Usia Anak vs Usia Kawin (Memahami Konsep Balig-Aqil-Rasyid)

Ilustrasi: freepik.com

Maraknya perkawinan anak, yaitu seorang yang belum mencapai usia 18 tahun, disebabkan antara lain oleh tafsir agama. Di dalam kehidupan masyarakat sering kita dengar istilah “akil balig” sebagai petanda bahwa orang telah dewasa, layak menerima beban kewajiban, termasuk boleh menikah.

Istilah akil balig adalah istilah yang tidak tepat, kebolak balik, akibatnya seringkali melahirkan cara pandang yang kebalik balik juga.

Sebab itu, penting kembali lagi kepada al Qur’an, untuk memahami konsep balig. Sejauh pengetahuan saya, di dalam al Qur’an ada 3 pengertian balig. Pertama : balagha al hulum, kedua balaghu an nikah, dan ketiga balaghu asyuddah.

Balagha artinya “sampai-mencapai”. Sampai kemana? Menurut al Qur’an, seorang yang telah mencapai mimpi basah (hulum), ada yang telah mencapai usia perkawinan (an nikah) dan ada yang sampai kematangan (syiddah).

Balagha al hulum difirmankan dalam konteks berfungsinya alat seksualitas dan reproduksi. Sebab itu disaat ini, anak yang sudah mimpi basah wajib diajari meminta izin ketika akan memasuki ruang keluarga, khususnya di tiga waktu dimana ayah ibu dan keluarga lain biasa membuka aurat. Mengapa? Agar anak tidak melihat aurat keluarga yang telah mereka mengerti.

Balaghu an nikah difirmankan dalam konteks kapan seorang anak telah bisa diberi beban mengelola harta. Al Qur’an menyatakan bahwa seorang mampu mengelola harta ketika ia telah dewasa (ar rusydu), menurut ahli tafsir ar rusydu adalah kedewasaan yang ditandai dengan kecakapan mengelola harta dan memiliki spiritualitas yang baik (shalahu al mal wa ad din).

Menarik mengamati mengapa al Qur’an menyebut kedewasaan mengelola harta dan spiritualitas dengan istilah “balaghun nikah”. Bagi yg mempelajari usul fiqih akan segera menangkap bahwa al Qur’an mengisyarahkan (isyaratun nash) bahwa usia nikah itu adalah usia kedewasaan mengelola harta dan kedewasaan spiritualitas. Bukan usia balagha al hulum.

Kapan seorang dianggap dewasa? Al Qur’an tidak memberi angka, ia hanya memberi tanda. Siapa yang bisa membaca tanda itu? Jika yang dimaksud kedewasaan alat reproduksi, maka ahli medis yang memutuskan. Jika kematangan emosional, maka ahli psikologi. Jika kedewasaan sosial, maka ahli sosiologi. Jika mereka menetapkan 20 tahun, misalnya, maka itulah usia dewasa itu.

Sedang balagha asyuddah, bermakna sampai pada usia keras, usia matang. Ini difirmankan dalam konteks kecakapan seorang untuk menjadi pemimpin atau mengambil kebijakan penting (atainahu hukman wa ilman). Inilah usia kenabian.

Jadi jelas, bahwa usia berfungsinya alat reprodruksi, bukan usia nikah, dan bukan pula usia syiddah. Usia nikah adalah usia dimana seorang dewasa secara finansial, spiritualitas, emosional dan sosial. Berapa itu? Serahkan kepada ahlinya. Tugas ustad sampai di sini, selanjutnya serahkan kepada ahli medis, sosial, psikis dan ahli lain dibidangnya. []

KH. Imam Nakha'i
0 0 votes
Article Rating
Visited 1 times, 3 visit(s) today
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x