Pesan Habib untuk Jama’ah Haji
Kemarin pagi (1 Juni 2022), saya menghadiri undangan acara syukuran berangkat haji atau ada juga yang menyebutnya dengan istilah Walimatussafar Ustadz Mulyadi Haris di Balekambang – Condet. Kebetulan ia juga adalah tetangga kami sekaligus ustadz kami semua.
Kami, saya bersama teman, disambut oleh panitia yang memakai baju koko warna biru tua dan biru muda. Terlihat kebersamaan dan kekompakan panitia tersebut.
Ketika saya tanya kepada salah seorang yang berbaju koko warna biru tua
“Apakah al-Ummah punya dua seragam?”
Tanya saya.
“Oh gak. Yang biru tua al-Ikhlas.” Jawab orang itu.
Oh…saya paham maksudnya adalah Masjid Al-Ikhlas.
“Sama. Yang ngajar Ustadz Mulyadi juga, setiap malam Rabu.” Kata Bapak itu melanjutkan.
Ia juga mengajak saya untuk ikut pengajian itu.
“Enak ngajinya, meskipun hanya satu-dua ayat tapi kita jadi ngerti dan banyak teman.” Kata dia.
“Insyaallah.” Jawab saya.
Al-Ummah adalah nama majelis taklim tahsin al-Qur’an yang diasuh oleh Ustadz Mulyadi. Sementara al-Ikhlas adalah nama masjid di Balekambang. Di masjid ini Ustadz Mulyadi juga mengajar tahsin al-Qur’an.
Acara syukuran ini panitianya hasil kolaborasi antara jama’ah al-Ikhlas dengan seragam baju koko biru tua dan jama’ah al-Ummah yang berseragam koko biru muda.
Kerjasama yang luar biasa.
Acara ini diawali dengan pembacaan Surat Yasin. Kemudian dilanjutkan dengan berkirim hadiah Fatihah dan bacaan tahlil untuk para orang tua, leluhur yang sudah meninggal dunia.
Kemudian dilanjutkan dengan sambutan shahibul bait atau tuan rumah. Dalam sambutannya, tuan rumah yang disampaikan oleh Bapak Zainal, mengatakan bahwa ibadah haji adalah ibadah yang menuntut kekuatan fisik prima.
Karena itu, beliau meminta do’anya agar Ustadz Mulyadi dan Istrinya, Ustadzah Irma, diberikan kesehatan dan kekuatan dalam menjalankan Ibadah Haji tersebut.
Selanjutnya, Pak Zainal, sebagai perwakilan jama’ah Majlis Taklim al-Ikhlas dan jama’ah al-Ummah yang dibimbing ustadz Mulyadi itu memohon ma’af atas segala kesalahannya kepada ustadz Mulyadi sebagai gurunya.
Berikutnya, sebagai tuan rumah juga, memohon ma’af kekurangan dalam penyambutan pada acara ini. Khususnya kepada para habaib, para guru, para ustadz dan para undangan semua.
Kemudian acara dilanjutkan dengan tausiyah yang disampaikan oleh al-Habib Muhammad Husain Alydrus yang juga guru kami semua.
Habib Muhammad mengajar kitab ‘Mukhtarul Ahadits an-Nabawiyyah’ setiap Rabu malam ba’da maghrib di Mushala Al-Barkah Balekambang.
Selain itu, beliau juga mengisi pengajian setiap Minggu malam ba’da maghrib di Masjid Al-Muttaqien Balekambang. Kitab yang dikaji adalah ‘Tafsir Jalalain’.
Dalam tausiyahnya, Habib Muhammad menyampaikan banyak hal. Diantaranya, pertama adalah mengingatkan akan umur, harta, waktu untuk beribadah kepada Allah.
Berapa banyak orang yang umur, harta dan waktunya terbuang sia-sia hanya untuk hura-hura dan menuruti nafsunya saja.
Kedua, hendaknya orang yang berangkat haji itu hatinya berbunga-bunga, bahagia.
Kenapa?
Karena harta yang digunakan untuk ibadah haji itu akan diganti oleh Allah dengan keberkahan yang sangat luar biasa. Habib pun mencontohkan orang yang sepulang ibadah haji rezekinya semakin melimpah.
Ketiga, Habib Muhammad juga mengingatkan bahwa, selain rukun dan sunah haji, yang perlu diperhatikan adalah jama’ qasar dalam menjalankan shalat di sana.
Kalau niat jama’ qasar susah, terlalu panjang, niat saja dalam hati mau menjama’ qasar. Baik jama’ takdim yaitu mendahukukan shalat ashar pada waktu dzuhur atau jama’ takhir yaitu mengakhirkan shalat dzuhur pada waktu shalat ashar.
Keempat, Habib Muhammad mengingatkan tentang niat. Bahwa niat pergi ke Mekah itu untuk beribadah. Karena niat itu adalah kendaraan. Tanpa niat tiada kendaraan.
“Belanja dan foto-fotonya entar dulu, belakangan aja.” Nasihat Habib.
Beliau juga memberikan contoh. Walau orang itu sehat, uang banyak dan waktu ada, tapi kalau hatinya belum tergerak tidak akan menunaikan ibadah haji.
Habib juga mengingatkan bahwa yang paling sedih dalam menjalankan ibadah haji adalah meninggalkan anak.
Hikmahnya bagi anak, kata Habib Muhammad, adalah agar anak merasakan betapa pentingnya keberadaan orang tua itu ketika mereka tidak ada di sisinya.
“Biasa dilayani, bangun tidur sudah disiapkan nasi uduk, baju disetrikakan. Sekarang mereka tidak ada.”
Sedih meninggalkan anak. Tapi kata Habib itu hanya sebentar. Setelah sampai Mekah atau Madinah sudah tidak lagi. Hilang semua. Dihapus oleh Allah. Nanti kalau mau pulang baru ingat anak lagi.
Kelima, isi waktu dengan banyak dzikir. Jangan banyak ngobrol yang tidak berguna. Habib menyarankan membaca dzikir harian.
Hari Rabu membaca Astaghfirullah seribu kali. Hari Kamis membaca Subhanallah seribu kali. Hari Jumat membaca Allah, Allah seribu kali. Hari Sabtu membaca Lailahaillah seribu kali. Hari minggu membaca Ya Hayu Ya Qayyum seribu kali. Hari Senin membaca Lahaula walaquwwata illa billah. Hari Selasa membaca shalawat seribu kali.
Jangan sampai lengah. Karena orang yang berangkat haji itu sudah keluar uang banyak, waktu dan menunggu antrian yang begitu panjang.
Selanjutnya Habib menjelaskan bahwa para jamaah haji itu delegasi atau para tamu Allah. Kalau mereka meminta, akan diberi. Kalau mereka berdo’a akan dikabulkan.
Sebaiknya do’anya seperti apa?
Habib menyarankan do’anya yang biasa didengar saja.
Ya Allah berikanlah kami hidup di dunia sehat wal afiat, bahagia.
Saat aku mati, matinya husnul khatimah.
Di akhirat masuk ke dalam surga.
Berjumpa dengan Nabi yg muliya.
Selamat dari api neraka.
Berkumpul kembali bersama keluarga.
Habib juga mengingatkan bahwa setiap jama’ah mempunyai pengalaman ruhani yang berbeda-beda. Setiap jama’ah diujinya juga berbeda-beda. Ada yang diuji dengan uang dan kekayaan dan banyak lainnya.
Demikian acara tasyakuran berangkat ibadah haji. Para undangan dan tetangga yang hadir dijamu dengan makanan dan buah-buahan. Selain itu, dibawakan juga kue dan nasi kotak.
Begitulah tradisi syukuran berangkat haji yang saya ikuti di Condet Balekambang. Bisa saja setiap daerah dan tempat mempunyai tradisi dan kebiasaan yang berbeda-beda.***