Menjadi Ibu yang Cerdas
“Buat apa perempuan sekolah tinggi-tinggi dan bergelar berderet akan tetapi ujung-ujungnya cuma diem di rumah ngurus rumah, suami, dan anak doang? Gak sayang sekolah mahal-mahal?”
Ungkapan di atas sekilas menyakitkan dan mengesampingkan peran perempuan dan Ibu. Padahal, menyikapi ungkapan di atas, justru berarti memberikan penekanan bahwa seorang perempuan itu pintar dan cerdas, ia harus belajar dan mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Mengapa demikian? Karena perempuan akan menjadi orang tua layaknya laki-laki. Perempuan menjadi Ibu dan laki-laki menjadi Ayah. Menjadi seorang Ibu haruslah cerdas dan berpengetahuan luas sama halnya dengan Ayah.
Seorang Ibu tanpa bekal ilmu pengetahuan yang baik dan benar, baik pengetahuan umum terlebih pengetahuan agama, justru tanpa disadari akan membawa keluarga dan anak-anaknya sengsara di dunia dan akhirat. Ibu harus cerdas bertanggung jawab atas anak sebagai amanah dari-Nya agar selamat di dunia maupun di akhirat.
Seorang ibu, tentu tidak akan, bahkan tidak pernah berniat menjerumuskan anak-anaknya kepada sesuatu keburukan atau kemudharatan, apalagi sengaja ingin mencelakakan dan menyengsarakan kehidupan anak-anak mereka di dunia dan di akhirat. Akan tetapi, seorang Ibu yang tanpa ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan agama, saat mendidik anak justru sangat mungkin melakukan hal yang sebaliknya.
Berapa banyak, seorang Ibu yang menyuruh anaknya yang masih kecil belajar naik motor, dan merasa bangga saat mereka walaupun masih kecil (bahkan masih di bangku SD) sudah bisa mengantar-jemput Ibunya ke pasar. Berapa banyak pula seorang Ibu yang justru menyuruh anak gadisnya ‘berdandan cantik dan berpakaian gaul’’ setiap keluar rumah dan bahkan mengantar mereka mengikuti lomba-lomba kontes model yang ‘mengumbar aurat’ dan sangat bangga saat anaknya menjadi ‘artis’ dan memiliki pacar.
Berapa banyak pula seorang ibu yang dengan dalih kasian dan tidak tega malah membiarkan dan enggan membangunkan buah hati mereka untuk Shalat Isya dan Shalat Subuh meskipun sudah baligh, tanpa berfikir bagaimana nasib mereka kelak di akhirat. Bahkan banyak pula Ibu yang membujuk suami mereka untuk membelikan gadget, laptop, ataupun TV untuk anak-anak mereka dengan maksud agar anak-anak tidak mengganggu pekerjaannya serta agar tidak ketinggalan informasi (kuper), padahal nyatanya benda-benda tersebutlah yang menjadi jalan mudah bagi si anak untuk mengenal pornografi dan atau bahaya dunia maya lainnya.
Bahkan yang paling menyedihkan adalah, banyak Ibu yang menjejali anak mereka dengan berbagai les/kursus, namun lupa mengajarkan tentang pengetahuan agama dan pembiasaan akhlak yang baik di rumah, sehingga dia sangat bangga anaknya menjadi ‘orang yang bergelar dan ternama’ namun –bahkan- tidak tahu doa masuk WC dan adab membersihkan najis.
Ironis dan Miris,, itulah kata yang sepertinya pas disandangkan pada bentuk ‘kebodohan-kebodohan’ Ibu ini. Hal ini terjadi adalah karena minimnya pengetahuan Ibu, terutama pendidikan agama. Ditambah tidak adanya pendampingan suami atau ayah dalam proses pengasuhan anak-anak mereka. ketidakfahaman Ibu tentang bagaimana mengasuh dan mendidik anak yang baik, menjadikan mereka tak sadar melakukannya karena mereka fikir itulah bentuk rasa sayang mereka kepada anak.
Menjadi seorang Ibu artinya Ia akan menjadi partner Ayah dalam menyeberangi samudera rumah tangga, Ibu tidak hanya akan menjadi manager rumah tangga yang dinakhodai Ayah, melainkan Ibu beserta Ayah harus bisa berperan menjadi Guru dan sahabat yang baik untuk buah hati mereka. Ibu dan Ayah juga harus bisa saling menjadi motivator dan penyemangat untuk dirinya sendiri, pasanagan (suami/isteri), dan anak-anaknya. Sehingga, bisa dikatakan penyebab utama terjadinya hal ini adalah karena tidak adanya kesempatan perempuan atau Ibu untuk mengenyam pendidikan dan belajar dengan baik dan benar, memperoleh ilmu pengetahuan umum dan agama demi keberlangsungan generasi selanjutnya. Mereka terkungkung oleh stigma ‘keperempuanan’ mereka.
Padahal dalam Islam sudah jelas bahwa perintah menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Manfaatnya tidak akan berhenti saat dia selesai sekolah, terputus saat dia menikah, atau terhenti saat dia menjadi nenek-kakek, namun akan terus terasa hingga ajal menjemputnya. Bahkan seseorang yang berilmu pengetahuan telah Allah janjikan diangkat derajatnya, ia akan menerima kemuliaan dan derajat yang tinggi dan lebih baik. Bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk orang tua, suami/istri, anak-anak, keluarga, dan lingkungannya.
Menjadikan seorang Ibu cerdas dan senantiasa menjadi pembelajar, terus tak berhenti mencari ilmu pengetahuan, pada hakikatnya adalah bukan sedang mendidik diri perempuan itu sendiri melainkan sedang mendidik satu generasi selanjutnya. Karena dari sentuhan dan pola asuh Ibu-lah satu generasi berikutnya terbentuk. Inilah pentingnya seorang perempuan menempuh pendidikan yang baik dan layak, karena dengannya ia belajar bagaimana berfikir dan bertindak yang bijak. Wallahu a’lam.
- Gaidha - 06/04/2020
- Saat Buah Hati Suka Membawa Pulang Barang Orang lain - 31/03/2020
- Pentingnya Orang Tua Menjadi Teladan dalam Perilaku Jujur Anak! - 17/03/2020