Ringkasan Isi Buku Islam, Women’s Sexuality and Patriarchy in Indonesia: Silent Desire
Baru-baru ini, akhir tahun 2020, saya menerbitkan buku dari hasil disertasi saya ketika kuliah di the University of Western Australia, Perth, Western Australia, pada penerbit Internasional, Routledge, London, Inggris. Buku tersebut berjudul Islam, Women’s Sexuality and Patriarchy in Indonesia: Silent Desire. Buku ini adalah cerita tentang pengalaman perempuan dalam relasi seksualnya dengan para suaminya di dalam pernikahan. Inginnya buku ini dibaca juga oleh audience Indonesia, namun, karena berbahasa Inggris tentunya yang membacapun pastinya terbatas. Untuk itu, pada kesempatan kali ini, saya ingin menjelaskan tentang apa saja sih isi dari buku ini. Seksualitas perempuan yang seperti apa yang disajikan dalam buku ini? Mari kita simak paparan berikut ini.
Fokus buku saya berusaha untuk menginvestigasi hubungan antara ajaran-ajaran Islam tentang seksualitas dengan persepsi dan perilaku perempuan Muslim menikah atas ajaran-ajaran agama tersebut. Selain itu, buku ini berusaha untuk mengkaji relasi gender dan seksualitas di masyarakat dan kehidupan rumah tangga. Buku ini juga bermaksud untuk mengungkap mengapa beberapa teks agama lebih popular dibandingkan dengan teks yang lain. Apakah hal ini berkaitan dengan politik patriarki yang memang dilanggengkan untuk mengukuhkan status quo laki-laki atas perempuan, ataukah ada faktor lainnya? Untuk menganalisis tentang aspek politik kepentingan ini, buku ini menggunakan teori Foucault (1990) tentang produksi pengetahuan: bagaimana pengetahuan itu didistribusikan, oleh siapa, dan untuk keperluan apa, yang dalam hal ini berkaitan dengan seksualitas perempuan.
Untuk itulah, ketika saya melakukan penelitian lapangan saya dibekali dengan hasil baca saya tentang etnografi feminist. Dengan pendekatan tersebut, saya memperoleh data yang berkualitas karena hubungan yang dijalin antara peneliti dan responden lebih terbuka, egaliter dan menghindarkan diri dari eksploitasi (Okely, 1996). Para perempuan tersebut mau berbagi pengalaman mereka walaupun topik yang dikaji termasuk topik yang sensitif. Hal ini terjadi karena saya menempatkan diri sebagai seseorang yang juga memiliki pengalaman yang serupa dengan mereka (insider researcher).
Buku ini menunjukkan bahwa perempuan Indonesia memandang bahwa menikah adalah sebuah keharusan yang dikuatkan oleh norma sosial, budaya dan agama. Namun demikian, mereka menyatakan bahwa untuk mendapatkan pasangan yang ideal bukanlah hal yang mudah. Beberapa perempuan memiliki kesempatan untuk mengenal pasangannya jauh sebelum pernikahan. Namun banyak pula dari para perempuan tersebut yang tidak mengenal calon suaminya sebelum menikah. Hal ini tentu saja akan sangat berpengaruh pada proses adaptasi pasangan terutama di tahun-tahun pertama pernikahan.
Kecanggungan ini akan terjadi terutama ketika pasangan menikah tersebut menjalani malam pertama, di mana mereka diharapkan untuk melakukan hubungan seksual pertama kalinya. Banyak perempuan mengalami rasa takut dan malu pada saat pertama kali berhubungan seks di malam pertama. Oleh sebab itu, malam pertama bagi para perempuan bukanlah waktu di mana mereka dapat mengekspresikan dan mengeksplorasi hasrat dan gairah seksualnya.
Buku ini juga menunjukkan bahwa hampir kebanyakan perempuan menikah menganggap bahwa seks dalam pernikahan adalah kewajibannya dan hak suami. Oleh sebab itu, sulit bagi mereka untuk menolak hubungan seksual apabila suaminya menginginkan karena takut akan dosa dan pamali. Kedua ajaran ini, yakni agama dan budaya, saling menguatkan tentang kewajiban istri dalam melayani kebutuhan seksual suami kapanpun suami menginginkannya. Data yang diperoleh dari penelitian dalam buku ini menunjukkan bahwa teks ajaran agama ternyata lebih banyak mempengaruhi para perempuan ini dalam relasi seksualnya dengan suami. Ajaran-ajaran agama tentang seksualitas perempuan ini, mereka ketahui dari membaca buku-buku yang berkaitan dengan pernikahan, kitab-kitab kuning di pesantren dan majlis ta’lim.
Kebanyakan ajaran-ajaran yang sampai kepada perempuan ini adalah ajaran-ajaran yang menyatakan bahwa seks dalam pernikahan adalah kewajibannya dan bukan haknya. Padahal, sebenarnya terdapat beberapa teks ajaran Islam yang menyatakan bahwa seks dalam pernikahan adalah hak dan kewajiban kedua belah pihak. Namun sayangnya, teks-teks yang menggambarkan kesetaraan dalam hubungan seksual antara suami dan isteri ini tidak popular. Inilah yang kemudian dalam buku ini disebut sebagai politik patriarkhi: bahwa teks-teks yang dipopulerkan adalah teks yang dapat menguntungkan posisi laki-laki. Maka dalam hal inilah kajian hermeneutika diperlukan sehingga teks-teks tentang seksualitas dalam pernikahan yang setara dapat diinformasikan dan dipopulerkan serta diinterpretasi ulang teks yang terlihat bias gender.
Dalam buku ini sebenarnya juga ditemukan beberapa perempuan yang mampu menyuarakan pendapatnya tentang hal seksual perempuan dalam pernikahan, walaupun hanya sedikit sekali dari mereka. Menurut mereka, perempuan juga berhak mendapatkan kepuasan seksual. Mereka bernegosiasi dengan para suaminya agar hubungan seksualnya saling memberi kesenangan dan kepuasan bagi kedua belah pihak. Dengan demikian, buku ini memberikan gambaran tentang pemahaman perilaku seksualitas perempuan dalam pernikahan sehingga dapat diakui hak-hak mereka. Melalui buku ini semoga bisa menjadi rekomendasi agar hak-hak seksualitas perempuan diperhatikan dan diakui berkaitan dengan Mutuality, meaningful consent & violencefree.(@Irmarie2021)