syiar (tanda kebesaran) Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah ataupun berumrah, maka tidak dosa baginya berkeliling (mengerjakan sa‘i antara keduanya). Dan barangsiapa mengerjakan sesuatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Menerima Kebaikan lagi Maha Mengetahui.
Demikianlah praktik sa’i ini dilakukan. Setiap mulai, baik dari Shafa maupun dari Marwah diawali dengan berdo’a. Setiap mulai perjalanan do’anya berbeda.
Setiap melintasi pilar hijau berlari-lari kecil bagi laki-laki sambil membaca do’a yg sama yaitu:
رَبّ اغْفِرْ وَارْحَمْ، وَاعْفُ وَتَكَرَّمْ، وَتَجَاوَزْ عَمَّا تَعْلَمُ، إنَّكَ تَعْلَمُ مَالاَ نَعْلَمْ، إنَّكَ أَنْتَ اللهُ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ
Begitu pun ketika mendekati Marwah atau Shafa membaca do’a yg sama yaitu:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهَ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Dalam perjalanan ke Marwah, ada seorang pemuda (sepertinya sedang menemani Ayahnya praktik manasik) bertanya kepada laki-laki di sampingnya.
“Bapak tahu gak jalan yg kecil itu untuk apa?” tanya anak muda itu.
Saya yang dekat dengan mereka hanya nguping saja, tak sengaja.
“Gak tahu”. Jawab lekali tua itu singkat.
“Jalan kecil itu untuk orang yg sa’inya memakai kursi roda.” Jelas anak muda itu.
Memang betul kata pemuda itu, jalur sa’i itu ada dua. Selain jalur sa’i untuk umum. Ada juga jalur sa’i untuk orang yg menggunakan kursi roda. Jalurnya lebih kecil.
Akhirnya kami sampai di bukit Marwah. Anggap saja ini perjalanan ketujuh atau terakhir.
Kemudian kami berdo’a.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا وَعَافِنَا وَاعْفُ عَنَّا وَعَلَى طَاعَتِكَ وَشُكْرِكَ أَعِنَّا، وَعَلَى غَيْرِكَ لاَ تَكِلْنَا، وَعَلَى الإِيْمَانِ وَالإِسْلاَمِ الكَامِلِ جَمِيْعًا تَوَفَّنَا وَأَنْتَ رَاضٍ عَنَّا
اللَّهُمَّ ارْحَمْنِيْ بِتَرْكِ المَعَاصِيْ أَبَدًا مَا أَبْقَيْتَنِيْ، وَارْحَمْنِيْ أَنْ أَتَكَلَّفَ مَالاَ يَعْنِيْنِيْ، وَارْزُقْنِيْ حُسْنَ النَّظَرِ فِيْمَا يُرْضِيْكَ عَنِّيْ يَا أَرْحَمَ الرَاحِمِيْنَ
Ya Allah Ya Tuhan Kami, terimalah amalan kami, berilah perlindungan kepada kami, ma’afkanlah kesalahan kami dan berilah pertolongan kepada kami untuk taat dan bersyukur kepada-Mu. Janganlah Engkau jadikan kami bergantung selain kepada-Mu. Matikanlah kami dalam iman dan Islam secara sempurna dalam keridhaan-Mu.
Ya Allah rahmatilah kami sehingga mampu meninggalkan segala kejahatan tidak berbuat hal yang berguna. Karuniakanlah kepada kami sikap pandang yang baik terhadap apa-apa yang membuat-Mu Ridha terhadap kami. Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dari segala yang pengasih.
Kemudian jama’ah melakukan tahallul dengan memotong rambut minimal tiga helai. Sebelumnya berdo’a terlebih dahulu.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِيْنَ وَالمُقَصِّرِيْنَ يَا وَاسِعَ المَغْفِرَةِ. اللَّهُمَّ اثْبُتْ لِيْ بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةً وَامْحُ عَنَّيْ بِهَا سَيِّئَةً، وَارْفَعْ لِيْ بِهَا عِنْدَكَ دَرَجَةً
Kalau mau memotong rambut orang lain setelah motong rambut sendiri. Begitu penjelasan pembimbing.
Akhirnya pelaksanaan sa’i selesai.
Jama’ah pun sudah lepas dari larangan ihram. Sudah boleh memakai pakaian berjahit.
Kemudian jama’ah (pura-puranya) akan diberangkatkan ke padang Arafah menggunakan Bus untuk melaksanakan wukuf.
Bersambung…